يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (١) قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا (٢) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا (٣) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا (٤)
“Wahai orang yang berselimut. Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. Yaitu separuhnya, atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari separuh itu. Dan bacalah Al Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil)” (QS. Al Muzzammil [73]: 1-4).
Firman Allah ini ditujukan kepada Nabi yang sedang berselimut karena kedinginan. Bukan karena cuaca, melainkan karena rasa takutnya yang belum hilang setelah Malaikat Jibril menemuinya di Gua Hira untuk menyampaikan wahyu pertama kali. Ketika sampai di rumah, ia meminta istrinya, Khadijah, “zammiluni, zammiluni (selimuti aku, selimuti aku).”
“Orang yang berselimut” dalam ayat ini bisa juga diartikan orang yang berbalut pakaian kenabian. Menurut Sayyid Quthub, inilah panggilan langit agar Nabi bangkit mengatasi persoalan-persoalan besar yang menjadi tugas kenabiannya. Maka, ketika bangun, ia berkata kepada Khadijah, “Waktu tidurku sudah habis.”
Menurut Ibnu Abbas dalam hadis riwayat Abu Daud, setelah turun ayat ini, para sahabat melakukan shalat malam sebagai kewajiban. Tapi, berubah menjadi sunah setelah turun ayat ke 20 dalam surat ini, “Allah mengetahui kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberimu keringanan kepadamu. Karena itu, bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an. Dia mengetahui akan ada orang-orang di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan yang lain yang berperang di jalan Allah. Maka, bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.”
Melalui ayat-ayat ini, kita diperintah Allah mengisi waktu malam dengan istirahat dan shalat secara berimbang. Allah juga memerintah agar kita membaca Al Qur’an secara tartil, yaitu membaca secara perlahan-lahan dengan pengucapan huruf-huruf yang benar, dan benar pula kapan berhenti dan memulai membaca ayat, sehingga pembaca dan pendengarnya dapat memahami kandungannya.
Perintah shalat dalam ayat ini tidak hanya shalat malam, tapi juga shalat-shalat sunah lainnya, dan semuanya dianjurkan dikerjakan di rumah, bukan di masjid. Nabi SAW bersabda,
أَفْضَلُ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوْبَةِ
“(Tempat) shalat yang terbaik bagi seseorang adalah rumahnya, kecuali shalat wajib” (HR. Al-Bukhari No. 7290). Ketentuan ini berlaku juga untuk Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah, kecuali shalat gerhana dan tarawih.
Mengapa demikian? Agar rumah menjadi tempat tinggal yang bersinar, bernuansa surga bagi penghuninya, dan terbebas dari setan yang menyesatkan, bukan rumah kuburan yang menyeramkan dan banyak masalah di dalamnya.
Ada tiga cara untuk menjadikan rumah sebagai surga yang menyenangkan, bukan kuburan yang menyeramkan. Pertama, lakukan shalat sunah di rumah. Nabi SAW bersabda,
اِجْعَلُوْا فِي بُيُوْتِكُمْ مِنْ صَلَاتِكُمْ، وَلَا تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا
“Jadikan rumahmu tempat shalatmu. Jangan menjadikannya kuburan” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Umar r.a, nomor432). Rumah tidak boleh menjadi tempat pemakaman, kecuali bagi Nabi SAW. Ia dimakamkan di kamar Aisyah, yang sekarang menjadi raudhah, tempat berdoa yang terbaik dan selalu dikabulkan, di Masjid Madinah. Hadis ini bisa juga diartikan, janganlah penghuni rumah seperti mayit yang tidak lagi bisa shalat sunah di dalamnya.
Kedua, sinarilah rumah Anda dengan bacaan Al Qur’an, surat apa saja. Tapi, lebih dianjurkan surat Al Baqarah. Nabi SAW bersabda,
لَا تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Jangan jadikan rumahmu kuburan. Sungguh setan lari dari rumah yang didalamnya Surat Al Baqarah dibaca” (HR. Muslim 780)
Boleh juga Anda membaca surat Al Baqarah tidak keseluruhan, melainkan hanya beberapa ayat pembuka, dan tiga ayat penutup surat, sebagaimana yang dibaca untuk tahlil di kalangan masyarakat Indonesia. Hanya saja, jika Anda membaca surat Al Baqarah lengkap, setan akan lari lebih jauh daripada Anda membacanya hanya sebagian.
Allah menyebut Al Qur’an sebagai cahaya penerang alam semesta,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُم بُرْهَٰنٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya), dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran) (QS. An Nisa [4]: 174)
Ketiga, perbanyaklah membaca zikir dan shalawat Nabi dalam rumah. Nabi SAW bersabda,
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتُ الَّذِي لَا يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Perumpamaan rumah yang ditempat zikir dan yang tidak ditempati zikir seperti kehidupan dan kematian” (HR. Muslim, nomor 779).
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا ، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا ، وَصَلُّوا عَلَيَّ ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“Jangan jadikan rumahmu kuburanmu. Jangan jadikan pula kuburanmu tempat berhari-raya. Bershalawatlah kepadaku, sebab shalawatmu sampai kepadaku di manapun engkau berada” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah r.a, nomor 8605).
Jangan jadikan kuburan untuk berhari raya, artinya jangan bersuka cita seperti hari raya di atasnya. Jangan pula mendatangi kuburan hanya dua kali dalam setahun seperti jumlah hari raya. Nabi SAW juga melarang shalat di atas kuburan, kecuali shalat jenazah. Nabi SAW bersabda,
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
“Janganlah engkau shalat menghadap kuburan dan jangan pula duduk di atasnya” (HR. Muslim dari Abu Martsad r.a. No. 972)
Salah satu zikir yang utama dalam rumah adalah shalawat kepada Nabi. Nabi SAW bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِينَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أَدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa bershalawat untukku sepuluh kali di pagi hari dan sepuluh kali di sore hari, maka dia mendapat pembelaanku (syafa’at) pada hari kiamat” (HR. Al Thabrani dari Abu Darda).
Selamat berjuang menjadikan rumah sebagai surga: penghuninya bahagia dan berakhlak mulia. Bukan rumah kuburan: penghuninya gelisah, banyak masalah dan telah terkubur sebelum dikubur.