Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 meliputi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di 37 Provinsi, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di 415 Kabupaten dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota di 98 Kota di Indonesia. Pilkada memiliki peran krusial dalam demokrasi Indonesia, memberikan rakyat kesempatan untuk memilih Kepala Daerah di tingkat daerah secara langsung. Namun, lebih dari sekadar kontestasi kekuasaan, Pilkada dapat menjadi titik awal bagi solusi berbagai persoalan daerah. Jika prosesnya demokratis, berintegritas dan berkeadilan, Pilkada bisa melahirkan Kepala Daerah daerah yang memiliki kapasitas, integritas, rekam jejak kinerja unggul dan inovasi, yang mampu menciptakan kebijakan solutif bagi masyarakat.
Demokratisasi Lokal
Pilkada merupakan sarana yang penting dan strategis untuk memperkuat proses demokratisasi pada tingkat lokal di Indonesia. Pada momentum tersebut rakyat mendapatkan kesempatan, untuk menggunakan kedaulatan atau kuasa yang mereka miliki untuk memilih Calon Kepala Daerah yang menjadi harapan mereka. Dalam konteks ini, Pilkada tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme politik, tetapi juga sebagai alat untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di daerah.
Namun, pelaksanaan Pilkada masih menghadapi berbagai tantangan, seperti politik uang, kampanye hitam (black campign), jual beli suara (vote buying), maraknya calon tunggal, dinasti politik, netralitas penyelenggara dan birokrasi, penyalahgunaan anggaran dan fasilitas pemerintah/negara, tingkat partisipasi pemilih, dan politik kartel. Tantangan-tantangan ini bisa mengurangi esensi demokrasi jika tidak ditangani dengan baik. Oleh sebab itu, Pilkada sebagai solusi harus dijalankan dengan berpegang pada prinsip integritas dan akuntabilitas.
Selain itu, Pilkada adalah peluang bagi masyarakat untuk menyuarakan isu-isu yang relevan, seperti masalah harga kebutuhan pokok mahal, sulit cari kerja (pengangguran), kemiskinan, infrastruktur serba terbatas, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan publik. Pilkada yang partisipatif akan menciptakan hubungan yang lebih erat antara pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan daerah.
Kepala Daerah Berkualitas
Salah satu tujuan utama Pilkada adalah memilih Kepala daerah yang berkualitas, baik dari aspek kapasitas, integritas, rekam jejak kinerja unggul hingga elektabilitas. Pilkada dapat menjadi jalan untuk melahirkan Kepala Daerah yang mampu menangani masalah-masalah daerah, seperti kemiskinan, pengangguran, serta permasalahan sosial lainnya.
Meski demikian, masalah integritas calon Kepala Daerah tetap menjadi tantangan besar. Banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi setelah terpilih, sejak KPK berdiri hingga Januari 2024 setidaknya tercatat 167 Kepala Daerah. Ini menunjukkan bahwa meskipun Pilkada memberi rakyat hak untuk memilih, kualitas dan integritas calon seringkali masih dipertanyakan. Pilkada harus bisa menghasilkan Kepala Daerah yang memiliki kapabilitas, integritas, visi yang jelas, dan bebas dari kepentingan pragmatis-transaksional.
Di sinilah pentingnya peran masyarakat dan media untuk mengawasi jalannya Pilkada. Transparansi informasi mengenai calon Kepala Daerah akan membantu masyarakat membuat keputusan yang rasional dan bijak berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan godaan politik uang, tekanan politik atau kepentingan lainnya.
Dinasti Politik dan Oligarki Lokal
Salah satu permasalahan besar dalam Pilkada adalah maraknya dinasti politik dan kekuatan oligarki lokal. Banyak calon kepala daerah yang berasal dari keluarga politik atau elit lokal yang memiliki kendali atas sumber daya ekonomi dan politik. Ini menciptakan ketidakadilan dalam pemilihan, karena calon independen atau kelompok yang kurang berdaya, seringkali tidak memiliki akses yang sama terhadap sumber daya kampanye.
Dominasi dinasti politik ini menghalangi munculnya calon Kepala Daerah baru yang bisa membawa perubahan dan inovasi. Oligarki lokal kerap mempertahankan status quo, sehingga memperlambat terjadinya perbaikan dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Namun, Pilkada tetap bisa menjadi solusi jika dikelola dengan baik. Pengetatan regulasi terhadap praktik politik uang, pembatasan masa jabatan kepala daerah, dan sistem kampanye yang lebih adil bisa mengurangi pengaruh dinasti politik dan oligarki. Di samping itu, partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya Pilkada juga penting untuk mencegah praktik-praktik yang tidak demokratis.
Solusi Tata Kelola Pemerintahan Lokal
Pilkada juga menjadi peluang untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah. Kepala Daerah terpilih diharapkan mampu membawa perbaikan dalam pelayanan publik, transparansi anggaran, dan efisiensi birokrasi. Pilkada bisa menjadi titik awal untuk memperkenalkan kebijakan inovatif yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Kepala Daerah harus bisa merumuskan kebijakan yang menawarkan solusi jangka panjang, bukan hanya program populis jangka pendek. Misalnya, masalah infrastruktur yang buruk, pengelolaan sumber daya alam yang tidak efektif, serta rendahnya kualitas layanan pendidikan dan kesehatan adalah tantangan yang sering dihadapi daerah-daerah. Kepala Daerah yang terpilih harus mampu menjawab tantangan-tantangan ini dengan kebijakan yang tepat sasaran.
Selain itu, Pilkada memberi peluang untuk menerapkan kebijakan yang lebih inklusif dan adil. Kepala Daerah yang terpilih harus memastikan bahwa seluruh masyarakat, termasuk kelompok minoritas, mendapatkan akses yang setara terhadap layanan publik. Kebijakan inklusif ini bisa mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera.
Partisipasi Politik
Pilkada bisa menjadi sarana untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Proses Pilkada yang inklusif dan transparan akan mendorong masyarakat untuk berperan lebih aktif dalam proses politik. Ini penting karena partisipasi politik yang tinggi akan memperkuat legitimasi Kepala Daerah terpilih dan mempererat hubungan antara masyarakat dan pemerintah daerah.
Dalam konteks ini, pendidikan politik dan peningkatan kesadaran demokrasi menjadi sangat penting. Masyarakat harus diberikan pemahaman tentang pentingnya partisipasi politik yang aktif, sehingga mereka bisa terlibat lebih langsung dalam proses pengambilan keputusan di daerah. Pendidikan politik juga akan membantu masyarakat menjadi lebih kritis dalam menilai calon-calon Kepala Daerah.
Peningkatan partisipasi dan kesadaran politik ini pada akhirnya akan memperkuat demokrasi di tingkat lokal dan mendorong terciptanya tata kelola yang lebih baik. Pilkada yang demokratis akan menciptakan masyarakat yang lebih partisipatif dan bertanggung jawab dalam proses politik.
Pilkada Titik Awal Perubahan
Pilkada sebagai entry point solusi harus dilihat sebagai peluang untuk membawa perubahan positif di daerah. Tantangan seperti politik uang, dinasti politik, dan rendahnya partisipasi harus diatasi dengan regulasi yang lebih ketat, pengawasan yang efektif, serta peningkatan kesadaran politik masyarakat.
Jika Pilkada dijalankan dengan prinsip jujur dan adil, akan menghasilkan Kepala Daerah yang memiliki kapasitas, integritas, rekam jejak kinerja unggul, dan visi yang jelas untuk membangun daerah. Kepala Daerah tersebut harus mampu memberikan solusi konkret terhadap permasalahan daerah dan mendorong terciptanya kebijakan yang berorientasi pada kesalehan, kesejahteraan dan keadilan masyarakat.
Pilkada bukan hanya ajang kontestasi politik, melainkan momentum untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan di daerah. Dengan partisipasi politik yang lebih aktif dan proses Pilkada yang demokratis, Pilkada dapat menjadi pintu masuk solutif terhadap berbagai permasalahan daerah, sehingga tercipta masyarakat yang lebih sejahtera, adil, dan bermoral.
[Andi Suwark; Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam FUF & Dosen Prodi Ilmu Politik FISIP UINSA]