Articles

Iklusi, Kewirausahaan, dan Spiritualitas di Perguruan Tinggi: Pembelajaran dari Perjalanan Pak Sugeng, Pengusaha kaki Palsu Mojokerto

Oleh : Moh Ilham

Kewirausahaan bukan sekadar tentang mencari keuntungan atau profit semata, akan tetapi juga tentang menghadirkan makna dan dampak sosial yang nyata. Pak Sugeng Siswoyudono, seorang pengusaha dari penyandang Disabilitas Tuna Daksa, Owner UMKM Bengkel KAPAL Kaki Palsu Than Must Soegenk Mirtha Production dan Founder P2CJDW (Paguyuban Penyandang Cacat Jasmani dan Wirausaha) dari Mojosari, Mojokerto, membuktikan hal ini melalui bisnis kaki palsu yang Ia rintis. Terinspirasi oleh pengalaman hidup dan empati mendalam terhadap penyandang disabilitas, ia menghadirkan harapan dan kemandirian bagi banyak orang yang kehilangan anggota tubuhnya. Di tengah tantangan ekonomi saat ini, di mana lapangan kerja semakin sempit dan kesenjangan sosial makin terasa, kisah Pak Sugeng menjadi bukti nyata bahwa kewirausahaan inklusi mampu menjadi solusi yang memberdayakan masyarakat marjinal, saat ini memiliki sekitar 9 pasukan (sebutan untuk pegawai), produk sudah “tercemar” (sebutan terkenal) dalam skala Nasional dan Internasional.

Ada quotes bagus dari Pak Sugeng, tentang “Jadikan Kelemahan Kita Menjadi KEKUATAN. Jangan jadikan kelemahan Kita, menjadi Kita LEMAH.” Kata motivasi tersebut, benar-benar diimplementasikan salah satunya dengan bergerak membantu menebar manfaat. Usaha Pak Sugeng tak hanya berdiri sendiri. Ia telah menjalin kerja sama dengan berbagai macam komunitas, LSM, perusahaan, dan pemerintah. Salah satunya, terdapat gerakan sosial besar seperti 1000 Kaki Palsu Gratis bekerjasama dengan Kick Andy Foundation. Melalui kolaborasi ini yang sudah jalan 18 tahun, ribuan kaki palsu telah disalurkan kepada mereka yang membutuhkan di seluruh Indonesia, bahkan melebihi target dari program yang dicanangkan. Sinergi ini memperkuat pesan bahwa kekuatan kewirausahaan tidak hanya terletak pada inovasi produk, tetapi juga pada kemampuannya menciptakan dampak sosial berkelanjutan. Pak Sugeng telah membuktikan bahwa bisnis kecil sekalipun dapat membawa perubahan besar jika dilandasi niat tulus dan semangat kolaboratif.  

Bagi sivitas akademika, terutama di perguruan tinggi seperti UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA), kisah ini menjadi studi kasus penting dan menginspirasi tentang bagaimana nilai-nilai inklusi, spiritualitas, dan kewirausahaan dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan. Melalui konsep integrasi Twin Tower UINSA, yang menggabungkan kekuatan intelektual dan spiritual, seluruh sivitas akademika didorong untuk tidak hanya memahami aspek bisnis secara akademik, tetapi juga menginternalisasi nilai empati, kepedulian sosial, dan panggilan hati dalam membangun usaha. Inklusi di sini bukan sekadar teori, melainkan praktik nyata yang mengangkat harkat hidup penyandang disabilitas melalui peluang kemandirian dan ekonomi.  

Spiritualitas menjadi kekuatan utama dalam perjalanan suksesnya bisnis milik Pak Sugeng. Ia menjalankan usahanya bukan semata-mata untuk keuntungan pribadi, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada sesama. Dedikasi dan ketulusannya menciptakan kaki palsu dengan harga terjangkau menunjukkan bagaimana bisnis dapat menjadi sarana amal yang bermakna. Bahkan bisa gratis, jika TO (Target Operasi) sebutan untuk pasien, ternyata kondisi keuangan tidak memungkinkan, menerapkan konsep sedekah dan “marketing langit”. Nilai ini menjadi pelajaran penting bagi Kita semua sivitas akademika bahwa sebagai generasi penerus bangsa, bahwa membangun usaha bukan hanya soal laba atau profit saja, akan tetapi juga soal kontribusi terhadap kemanusiaan.

Di tengah upaya mencetak generasi emas Indonesia 2045, perguruan tinggi memegang peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai kewirausahaan inklusi yang berlandaskan spiritualitas. Sivitas akademika memiliki tanggung jawab untuk membimbing mahasiswa agar menjadi wirausahawan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Terlebih mata kuliah Kewirausahaan, menjadi mata kuliah wajib di UINSA. Kisah Pak Sugeng menjadi inspirasi bahwa dengan mengintegrasikan ilmu, empati, dan spiritualitas, kita dapat menciptakan generasi masa depan yang mampu menghadapi tantangan ekonomi sekaligus membawa perubahan positif bagi masyarakat.

*Penulis Dosen Prodi Manajemen Dakwah, bidang keilmuan Kewirausahaan*Artikel ini terinspirasi dan hadiah spesial untuk orangtua Penulis yang Tuna Netra, juga menjadi salah satu data tambahan dalam disertasi Penulis di S3 Ilmu Manajemen di Universitas Negeri Malang, yang menggali lebih mendalam tentang peran kewirausahaan inklusi dan spiritual Para Pengusaha UMKM Penyandang Disabilitas.