Berita

Pada Selasa (21/5) mahasiswa Prodi Studi Agama Agama (SAA) semester 2 dan 4 tampak bergegas menuju aula gedung B3 FUF untuk mengikuti workshop dengan tema “Simfoni Pemikiran: Mengasah Penalaran Kritis, Selami Ragam Perspektif, dan Menghadapi Tantangan Era Disruptif” yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Prodi SAA. Acara workshop ini menghadirkan pemateri yakni Ahmad Aminuddin, M.A, salah satu dosen FUF sekaligus pemimpin redaksi arrahim.id dan Angga Arifka S.Ag, seorang kolumnis, sebagai moderator.

Acara yang bertujuan mengasah critical thinking ini dibuka langsung oleh Kaprodi Studi Agama Agama yakni Dr. Akhmad Siddiq, M.A. Dalam sambutanya, ia mengatakan bahwa “identitas orang merupakan kumpulan apa yang kita lakukan di masa lalu, mungkin teman-teman masih belum memiliki gambaran untuk apa acara workshop, seminar, dan diskusi ini. Akan tetapi, di masa depan akan paham bahwa hal-hal kecil ini, akan membentuk karakter dan cara berpikir kita.”

“Kita juga hidup di era yang terus berubah dengan sangat cepat, ketika kita selesai melakukan satu hal, jangan kemudian berdiam diri. Bergegaslah untuk melakukan hal-hal lain,” ujar Dr. Akhmad Siddiq. Tantangan-tantangan disruptif saat ini dapat diatasi melalui pemikiran-pemikiran diri sendiri, tetapi jangan lupa bahwa dibalik teknologi itu, terdapat sebuah pemikiran yang logis.

Setelah sambutan dari Kaprodi Studi Agama Agama, acara dilanjut dengan sambutan ketua acara yakni Tegar Rizki Dermawan. Dalam sambutannya, Tegar sedikit menyinggung terkait latar belakang pengambilan tema dalam acara workshop ini. Pengangkatan tema tersebut berdasarkan kondisi mahasiswa yang belakangan ini mengalami banyak tantangan dalam berpikir kritis terutama di era modern ini, karena sebagian besar dari mahasiswa bergantung pada teknologi.

Sesi pemaparan materi. (Sumber: Dokumentasi HMP SAA)

Dalam pembukaan pemaparan materi, Ahmad Aminuddin juga menyinggunng tantangan berpikir kritis di era modern. “Di era yang serba canggih ini manusia akan sangat bergantung pada teknologi, khususnya mahasiswa yang selalu mengandalkan teknologi dalam berpikir. Sehingga, dalam pemikirannya, mereka selalu mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan data, ilmu pengetahuan, serta informasi yang akurat. Maka dari itu, manusia harus bisa mengubah segala tatanan, sistem, dan pola pikir untuk menuju cara yang baru,” jelasnya.

Dalam workshop kali ini terdapat tiga sub topik yakni penalaran kritis, prespektif, dan era disruptif. Hal ini, yang patut di soroti bahwa berpikir kritis mengharuskan sikap adil dalam pikiran seseorang. Artinya, ketika seseorang berpikir harus benar-benar bertindak objektif atau dengan kata lain, bahwa seseorang harus benar-benar melepaskan aspek subjektif dari dirinya, seperti memihak, bias, dan lain-lain.

Angga Arifka juga menambahi bahwa dalam berpikir kritis itu juga terdapat tiga poin penting. Pertama, sebelum berpikir, tentu mahasiswa harus terbuka dalam menerima segala macam data dan pengetahuan. Kedua, memiliki sifat keingintahuan untuk menggali rasa penasaran atau mengeksplorasi bermacam-macam pendapat maupun gagasan. Ketiga, skeptisisme yang dengannya mahasiswa benar-benar bisa memeriksa dan memeriksa ulang, apakah sudah benar informasi tersebut.

Proses tanya jawab. (Sumber: Dokumentasi HMP SAA)

Di akhir acara, Ahmad Aminuddin sangat antusias dalam menjawab pertanyaan dari para peserta workshop. Kemudian, acara ditutup dengan penyerahan sertifikat kepada narasumber dan moderator, serta ditutup dengan pembacaan doa dan foto bersama.

Acara kali ini bukan sekedar seminar biasa, melainkan kesempatan bagi mahasiswa untuk membentuk suatu pemikiran kritis, memperluas wawasan melalui berbagai perspektif, dan menghadapi tantangan dengan keberanian. Dengan mengikuri workshop ini, peserta diharapkan siap menghadapi dunia yang penuh dengan perubahan, serta mampu menjadi agen perubahan yang positif dalam masyarakat maupun lingkungan.

Penulis: Siti Uswatun Khasanah
Editor: Mumtaza Nur Anisa