Column

Oleh: Nur Lailatul Musyafa’ah
Ketua Rumah Publikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Tulisan ini membahas tentang Humanisme dalam Fikih Ibadah Puasa perspektif QS. Al-Baqarah ayat 183-187. Ibadah puasa merupakan salah satu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 183-187, Allah SWT menjelaskan tentang hukum, tujuan, serta berbagai kemudahan dalam menjalankan ibadah puasa. Ayat-ayat ini tidak hanya menegaskan kewajiban berpuasa, tetapi juga mengandung nilai-nilai humanisme yang memberikan keleluasaan dan kemudahan bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah ini. Selain itu, ayat-ayat ini juga menjelaskan tujuan utama dari ibadah puasa adalah agar menjadi orang yang bertakwa (la’allakum tattaqun), berilmu (in kuntum ta’lamun), bersyukur (la’allakum tasykurun) dan selalu berada dalam kebenaran (la’allahum yarsyudun).

Berikut penjelasan tentang nilai-nilai humanisme dalam fikih ibadah puasa perspektif QS. Al-Baqarah ayat 183-187.

1. Ibadah puasa merupakan ibadah yang dianjurkan sesuai standar kemampuan manusia

Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ayat ini menegaskan bahwa ibadah puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi memiliki tujuan yang lebih dalam, yaitu membentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan menahan diri dari hal-hal yang dihalalkan di luar bulan Ramadan, seorang Muslim dilatih untuk lebih sadar akan ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.

Ayat ini menegaskan bahwa ibadah puasa telah diwajibkan kepada umat sebelum umat nabi Muhammad. Hal ini mengindikasikan bahwa puasa sudah teruji bisa dilakukan oleh manusia. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah puasa merupakan ibadah yang dianjurkan sesuai kemampuan manusia, sehingga mereka akan mampu melaksanakannya.

2.  Adanya keringanan dalam menjalankan ibadah puasa

Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Dalam Islam, tidak semua orang diwajibkan untuk berpuasa. Ada beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi agar seseorang berkewajiban menjalankan ibadah puasa, yaitu: Beragama Islam, berakal sehat, baligh (dewasa), mampu secara fisik dan Kesehatan, dan tidak sedang dalam kondisi haid atau nifas bagi Perempuan. Jika seseorang tidak memenuhi salah satu dari syarat tersebut, maka ia tidak diwajibkan berpuasa. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan nilai-nilai humanisme dan tidak membebani umatnya dengan kewajiban yang di luar kemampuan mereka.

Dalam ayat 184, Allah SWT menjelaskan hari diwajibkannya puasa dan memberikan keringanan bagi orang-orang yang memiliki alasan tertentu sehingga tidak mampu menjalankan puasa, seperti orang sakit dan musafir. Mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu atau dengan membayar fidyah (memberi makan kepada orang miskin) jika tidak mampu berpuasa di kemudian hari. Hal ini menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan kondisi manusia dan memberikan solusi yang adil bagi mereka yang mengalami kesulitan.

3.  Meningkatkan kepedulian kepada sesama manusia

Selain aspek spiritual, puasa juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Dengan menahan lapar dan dahaga, seorang Muslim dapat merasakan bagaimana penderitaan orang-orang yang kurang mampu, sehingga menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Rasa solidaritas ini dapat mendorong seseorang untuk lebih aktif dalam berbagi rezeki, seperti bersedekah dan memberi makan kepada orang yang membutuhkan. Membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin merupakan bagian dari bentuk kepedulian agama Islam terhadap orang miskin.

4.  Puasa mengandung kebaikan bagi manusia

Ayat 184 ditutup dengan kalimat: “berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Banyak penelitian yang menyampaikan manfaat puasa baik dari segi kesehatan maupun non kesehatan. Dari segi spiritual, puasa bisa meningkatkan semangat ibadah seseorang, melatih kesabaran, dan menahan syahwat. Selain itu puasa juga bisa melatih kedisiplinan dan mengajarkan hidup hemat dan sederhana.

Dari segi kesehatan, penelitian Nurjanah menyimpulkan bahwa puasa memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan tubuh, baik secara fisik maupun mental.  Selama  puasa,  tubuh  mengalami  perubahan  metabolisme  yang  dapat  membawa sejumlah  manfaat.  Salahsatunya  adalah  peningkatan  sensitivitas  insulin,  yang  membantu mengatur kadar gula darah. Selain itu, puasa juga memicu proses autophagy, di mana sel-sel tubuh  membersihkan  diri  dari  zat-zat  berbahaya  dan  sel-sel  mati,  yang  berkontribusi  pada peremajaan  sel  dan  perlindungan  terhadap  penyakit.  Selain manfaat fisik, puasa juga memiliki dampak mental positif, termasuk peningkatan  disiplin  diri,fokus  spiritual,  dan  perasaan  kesejahteraan.  Hasil penelitian Alvian Aditya Seambaga juga menunjukkan bahwa puasa memiliki dampak positif pada beberapa parameter pencernaan, seperti peningkatan fungsi usus dan regulasi kadar gula darah.

Tentu banyak manfaat lain dari anjuran ibadah puasa, baik yang sudah terungkap atau belum. Karena itu ayat ini ditutup dengan kalimat: “in kuntum ta’lamun (jika kamu mengetahui).” yang mengindikasikan anjuran untuk menggali dan mengkaji ilmu lebih dalam lagi, baik yang berkaitan dengan puasa atau lainnya.

5.  Banyak nikmat yang diberikan kepada manusia pada bulan Ramadhan

Ibadah puasa wajib bagi muslim yaitu di bulan Ramadhan. Bulan Ramadan memiliki keistimewaan tersendiri dalam Islam, karena pada bulan ini Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 185 yang artinya:

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.”

Selain menjelaskan tentang kemuliaan bulan Ramadhan, ayat ini juga menjelaskan lagi akan kemudahan berpuasa bagi manusia. Bagi yang mengalami kesulitan dalam berpuasa maka ia bisa tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain atau membayar fidyah.  Allah SWT tidak pernah memberatkan hamba-Nya dalam menjalankan ibadah. Hal ini menandakan bahwa setiap ibadah yang diwajibkan dalam Islam selalu memiliki keringanan bagi mereka yang benar-benar mengalami kesulitan. Dalam hal puasa, orang yang tidak mampu berpuasa tetap dapat menjalankan kewajibannya dengan cara yang lebih ringan, seperti membayar fidyah atau mengqada puasa di lain waktu. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam yang mengedepankan kemudahan dan tidak memaksakan sesuatu yang melebihi batas kemampuan manusia.

Penjelasan ayat ini tentang turunnya al-Quran di bulan Ramadhan dan adanya kemudahan dalam menjalankan ibadah puasa menandakan adanya nikmat yang diberikan Allah kepada manusia, karena itu ayat ini ditutup dengan anjuran untuk bersyukur.

6.  Allah berjanji mengabulkan doa manusia yang memohon kepada-Nya

Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 186 yang artinya:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Bulan ini juga merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, selain berpuasa, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, serta melakukan amalan-amalan lain yang dapat meningkatkan keimanan. Tujuan berdoa adalah agar manusia selalu berada dalam kebenaran. Manusia sebagai hamba Allah wajib senantiasa berdoa dan memohonkan harapannya kepada sang Pencipta yaitu Allah SWT.

7.  Ibadah puasa memberikan kelonggaran bagi manusia memenuhi kebutuhannya sesuai dalam batas yang ditentukan

Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 187 yang artinya:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Islam mengatur dengan jelas batasan-batasan dalam menjalankan ibadah puasa. Selain menahan diri dari makan dan minum, umat Islam juga diwajibkan menahan diri dari segala bentuk perbuatan yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala puasa, seperti berkata-kata kotor, berbohong, dan bertindak zalim. Selain itu, dalam Surat Al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa hubungan suami-istri di malam hari dibolehkan, tetapi harus dihentikan sebelum waktu fajar sebagai bentuk kedisiplinan dalam menjalankan ibadah. Hal ini menunjukkan kepedulian Islam terhadap kebutuhan manusia, seperti kebutuhan jasmani dan kebutuhan biologis. Karena itu bagi orang yang berpuasa boleh makan, minum, hubungan seksual bagi suami istri dan lainnya tapi dilakukan di malam hari, bukan di siang hari ketika sedang berpuasa. Jika melanggar ketentuan tersebut maka ada konsekuensi yang harus ditanggung pelaku karena telah melanggar ketentuan yang ditetapkan. Karena itu ayat ini menegaskan kembali akan tujuan ibadah puasa adalah agar bertakwa sebagaimana ayat 183.

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa puasa merupakan ibadah yang tidak hanya berdimensi spiritual, tetapi juga memiliki nilai-nilai sosial dan humanisme yang tinggi. Dalam Islam, kewajiban berpuasa tidak diterapkan secara kaku, tetapi disesuaikan dengan kemampuan individu. Ada berbagai keringanan yang diberikan kepada mereka yang tidak mampu menjalankan puasa, seperti membayar fidyah atau mengqada puasa di lain waktu. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan kasih sayang dan tidak membebani umatnya dengan sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Oleh karena itu, ibadah puasa bukan hanya sekadar ritual menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjadi sarana untuk meningkatkan ketakwaan, empati, dan kedekatan kepada Allah SWT.