Column

Teknologi AI dan Dilema Pembelajaran Mahasiswa:
Antara Kemudahan dan Kompetensi 
Oleh Imas Maesaroh

Di era digital yang semakin maju, artificial intelligence (AI) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan akademik. Perkembangan teknologi AI yang sangat pesat telah menghadirkan berbagai platform yang mampu menghasilkan konten berkualitas tinggi dalam waktu singkat. Kemampuan AI untuk menghasilkan konten, termasuk makalah dan tugas kuliah, telah menciptakan fenomena baru di kalangan mahasiswa yang melihatnya sebagai solusi instan untuk menyelesaikan tugas akademik. Meskipun penggunaan AI itu sendiri tidak dilarang dan bahkan dapat memberikan manfaat dalam proses pembelajaran. Namun, ketergantungan berlebihan terhadap teknologi ini dalam mengerjakan tugas akademik menimbulkan kekhawatiran serius terhadap proses pembelajaran dan pengembangan kompetensi mahasiswa. Situasi ini semakin diperparah dengan mudahnya akses terhadap berbagai platform AI yang menawarkan kemampuan untuk menghasilkan konten akademik yang tampak otentik dan berkualitas.

Kemudahan yang ditawarkan AI dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan telah mengubah paradigma pembelajaran di perguruan tinggi secara signifikan. Mahasiswa dapat dengan mudah mendapatkan hasil tulisan yang terstruktur dan komprehensif hanya dalam hitungan detik, tanpa perlu melakukan riset mendalam atau menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan. Fenomena ini telah menciptakan budaya instan dalam dunia akademik, di mana proses pembelajaran yang seharusnya bertahap dan mendalam menjadi terabaikan. Namun, kemudahan ini sering kali mengaburkan esensi dari proses pembelajaran itu sendiri, yang seharusnya melibatkan eksplorasi, penemuan, dan pemahaman mendalam terhadap suatu topik. Ketika mahasiswa terlalu mengandalkan AI untuk mengerjakan tugas mereka, mereka kehilangan kesempatan berharga untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreativitas yang justru menjadi fondasi penting dalam pembentukan kompetensi akademik. Lebih dari itu, ketergantungan pada AI juga menghilangkan aspek penting dari proses pembelajaran seperti diskusi dengan teman sebaya, konsultasi dengan dosen, dan pengembangan kemampuan riset mandiri.

Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) yang telah dirancang oleh program studi memiliki tujuan yang jauh lebih dalam dari sekadar menghasilkan dokumen atau tulisan berkualitas. Setiap komponen dalam CPL telah dirumuskan dengan cermat untuk memastikan lulusan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan. Setiap tugas yang diberikan dosen memiliki maksud untuk mengasah berbagai aspek kompetensi, mulai dari pengetahuan teoritis hingga keterampilan praktis dalam bidang tertentu yang tidak bisa digantikan oleh AI. Ketika mahasiswa memilih jalan pintas dengan menggunakan AI untuk mengerjakan tugas mereka, mereka secara tidak langsung menghambat proses pencapaian kompetensi yang seharusnya mereka kuasai selama masa perkuliahan. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan tinggi yang menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemandirian dalam pembelajaran.

Lebih jauh lagi, ketergantungan pada AI dalam mengerjakan tugas akademik dapat memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap kesiapan mahasiswa menghadapi dunia kerja. Dunia profesional saat ini membutuhkan lulusan yang tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam situasi nyata yang sering kali kompleks dan tidak terduga. Mahasiswa yang terbiasa mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas mereka berisiko mengalami kesulitan ketika dihadapkan dengan tantangan di dunia kerja yang membutuhkan pemikiran orisinal dan kemampuan pemecahan masalah yang tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh AI. Kurangnya pengalaman dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah secara mandiri selama masa perkuliahan dapat mengakibatkan rendahnya kepercayaan diri dan kemampuan adaptasi di lingkungan kerja. Selain itu, kebiasaan bergantung pada AI juga dapat menghambat pengembangan soft skills penting seperti kemampuan komunikasi, kerja tim, dan manajemen waktu yang sangat dihargai oleh pemberi kerja.

Untuk mengatasi dilema ini, diperlukan pendekatan yang seimbang dan komprehensif dalam memanfaatkan teknologi AI di lingkungan akademik. Penggunaan AI sebaiknya diarahkan sebagai alat bantu pembelajaran, bukan sebagai pengganti proses berpikir dan pengembangan kompetensi mahasiswa yang justru menjadi inti dari pendidikan tinggi. Dosen dapat merancang tugas-tugas yang mengharuskan mahasiswa untuk mendemonstrasikan proses berpikir mereka, seperti presentasi lisan, diskusi kelompok, atau proyek penelitian yang membutuhkan keterlibatan langsung mahasiswa. Implementasi sistem evaluasi yang lebih komprehensif juga diperlukan untuk memastikan bahwa mahasiswa benar-benar memahami dan menguasai materi yang dipelajari. Selain itu, penting untuk mengembangkan kebijakan akademik yang jelas mengenai penggunaan AI dalam pembelajaran, termasuk batasan-batasan dan konsekuensi dari penyalahgunaannya.

Pada akhirnya, keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pengembangan kompetensi menjadi kunci dalam menghadapi era digital di pendidikan tinggi. Mahasiswa perlu memahami bahwa nilai sejati dari pendidikan tidak terletak pada kemudahan menyelesaikan tugas, melainkan pada proses pembelajaran dan pengembangan diri yang mereka lalui selama masa perkuliahan. Pemahaman ini perlu ditanamkan sejak awal melalui orientasi akademik dan diperkuat melalui berbagai program pengembangan karakter di kampus. Institusi pendidikan tinggi juga perlu mengambil peran aktif dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang pentingnya integritas akademik dan dampak jangka panjang dari ketergantungan berlebihan pada AI. Hanya dengan kesadaran dan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan, pemanfaatan AI dalam pendidikan tinggi dapat diarahkan secara positif untuk mendukung, bukan menggantikan, proses pengembangan kompetensi mahasiswa.