PENDIDIKAN DI ERA ‘REZIM’ SERTIFIKASI
(Sekelumit perkenalan LSP UINSA)
Oleh: Dr. Yusuf Amrozi, M.MT *
***
“Saat ini sedang masuk era dimana gelar tidak menjamin kompetensi. Sebuah era dimana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, dan akreditasi tidak menjamin mutu. Kita memasuki era dimana masuk kelas tidak menjamin belajar,” Kata Mendikbud Nadiem Makarim pada serah terima Rektor Universitas Indonesia (4/12/2019).
Ungkapan Nadiem saat itu memantik rasan-rasan yang cukup hangat di kalangan sebagian akademisi di perguruan tinggi. Rasan-rasan tersebut karena ada anggapan bahwa “oh pantes Mas Menteri ngomong begitu, karena beliau kan dari latar belakang Profesi.” Namun demikian, ungkapan diatas patut untuk menjadi refleksi bersama. Artinya adalah bahwa bukannya itu jamak terjadi saat ini? Minimal hal itu sebagai bahan renungan bahwa belum tentu gelar dapat menjamin kompetensi pada satu bidang profesi. Apakah iya anak anak didik kita setelah lulus telah dijamin kompetensinya?
Penulis setuju bahwa kesuksesan pendidikan adalah bagaimana agar peserta didik menjadi insan pembelajar yang senantiasa adaptif pada perubahan sekelilingnya. Dengan demikian, kompetensi –termasuk kompetensi pembelajar– menjadi urgen didalamnya. Secara istilah kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja di bidangnya. Oleh karenanya dalam konteks yang lebih operasional pada bidang pekerjaan atau profesi, kompetensi menjadi kata kunci; apakah seseorang kompeten atau tidak untuk berperan pada prosesi tersebut.
Dalam konteks ini, untuk menjawab terkait kompetensi SDM di Indonesia serta tuntutan standarisasi profesi, pemerintah pada tahun 2003 telah membentuk suatu badan yang disebut Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). BNSP lahir berdasarkan amanat undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setidaknya ada 3 (tiga) tugas dan fungsi BNSP, yaitu: Pelaksanaan dan pengembangan sistem sertifikasi kompetensi kerja, Pelaksanaan dan pengembangan sistem sertifikasi pendidikan dan pelatihan vokasi, serta Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional.
Sebagai Langkah ‘pembumian’ dari hal tersebut, BNSP kemudian memberi ijin atau lisensi kepada industri, masyarakat profesi, lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi melalui suatu Lembaga yang disebut dengan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi). Kalau di BAN PT, semacam LAM (Lembaga Akreditasi mandiri). Oleh karena itu, sebagai sertifikator, tugas utama dari LSP ini adalah melaksanakan sertifikasi kompetensi, dengan detail tugas sebagai berikut: Membuat materi uji kompetensi, Menyediakan tenaga penguji (asesor), Menguji Kompetensi atau melakukan Asesmen, Menyusun kualifikasi yang mengacu kepada SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), serta Memelihara kinerja asesor dan TUK (tempat uji kompetensi).
Memang, LSP bukan lembaga diklat yang bertugas melatih ketrampilan peserta didik. LSP hanya menguji dan menerbitkan sertifikat kompetensi (bagi yg kompeten, atas nama BNSP). Lalu bagaimana agar peserta ujian dijamin lulus atau kompeten? Disinilah pentingnya Program Studi untuk mendidik mahasiswanya untuk menuju kompeten tersebut. Hal ini juga dapat sebagai feedback untuk prodi atau perguruan tinggi untuk mewujudkan ekosistem peserta didik untuk kompeten di bidangnya. Di awal saat penyusunan skema sertifikasi, prodi harus terlibat. Bahkan hal ini boleh dibilang sebagai “gawe” nya prodi. Oleh karena itu, skema sertifikasi yang akan dibuat harus sesuai dengan capaian pembelajaran prodi, atau ada matakuliah yang telah ditempuh oleh mahasiswa, yang memungkinkan mahasiswa tersebut menguasai materi yang diujikan dalam sertifikasi.
Alhamdulillah, kampus kita: UIN Sunan Ampel tidak terlalu ketinggalan dalam hal LSP ini. Buktinya LSP UINSA adalah LSP kedua yang berdiri setelah UIN Sunan Kalijaga di lingkungan PTKIN di Indonesia. LSP UINSA didirikan berdasar SK Rektor UINSA Nomor 361 Tahun 2021 tentang Pendirian Lembaga Sertifikasi Profesi UIN Sunan Ampel Surabaya. Selanjutnya tim personalia yang diangkat saat itu melakukan penyusunan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk disampaikan ke BNSP. Dengan berbagai lika liku, Alhamdulillah, BNSP meng Acc dengan menerbitkan SK BNSP Nomor: KEP. 0310/BNSP/II/2022 tentang Izin LSP UINSA, dengan sejumlah asesor kompetensi dan skema kompetensi (https://bnsp.go.id/detaillsp.php?id=3984). Dengan demikian LSP UINSA secara legal formal siap untuk melakukan Uji Kompetensi (UKOM) bagi mahasiswa UINSA pada sejumlah skema kompetensi yang tersedia. Atas arahan Pak Rektor Prof. Muzakki, LSP UINSA perlu untuk segera menambah skema kompetensi yang memungkinkan semua mahasiswa S1 UINSA memiliki kompetensi dengan memiliki sertifikat profesi yang dilisensi oleh BNSP. Sertifikat kompetensi ini dalam konteks perguruan tinggi masuk menjadi bagian dari SKPI (surat keterangan pendamping ijazah). Belakangan, sertifikat kompetensi juga menjadi nilai tambah untuk mendongkrak nilai akreditasi. Mohon doa dan dukungan Bapak/Ibu/Sahabat semua, semoga misi peningkatan kualitas calon lulusan melalui LSP ini berjalan lancar dan mahasiswa kita memiliki kompetensi di era “rezim” sertifikasi.
* Penulis adalah Ketua LSP UINSA