Program baru haji tahun ini adalah program yang dinamakan Al murur. Berkaca pada haji tahun 2023, banyaknya jamaah yang terlantar di Muzdalifah, menjadikan pemerintah berfikir mencari solusi agar kasus tersebut tidak terulang lagi. Pada akhirnya, muncul ide program yang dinamakan Al murur. Dalam program ini, jamaah langsung naik bis dari Arafah ke Mina, melewati Muzdalifah namun tidak turun di muzdalifah. Tentunya program ini tidak serta merta diacc begitu saja, banyak ulama dilibatkan untuk membahas hukum Al murur tersebut. Pada akhirnya Al murur bisa dilaksanakan tahun 2024 ini dengan berbagai macam pertimbangan dan ditinjau dari berbagai aspek.
Pada awalnya, ketua kloter kami menyampaikan bahwa kloter sub 64 termasuk kloter yang ikut program Al murur. Namun pada rapat petugas haji di sektor 10, 3 Juni 2024, disampaikan bahwa ada 13 kloter yang terkena murur yaitu kloter yang berada di maktab 57-73. Kloter kami tidak masuk program murur karena berada di maktab 47. Namun beberapa hari sebelum armuzna, kebijakan tersebut direvisi lagi. Hal tersebut disampaikan pada rapat petugas kloter di sektor 10, tanggal 9 Juni 2024, bahwa setiap kloter ada jatah murur sebanyak 20% dari jamaah kloter. Keputusan ini tentunya lebih bijak dan lebih adil, karena setiap kloter memiliki hak untuk bisa murur khususnya bagi lansia dan resti. Untuk itu, kami harus mendata nama nama jamaah yang dimururkan, khususnya lansia, resti (resiko tinggi) dan pendampingnya. Ada sekitar 90an jamaah yang ikut program murur.
Kloter kami, sub 64, berada di bawah maktab 47 bersama 7 kloter lainnya. Berdasarkan jadwal maka kloter kami berada di urutan trip ke tiga. Murur dijadwalkan pada 9 Dzulhijjah/15 Juni, mulai jam 19.00-22.00 dengan 4 bis dengan 4x trip. Berdasarkan jadwal, Murur kloter kami akan bersngkat jam 20.30 dan selesai jam 21.15. bis yang mengangkut jamaah murur adalah bis berwarna orange, sedangkan bis jamaah yang tidak murur atau turun di Muzdalifah berwarna kuning/putih. Meski jumlah jamaah murur lebih sedikit dibanding jumlah jamaah yang ke Muzdalifah, namun pada praktiknya, pengangkutan jamaah murur lebih lambat dibanding yang ke Muzdalifah. Pengangkutan di Muzdalifah sudah selesai, namun yang murur masih banyak yang antri menunggu jemputan bis di Arafah. Banyak faktor yang menyebabkan lambatnya pengangkutan jamaah murur, di antaranya bis terbatas, waktu mengangkut jamaah lebih lama karena mayoritas berkursi roda, bis ke Mina membutuhkan waktu lebih lama karena jaraknya lebih jauh dari Muzdalifah dan lain lain.
Awalnya, murur kloter kami hanya didampingi 2 orang petugas haji daerah, namun melihat kondisi di lapangan malam itu maka kami memutuskan ketua kloter dan 3 tenaga kesehatan mendampingi jamaah ke Muzdalifah dan saya sebagai pembimbing ibadah, mendampingi jamaah murur bersama dua petugas haji daerah tersebut yang terdiri dari pembimbing dan dokter.
Satu rombongan murur kami sudah terangkut bersama bis rombongan murur kloter lain, lalu disusul rombongan kedua naik bis didampingi pembimbing dari petugas haji daerah, maka tinggal satu rombongan lagi, sekitar 20 jamaah. Selain kloter kami, masih ada dua kloter jamaah murur yang belum terangkut dari maktab 47, maka ada sekitar 200an jamaah murur yang belum terangkut. Malam semakin larut, dan tidak muncul bis pengangkut jamaah murur. Setelah lama menunggu, maka datang dua bus orange yang mengantar jamaah murur dan satu bis warna kuning yang dipakai ke Muzdalifah. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WAS. Penanggungjawab bis menyatakan bahwa ini adalah bis terakhir, setelah ini tidak ada bis lagi. Kami kaget dengan pernyataan tersebut, jamaah kami para lansia dan resti jika tidak terangkut masak harus tinggal di Arafah? Akhirnya jamaah pada berebut naik dua bis orange tersebut karena langsung ke Mina. Bis tersebut langsung penuh oleh kloter lain. Jamaah kami tidak kebagian bis orange, bis murur yang ke mina. Tersisa bis putih kuning yang hanya bertugas mengangkut sampai Muzdalifah. Pengelola maktab juga menyampaikan bahwa bis ini hanya sampai Muzdalifah. Mereka tidak mau mengangkut kami sampai Mina.
Saya bilang ke Bu dokter: “Bu, bismillah ya kita naik bis Muzdalifah ini. Jika Allah mentakdirkan kita turun di Muzdalifah, maka mari kita turun dengan segala konsekuensinya. Mari kita berdoa semoga bis ini bisa membawa kita langsung ke Mina.” Bu dokter sambil tersenyum menjawab: “Baik Bu, semoga bisa langsung ke Mina, saya kasihan ke para jamaah yang lansia dan berkursi roda ini. Jika turun Muzdalifah mereka akan kesulitan.” Saya menjawab: “Baik Bu, sambil berdoa saya akan melobi sopir dan pihak maktab agar bisa langsung ke Mina.”
Dengan bahasa Arab sebisanya saya menyampaikan ke sopir bis dan pendamping dari maktab agar kami bisa langsung ke Mina tanpa turun di Muzdalifah. Mereka menjawab akan mengusahakan. Jawaban tersebut menenangkan kami. Akhirnya kami naik bis biru tersebut. Bis terasa longgar karena hanya ada jamaah dari kami. Saya minta jamaah agar berdoa semoga perjalanan lancar dan bisa langsung sampai Mina. Selain itu kami anjurkan agar mereka selalu berzikir dan bersalawat. Detik menegangkan mulai terjadi ketika bis berhenti di Muzdalifah di pintu 47. Petugas dari maktab menyuruh kami turun. Saya menjawab dengan bahasa Arab: “Kasihanilah jamaah kami, mereka sudah lansia dan berkursi roda. Sulit bagi mereka untuk turun dan mabit di Muzdalifah.” Setelah beberapa menit berdiskusi, slhamdulilkah akhirnya bis kami diizinkan lanjut menuju ke Mina. Kami sangat bersyukur. Selama perjalanan menuju Mina, dari atas bis kami bisa menyaksikan lautan manusia jamaah haji yang mabit di muzdalifah. Subhanallah. Memasuki Mina, sudah terlihat tenda tenda Mina. Kami bersyukur, Alhamdulillah sampai Mina, meski sempat berhenti sebentar di Muzdalifah. Namun, sampai di Mina, bis kami berjalan mutar mutar dan pada akhirnya kembali lagi ke Muzdalifah. Perasaan khawatir dan was was mulai memasuki pikiran kami. Loh kok kembali ke Muzdalifah. Sekali lagi, yang kami pikirkan adalah jamaah kami jika kami harus turun di muzdalifah. Bis kami pun kembali berhenti di pintu masuk 47. Namun, kami tidak disuruh turun. Pihak maktab berkoordinasi dengan sopir dan pendampingnya. Akhirnya bus kembali berjalan dan berhenti di pintu keluar Muzdalifah nomor 47. Disitu bis mengangkut jamaah yang mabit di Muzdalifah untuk dibawa ke Mina. Hingga bis penuh dengan jamaah. Setelah itu bis kembali berangkat ke Mina dan pada akhirnya kami sampai di Mina dengan selamat sekitar jam 12 malam. Wa Allah fi aun al abdi ma kana al abdu fi aun akhih. Di sini kami merasakan betul pertolongan Allah dalam perjalanan kami ke Mina ini. Sikap pasrah dan tawakkal, dapat mempermudah perjalanan kami, sehingga akhirnya kami bisa mendampingi jamaah untuk bisa melakukan murur sampai tujuan. La Haula wa la quwwata Illa billah. Semua atas pertolongan Allah SWT.
Dengan adanya program murur ini, maka semua jamaah kami yang mabit di Muzdalifah sudah sampai ke tenda Mina sebelum jam 07.00 WAS. Semoga tahun selanjutnya program program pelayanan jamaah haji bisa lebih baik lagi. Amin