Pada 5 Maret 2024, Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) kembali melakukan Kegiatan Peningkatan Kompetensi Mahasiswa (FUF). PKM ini merupakan kegiatan rutin yang mengundang pemateri berkompeten di bidangnya. Kegiatan tersebut bertempat di aula gedung B3 FUF.
Kegiatan ini berlangsung dari pukul 09.00 WIB hingga 11.30 dan diikuti oleh mahasiswa Studi Agama-Agama, khususnya bagi semester 2 dan 4. Kegiatan PKM kali ini, prodi Studi Agama-Agama mengangkat tema pembahasan mengenai “Agama dan Filsafat” dengan mengundang pemateri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yakni Dr. Amin Mudzakkir.
Dr. Amin Mudzakkir merupakan peneliti pada Pusat Penelitian Kewilayahan BRIN. Amin produktif menulis dan meneliti tema-tema filsafat. Ia memiliki beberapa karya pada buku dan jurnal akademis, artikel popular serta aktif menulis di media sosial milik pribadinya. Salah satu buku yang diangkat dari disertasinya berjudul “Feminisme Kritis: Gender dan Kapitalisme dalam Pemikiran Nancy Fraser.”
Ketua Prodi Studi Agama-Agama Dr. Akhmad Siddiq M.A., berharap kegiatan PKM kali ini, yang mengangkat tema “Agama dan Filsafat” dan melibatkan pemateri dari salah satu BRIN, dapat membantu para mahasiswa dalam melakukan penelitian tugas akhir mereka untuk menunjukkan bahwa filsafat memiliki peran penting dalam Studi Agama-Agama.
“Ada ranah pengetahuan, ada ranah pemikiran, ada ranah filsafat yang harus kita isi, dalam konteks Studi Agama-Agama. Bahwa kecenderungan Studi Agama-Agama belakangan ini adalah field research. Haraoannya penelitian lapangan itu tidak kemudian mengesampingkan bahwa filsafat itu memiliki peran penting dalam konteks Studi Agama-Agama,” ungkap Siddiq salam sambutannya.
Potret antusias mahasiswa semester 3 dan 4 prodi SAA. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Amin Mudzakkir saat mengawali penyampaian materi juga mengungkapkan bahwa ia akan memberikan sesuatu yang mungkin nanti bisa menjadi bahan pertimbangan bagi mahasiswa untuk menulis penelitian. Kemudian ia juga menempatkan dirinya sebagai seorang akademisi yang berlatar-belakang seorang santri.
“Pagi ini saya berharap akan memberikan sesuatu yang mungkin nanti bisa membuat bahan pertimbangan mahasiswa untuk menulis yang bisa dikerjakan di prodi Studi Agama-Agama. Saya akan sharing sebagai seorang yang sekarang akademisi, tapi berlatang-belakang santri. Ini penting ya kenapa diskusi filsafat di kalangan kita, saya mengasumsikan temen-temen ini, kalau kuliah di UIN, maka punya background santri” ungkap Amin.
Pada materi kali ini Amin Mudzakkir ia mengungkapkan akan berfokus pada pembahasan agama, filsafat dan ilmu sosial dari sudut pandang santri. Terdapat empat poin utama pada pembahasan “Agama dan Filsafat”.
“Saya ingin menyampaikan terlebih dahulu poin-poin pokok yang ingin saya bahas pada pagi hari ini, ada empat poin. Pertama, seringkali kita melihat bahwa agama, filsafat dan ilmu sosial itu adalah ensitas pengetahuan yang sering terpisah. Seolah agama disana, filsafat disini, ilmu sosial di sana lagi. Padahal itu berhubungan,” ujar Amin.
Yang kedua, kesan bahwa antar agama, filsafat dan ilmu sosial itu merupakan produk kemoderenan atau modernitas. Modernitas mengakibatkan keterpisahan anatara rasionalitas (akal) dan tradisi atau agama, seolah-olah dua hal yang berbeda. “Antara pikiran dan ubudiyah kita, itu dua hal yang berbeda. Nah kalau kalian berpikir bahwa akal dan agama dua hal yang berbeda, sebetulnya adalah produk dari modernitas atau barat,” lanjutnya.
Yang ketiga, di lingkungan santri sesungguhnya antara rasionalitas dan tradisi atau agama adalah dua hal yang menyatu baik dalam pikiran maupun dalam kebertubuhan sehari-hari. “Contohnya sejak kecil dibiasakan shalat lima waktu, jika tidak shalat seperti ada sesuatu yang kurang. Misalnya sejak kecil diwajibkan berkerudung, jika ada yang tiba-tiba buka kerudung, itu ada yang kurang. Bahkan dalam berfikir pun kita akan berkeurdung,” jelas Amin.
Keempat, tradisi diskursif yaitu konsep yang dikembangkan dari sebuah pemikiran dari seorang antropolog, Talal Asad. Asad meneliti bagaimana konsep sekularisme telah mempengaruhi pemahaman tentang agama dan praktik keagamaan. Pendekatan diskursif ini menantang pandangan esensialis dan menekankan pentingnya memahami agama dalam konteks historis, politis, dan budaya yang lebih luas.
Pemberian sertifikat dan cinderamata. (Sumber: Media Center FUF)
Kegiatan PKM prodi SAA ini berjalan dengan efektif dan kondusif. Di akhir kegiatan tersebut, terdapat sesi tanya jawab yang berjalan dengan baik dan cukup menyenangkan. Setelah sesi tanya jawab, dilanjutkan dengan penyerahan cindera mata dan sesi foto bersama. (Mumtaza Nur Annisa – Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat)