UIN Sunan Ampel Surabaya
August 15, 2025

CUSTOM CULTURE

CUSTOM CULTURE

Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D.
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya

Sekeluar dari restoran legendaris bernama Selat Solo Tenda Biru di Kota Solo di sebuah petang (Sabtu, 28/06/2025), tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah gerai. Terletak di sebelah kanan jalan. “Itu gerai pakaian bekas kah?” tanyaku dalam hati. “Tapi kayaknya bukan, karena banyak barang lain selain pakaian,” begitu bisikku kontan ke dalam diriku untuk menjawab pertanyaanku sendiri itu. “Kayaknya harus mampir ke situ,” bisikku lebih lanjut. Akhirnya mobil kupacu memutar. Mencari jalan untuk kembali ke gerai tadi. Akhirnya, dalam 5 menit kemudian aku pun sampai ke gerai itu. Masuklah aku bersama istri dan kedua anakku ke gerai itu. Untuk memenuhi rasa penasaranku atas tempat usaha bisnis itu.  

Begitu masuk, mataku langsung terpesona dengan berbagai cara yang digunakan pelaku usaha itu untuk memasarkan produknya. “Wuih, mirip sekali dengan Von Dutch nih,” teriakku ke anakku. Von Dutch adalah apparel legendaris asal Amerika Serikat. Identik dengan brand produk pakaian anak muda. Desainnya khas. Selalu ada tulisan Von Dutch yang mencolok pada setiap produk yang dijual. Konter Von Dutch sendiri hanya bisa dijumpai di mal besar. Store pertama di Indonesia dibuka di Bali. Harganya pun cukup mahal untuk ukuran kebanyakan. Hanya, brand itu seakan menjadi simbol anak muda yang berpikir kreatif dan merdeka. Meskipun harga tak terbilang murah, tetap saja ramai sekali anak muda yang membelinya. Karena brand itu sudah mewakili kecenderungan konsumsi segmen anak muda itu.

Setelah beberapa saat melihat-lihat produk di gerai dekat Restoran Selat Solo Tenda Biru di Kota Solo itu, aku pun teryakinkan bahwa ini bukan brand Von Dutch. Ternyata, nama brand-nya adalah Rown Division. Brand lokal Solo. Pendirinya adalah seorang anak muda asli Solo yang kreatif dan keren. Namanya Kusdarmawan Aryo Baskoro. Panggilan akrabnya Aryo atau Rio. Sejak remaja akhir, Aryo sudah menggemari dunia bisnis. Bahkan saat usia SD dia juga sudah terlibat membantu ibunya jualan camilan gorengan dan kacang buatan sang ibu. Saat kuliah dia juga membuka bisnis sablon. Dari pengalaman praktis nan panjang itulah, jiwa dan naluri bisnisnya makin tubuh dengan baik.

Ide-ide kreatif Aryo lalu mengembang lebih jauh. Ide-ide itu kemudian dia tumpahkan ke dalam sebuah usaha bisnis kreatif. Utamanya melalui bisnis fashion distro. Lalu lahirlah Rown Division dari tangan dinginnya itu. Lalu, kenapa gerai itu diberi nama Rown? Nama itu adalah kependekan dari “Aryo Own”. Nama itu dipilih untuk menandai kepemilikan Aryo atas distro yang kemudian berhasil membesarkan namanya dalam bisnis fashion dan aksesoris ikutannya itu. Distro itu didirikan, dibangun, dan dikembangkan di atas kreativitas anak muda yang asli Solo itu. Karena itu, distro itu identik dengan namanya.

Segmentasi dan Promosi

Petang di akhir minggu itu, belilah kami sejumlah produk di Distro Rown Division itu. Lalu bergegaslah kami ke kasir. Satu persatu barang yang kami pilih dihitung. Dan usai menghitung semua barang yang kami pilih, sang kasir pun lalu bilang: “Total semua barang didiskon 50 persen. Caranya, silakan mem-follow akun IG kami.” Begitu sang kasir menjelaskan kebijakan gerai yang dikelolanya. Akhirnya, kami pun mengikuti penjelasan sang kasir. Dan, kami pun hanya membayar separuh dari total harga yang tertera. Itu kami peroleh seusai mem-follow akun Instagram resmi gerai Rown Division itu.

“Kami juga buka gerai lain,” ujar sang kasir sambil melayani pembayaran. Aku pun lalu bertanya: “Oh iya? Dimana tuh, Mas?” Sang kasir pun kontan menjawab: “Di dekat Stadion Manahan.” Dia pun lebih lanjut menjelaskan bahwa di gerai yang disebut terakhir, bahkan, terdapat juga gerai khusus selain gerai Distro Rown Division. Namanya, Bulls Syndicate. Demikian sang kasir menjelaskan bahwa Rown Division juga memiliki gerai selain yang ada di Kecamatan Laweyan dekat Restoran Selat Solo Tenda Biru itu. Dari namanya saja, terdengar jelas visi gerai itu. Kreatif dan mandiri.

Lalu, atas informasi sang kasir itu, bergeserlah kami ke gerai di area dekat Stadion Manahan itu. Kala itu seakan kami sepakat untuk mengatakan: “Yuk ke situ!” Lalu melajulah kami ke gerai yang diceritakan sang kasir itu. Dan, sesampainya di gerai itu beberapa menit kemudian, benar saja bahwa di situ tersedia dua gerai dimaksud. Yakni, Rown Division dan Bulls Syndicate (ditulisnya di gerai mereka dengan nama dan ejaan begini: Bulls Syndct). Dan, gerai khusus bernama Bulls Syndicate yang dimaksud sang kasir tersebut menjual berbagai produk aksesoris untuk penggemar motor gede. Mulai jaket hingga bandana.

(Foto Atas: Gerai di Manahan; Foto Bawah: Gerai di Laweyan) 

Saat aku masuk semakin ke area dalam dari gerai Rown Division di area dekat Stadion Manahan itu, suara samar kudengar. Pelan tapi pasti berasal dari suara bincang yang panjang. Kucarilah asal suara itu. Dan, ternyata suara itu berasal dari sebuah bilik. Pintunya tertutup. Dan biliknya di-cover up dengan cutting sticker. Sehingga yang berada di luar bilik tak bisa melihat mereka yang berada di dalam bilik. Kecuali bayangan semu dan suara samar. Setelah kudekati, ooooh ternyata, ada staf gerai Rown Division itu yang sedang live di sosmed resmi gerai. Dia sedang memasarkan produknya di tampilan live itu, sambil mempertontonkan produknya kepada para viewers.

Tentu yang dilakukan dengan live di sosmed oleh staf gerai Rown Division di area Manahan itu menjadi bukti bahwa manejemen gerai itu telah memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produknya. Termasuk produk terbaru yang selalu dihasilkan. Ini semua menjelaskan bahwa manajemen Rown Division telah menyelenggarakan digital marketing untuk produk yang dihasilkannya. Tentu, praktik digital marketing ini dilakukan untuk menyapa secara partikular segmen konsumen anak muda, seperti terefleksikan di produk kaos dengan desain dan kata-kata yang mengusung jiwa muda sebagaimana pada contoh berikut ini:

Aku pun juga membuktikan, selama berkunjung ke Distro Rown Division itu, baik di daerah Laweyan maupun Manahan, yang kulihat memang anak muda. Karakter distro yang memang identik dengan identitas budaya anak muda itu juga ditemukan di gerai Rown Division itu.  Produk yang diperjualbelikan, bahkan, sudah mendapatkan endorse dari figur publik muda ternama. Mas Gibran semasa menjabat Walikota Solo pernah memberikan endorse. Seperti detailnya di bagian bawah, tokoh muda yang kini menjadi Wakil Presiden RI itu pernah menjadikan produk lokal nan terkenal gerai itu sebagai komoditas konsumsi. Maka, semakin kuatlah citra bahwa produk Rown Division itu sebagai produk anak muda.    

Menjaga Eksklusivitas

Selain soal segmentasi produk yang diperdagangkan, gerai itu juga memiliki daya tarik tersendiri. Desain ruangannya menarik. Mirip distro serupa lainnya yang banyak bertebaran di berbagai kota. Di gerai di daerah Laweyan, sebagai misal, ada banyak rak yang terpasang. Di dua ruangan besar. Ada rak khusus untuk baju. Ada juga untuk kaos, celana, dan tas. Produk lain juga tersedia, seperti jaket bomber, topi hingga sepatu khas anak muda. Bahkan, bandana dan kain masker untuk penutup muka bagi pemotor tersaji pula di dua ruangan itu. Masing-masing dari semua produk itu tertata rapi. Persis seperti gerai-gerai ternama di pusat perbelanjaan besar.

Sebagai usaha bisnis fashion distro, Rown Division sangat kuat menjaga eksklusivisme dalam produk bisnisnya. Dalam wawancaranya dengan majalas bisnis SWA (lihat URL: https://swa.co.id/read/40716/kusdarmawan-aryo-baskoro-juragan-fashion-distro-dari-solo), dilaporkan bahwa di Rown Division berlaku prinsip tiada hari tanpa produk baru. Bisa baru pada desainnya. Bisa baru pula dalam jenis barangnya. Prinsip itu berlaku untuk semua produk yang ditawarkan. Mulai dari sepatu, jaket, kemeja, jins hingga T-shirt. “Kami telah memiliki desainer khusus yang siap memunculkan desain-desain baru,” ujarnya untuk menjelaskan komitmennya untuk menjaga prinsip tiada hari tanpa produk baru itu dalam pernyataannya di majalah SWA di atas.

Selain prinsip tiada hari tanpa produk baru di atas, Rown Division juga membatasi jumlah barang yang diproduksi. Distro ini menghindari betul kesan masal pada produknya. Karena itu, pada setiap desain baru yang dilepas ke pasaran, distro tersebut hanya memproduksi item barangnya maksimal 30 biji. Mengapa distro ini menghindari kesan masal? Itu karena, prinsip eksklusivitas sangat kuat dipegangi. Terjemahan konkretnya dalam bentuk produki item barang atas sebuah desain yang tak melebihi angka 30 biji. Itupun kemudian produksi barang dalam jumlah terbatas itu disebar ke konter yang dikelolanya serta ke konter distro lain di sejumlah kota di Indonesia.

Inovasi pun dilakukan. Termasuk dengan melakukan praktik kolaborasi. Di antaranya tentu juga untuk menjaga eksklusivitas itu. Sebagai contoh, pada tahun 2021 Distro Rown Division menyambut Hari Batik dengan membuat desain dan produk dari bahan berjenis batik. Itu dilakukan dengan bekerjasama dengan Batik Danar Hadi. Produk yang didesain khusus tersebut meliputi jaket bomber batik dan snap back atau topi bertemakan batik. Dan, Mas Gibran Rakabuming Raka dalam kapasitasnya sebagai Walikota Solo kala itu menjadi orang pertama yang memiliki dan mengenakan jaket khusus batik hasil karya kolaborasi apik antara Batik Danar Hadi dan Rown Division itu.

Custom Culture Yang Lokal

Melihat apa dan bagaimana bisnis kreatif yang dilakukan oleh Rown Division dan Bulls Syndicate itu, otakku langsung tertuju pada istilah yang sangat popular: custom culture. Kadang terkenal juga dengan ejaan yang serupa: kustom kulture. Istilah tersebut menunjuk kepada, dan sekaligus mewakili, sebuah ungkapan yang kaya dari ekspresi seni oleh komunitas tertentu. Digunakannya istilah custom menunjukkan adanya kekhasan tertentu yang ingin ditunjukkan kepada publik oleh individu atau gugusan individu yang sedang dalam komitmen kuat untuk menjaga dan merawat identitas kulturalnya. Tentu juga untuk menunjukkan eksistensinya.

Ekspresi kultural dalam konteks custom culture di atas mencerminkan komitmen terhadap dua kata kunci penting: individualitas dan kreativitas. Mengapa individualitas? Itu karena ada kebutuhan dan keinginan tertentu yang berbeda antara satu individu atau komunitas dan selainnya yang ingin ditonjolkan. Individualitas di sini berarti adanya kecenderungan khusus yang menjadi kehendak orang perorang atau komunitas perkomunitas. Mengapa pula kreativitas? Itu memang karena dasar dari dikembangkannya ekspresi di atas memang berbasis pada keinginan untuk menunjukkan kreasi tertentu yang lebih dekat dengan identitas individu atau komunitas itu.  

Karena kekuatan individualitas dan kreativitas di atas, custom culture ini telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan keseharian masyarakat. Mulai dari desain otomotif hingga musik dan mode. Beberapa contoh ekspresi seni bisa disebutkan. Di antaranya  motor kustom, tato, mode busana, dan acara seni pertunjukan. Apa yang dikenal dengan motor bebek bisa dilakukan pengubahan hingga menjadi semacam motor gede. Lalu dikenallah motor itu sebagai motor kustom. Begitu pula halnya dengan busana. Munculnya banyak distro adalah bagian dari ekspresi custom culture di bidang busana pakaian.

Custom culture ini terus berkembang dan menginspirasi generasi baru. Hingga hampir semua produk ekspresi kustom melekat kuat pada individu-individu generasi baru itu. Di gerai Rown Division, sebagai contoh, pengunjung bisa mendapati berbagai produk kustom. Memang tersedia berbagai produk busana yang masuk kategori basic. Yakni, busana kaos dan kemeja yang modelnya polos. Hampir persis dengan produk busana kaos dan kemeja yang bisa didapatkan di gerai-gerai pakaian pada umumnya. Tapi, busana kaos dan kemeja yang sudah di-kustom justeru lebih banyak tersedia dibanding yang masuk kategori basic itu.

Yang lebih spesifik lagi adalah Bulls Syndicate. Gerai yang lebih banyak menjual produk yang bersentuhan dengan bikers memang mayoritas menjual produk kustom. Mulai dari kaos, jaket hingga aksesoris yang dibutuhkan para bikers motor gede dan yang menyerupainya. Hampir tak dijumpai produk basic dalam pengertian seperti dijelaskan di atas. Semua yang tersedia adalah produk kustom. Dan semuanya mirip sekali dengan produk dari brand-brand ternama. Sebut saja Harley Davidson dan semisalnya. Karena itu, gerai itu sangat identik dengan produk kustom.

Lalu Apa Pelajarannya?

Memperhatikan uraian mengenai fakta-fakta di seputar gerai Rown Division dan Bulls Syndicate di atas,pertanyaan yang patut diutarakan adalah: Apa yang bisa dipetik dari gerai berbasis custom culture sebagai pelajaran bagi penyelenggara layanan umum, termasuk perguruan tinggi? Ada tiga pelajaran penting. Pertama, hadirlah dengan distingsi produk dan atau layanan yang kuat di tengah persaingan yang ketat. Rown Division dan Bulls Syndicate, sebagaimana diuraikan di atas, telah mengajarkan bahwa mereka hadir dengan distingsi yang kuat nan khusus. Visinya menyapa anak muda. Komoditasnya selalu berkaitan dengan selera dan kebutuhan anak-anak usia muda. Baik untuk urusan produk fashion hingga aksesoris. Termasuk juga untuk kepentingan secara spesifik para bikers. Akhirnya, kedua gerai itu secara eksklusif identik dengan anak muda.

Kedua, untuk menjaga distingsi dan eksklusivitas, tak harus semuanya dilakukan sendiri. Kolaborasi adalah strategi jitu yang bisa diambil. Lihatlah bagaimana Rown Dision berkolaborasi dengan Batik Danar Hadi untuk membuat jaket khusus batik dan topi bertemakan batik pada peringatan Hari Batik seperti dijelaskan sebelumnya. Sederhana sekali latar belakangnya. Batik tidak menjadi komoditas utama yang selama ini diproduksi oleh Rown Division. Karena itu, untuk peringatan hari batik, inovasi dilakukan oleh manajemen gerai itu dengan skema kolaborasi. Bersama siapa? Bersama pemilik usaha lain yang sudah lama memiliki trademark di bidang usaha batik. Digandenglah lalu Danar Hadi sebagai mitra yang sudah memiliki nama dan brand yang sangat kuat di dunia perbatikan nasional. Lalu, lahirlah jaket eksklusif batik dan topi khusus bertemakan batik seperti diuraikan di atas.

Ketiga, jangan kesampingkan digital marketing untuk praktik pemasaran produk dan atau layanan dalam perkembangan terkini. Lagi, lagi di era termutakhir ini. Manfaatkanlah kanal digital yang ada. Bahkan, platform media sosial pun tak selayaknya disepelekan. Menggunakannya hanya untuk kepentingan ekspresi diri sendiri berarti menyiakan-nyiakan potensi media digital untuk fungsi pemasaran produk dari sebuah usaha bisnis dan layanan yang diselenggarakan. Lihatlah bagaimana manajemen gerai Rown Division melakukan live untuk memasarkan produk dan desain barunya kepada konsumen, seperti dijelaskan di atas. Padahal, gerai itu juga mengirimkan produk dan desian barunya yang eksklusif itu ke sejumlah gerai distro lain secara nasional juga. Tapi, tetap saja pemasaran digital melalui live di akun sosmed mereka lakukan secara rutin pula. Hasilnya, tentu praktik itu mengangkat nama dan produk gerai itu secara lebih luas.

Custom culture hanya contoh saja dari kecenderungan baru pasar yang harus dibaca secara jeli oleh penyelenggara usaha bisnis dan layanan apapun. Kebetulan saja konteksnya berkaitan dengan budaya pop. Khususnya fashion. Tapi, sukses gerai Rown Division dan Bulls Syndicate yang mengusung custom culture harus memberi kesadaran baru bagaimana seharusnya penyelenggara usaha bisnis dan layanan berhadapan dengan pasar. Tiga pelajaran di atas adalah bagian di antara terjemahan konkret atas kesadaran baru itu. Dan, itu patut dimiliki oleh seluruh penyelenggara layanan umum di bidang apapun. Penyelenggara layanan pendidikan pun sudah seharusnya belajar banyak dari penyelenggara usaha bisnis. Karena prinsipnya sejatinya sama: sama-sama harus berhadapan dengan individu dan gugusan individu di tengah masyarakat sebagai konsumen potensial. 

Spread the love

Tag Post :

rectorinsights

Categories

Column, Column UINSA