Berita

Surabaya, 11 Februari 2025 – Pusat Studi Fiqh dan Masyarakat Muslim FIQHUNA dari Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), UIN Sunan Ampel Surabaya, mengadakan Sharia Forum keempat dengan tema “Negosiasi Hukum Islam dan Hukum Adat di Wilayah Minoritas.” Acara ini berlangsung di Gedung B FSH dan dihadiri oleh civitas akademika FSH, termasuk asisten, mahasiswa, serta dosen peneliti dari FIQHUNA. Forum ini bertujuan untuk menggali tantangan dan solusi terkait hubungan antara hukum Islam dan adat di daerah dengan populasi Muslim minoritas.

Forum kali ini menghadirkan Dr. Moh. Wahib, LC., M.A., sebagai narasumber yang membahas isu menarik mengenai interaksi antara hukum Islam dan hukum adat, khususnya di wilayah dengan komunitas Muslim minoritas. Dalam pemaparan awal, Dr. Wahib menjelaskan fakta menarik mengenai perkembangan jumlah pemeluk Islam yang semakin pesat di negara-negara mayoritas non-Muslim seperti Prancis, Inggris, Amerika, dan Australia. Di Indonesia, fenomena serupa juga terjadi di kalangan suku Tengger di Jawa Timur dan wilayah Papua.

Namun, Dr. Wahib menekankan bahwa meskipun jumlah umat Islam terus berkembang, mereka sering menghadapi kesulitan dalam mengamalkan hukum Islam di daerah mayoritas non-Muslim. Hal ini mencakup tantangan dalam pelaksanaan kewajiban ibadah, serta perbedaan antara hukum Islam dan adat setempat. Adanya kesulitan tersebut sering kali memunculkan kebutuhan untuk mencari solusi yang lebih kontekstual dan inklusif.

Diskusi semakin menarik ketika Dr. Moh. Wahib, LC., M.A. membahas pentingnya interaksi intensif antara umat Islam dan non-Muslim. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi ini menuntut adanya keterbukaan antara kedua kelompok. Oleh karena itu, ia mengusulkan perlunya fikih minoritas atau fiqh al-aqalliyat, yang merupakan fikih yang memperhatikan kondisi umat Islam yang hidup sebagai minoritas dan memberikan solusi hukum yang lebih fleksibel dan mudah diterapkan tanpa mengabaikan prinsip dasar agama.

Dr. Wahib menjelaskan bahwa fikih minoritas merupakan cabang dari fikih yang menekankan kemudahan (taysir) dalam penerapan hukum Islam. Fikih ini dirancang untuk menjaga agar hukum syariat tetap relevan dan bisa diimplementasikan dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda, terutama di negara-negara atau daerah dengan mayoritas non-Muslim. Pendekatan ini dinilai sangat penting dalam membantu umat Islam untuk tetap mempertahankan identitas agama mereka dalam kehidupan sosial yang multikultural.

Salah satu poin penting yang dibahas dalam sesi diskusi adalah mengenai pentingnya menjaga hubungan harmonis antara hukum Islam dan hukum adat. Dr. Wahib menegaskan bahwa meskipun hukum adat memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat, hukum Islam harus tetap dihormati sebagai prinsip dasar. Oleh karena itu, pendekatan seperti fikih minoritas sangat diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara hukum Islam dan adat setempat, dengan tetap memperhatikan prinsip maqashid al-syariah (tujuan utama syariat), yang menekankan pada keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat.

Forum ini ditutup dengan kesimpulan bahwa Islam membawa rahmat bagi seluruh umat, baik mayoritas maupun minoritas, dan hukum Islam memiliki karakteristik yang mudah dan tidak memberatkan. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam di wilayah minoritas untuk memiliki fikih minoritas sebagai pedoman dalam mengimplementasikan hukum Islam secara kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Diskusi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan hukum Islam yang lebih inklusif dan adaptif terhadap kondisi sosial dan budaya yang ada di Indonesia dan dunia.

Sharia Forum Episode 4 ini berhasil membuka wawasan baru mengenai pentingnya pengembangan fikih al-aqalliyat untuk membantu umat Islam di wilayah minoritas dalam menghadapi tantangan hukum, sosial, dan budaya yang mereka hadapi. Sebagai langkah penting dalam pengembangan hukum Islam yang lebih adaptif, forum ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman mengenai integrasi antara hukum Islam dan hukum adat di masyarakat Indonesia yang multikultural.

Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany
Desain Foto: Annisa Rahma Fadila