قَالَ ٱللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنفَعُ ٱلصَّٰدِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
“Allah berfirman, “Ini saat orang yang benar (imannya) memperoleh manfaat dari kebenaran (iman)-nya. Mereka memperoleh surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selamanya. Allah rida (senang) kepeda mereka, dan mereka rida (senang) juga kepada-Nya. Itulah kesuksesan yang besar” (QS. Al Maidah [5]: 119).
Dalam ayat-ayat sebelumnya terdapat dialog Allah SWT dengan Nabi Isa, a.s. Allah SWT bertanya, “Wahai Isa, apakah engkau menyuruh manusia menuhankan engkau dan ibumu?” Nabi Isa menjawab, “Subhanalallah. Aku tidak pernah mengatakan sesuatu selain kebenaran dari-Mu. Andaikan aku mengatakannya, pastilah Engkau mengetahui. Aku hanya menyuruh manusia untuk menyembah-Mu, Tuhanku dan Tuhan semua manusia. Wahai Allah, aku hanya bisa mengawasi mereka selama aku hidup, sedangkan setelah kematianku, hanya Engkaulah yang Kuasa mengawasi mereka. Wahai Allah, jika Engkau menyiksa mereka, mereka adalah hamba-Mu sendiri, dan jika Engkau mengampuninya, sungguh Engkau Maha Perkasa dan Maha bijaksana.” Lalu, Allah menjawab pernyataan Isa itu sebagaimana tercantum dalam ayat yang dikutip di atas.
Ayat ini menjelaskan, orang-orang yang mengikuti ajaran Nabi Isa dengan benar (as-shadiqun) akan mendapatkan senyuman Allah ketika memasuki surga. Pengikut Nabi SAW yang selalu benar ucapan dan tindakannya (as-shadiqun) juga mendapat balasan yang sama. Dalam QS. Al Baqarah ayat 177, Allah SWT menjelaskan secara detail 17 ciri as-shadiqun yaitu, (1) beriman kepada Allah, (2) beriman kepada hari pembalasan, (3) beriman kepada para malaikat, (4) beriman kepada kitab-kitab Allah, (5) beriman kepada para nabi, (6) sedekah untuk keluarga dekat, (7) sedekah untuk para yatim, (8) sedekah untuk orang-orang miskin, (9) sedekah untuk ibnu sabil (musafir yang kesulitan biaya), (10) sedekah untuk para peminta, (11) sedekah untuk pembebasan manusia dari perbudakan (dan semua bentuk penderitaan dan penindasan), (12) menjalankan shalat, (13) membayar zakat, (14) menepati janji, (15) sabar dan tangguh menghadapi kesulitan ekonomi, (16) sabar dan tangguh menghadapi derita fisik, dan (17) sabar dan tangguh dalam perang (dan semua perjuangan menyebarkan Islam). Inilah 17 ciri as shadiqun, sebuahjumlah yang sama dengan jumlah 17 rakaat shalat dalam sehari semalam.
Keimanan as shadiqun itu harus dinyatakan dengan sungguh-sungguh setiap hari, minimal pagi dan petang dengan zikir radhitu billah rabba. Nabi SAW menjamin siapa pun yang melakukannya akan meraih surga dan senyuman Allah. Senyum Allah adalah puncak kebahagiaan melebihi kebahagiaan surga. ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, r.a bercerita, ia telah mendengar Nabi SAW bersabda,
ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ، مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً
“Pastilah akan merasakan nikmatnya iman, orang yang senang bertuhan Allah, senang ber-Islam, dan senang mengikuti, Muhammad Rasulullah.” (HR. Muslim)
مَنْ قَالَ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Barangsiapa mengucapkan “radhitu billahi rabba, wa bil Islami dina, wa bi Muhammadin Rasula,“maka ia pasti masuk surga.” (HR. An Nasa-i dari Abu Sa’id Al Khudriy, r.a)
مَامِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ، يَقُوْلُ حِيْنَ يُصْبِحُ ثَلَاثًا وَحِيْنَ يُمْسِي، رَضِيْتُ بِاللَّهِ ربّاً، وَبِالْإِسْلَامِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا، إِلَّا كَانَ حَقًا عَلَى اللهِ، أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْم الْقِيَامَةِ
“Siapa pun muslim yang membaca setiap pagi dan sore tiga kali, “radhitu billahi rabba, wa bil Islami dina, wa bi Muhammadin nabiyya,” maka Allah akan senang menerimanya pada hari kiamat” (HR. Al-Nasa-i)
Secara bebas, zikir ini bisa diterjemahkan sebagai berikut,
رَضِيْتُ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُولًا
“Wahai Allah, aku senang menaati perintah-Mu, senang mengisi hidup dengan Islam, agama-Mu; dan senang pula menghiasi hidupku dengan akhlak Nabi Muhammad, utusan-Mu.”
Zikir rahhitu billahi rabba ini berisi tiga sumpah dan tekad. Pertama, radhitu billahi rabba: wahai Allah, dengan senang hati, aku menyembah-Mu. Aku merasa cukup segala-galanya dengan-Mu. Engkaulah Yang Maha Kuasa mengambil alih semua masalahku. Aku bersumpah untuk menerima dengan senang hati, berapa pun pemberian-Mu dan apapun keputusan-Mu, enak atau tidak enak. Takdir dan pilihan-Mu pasti, pasti, pasti lebih baik daripada pilihanku. Kedua, wa bil Islami dina: wahai Allah, dengan senang hati, tanpa merasa terbebani, aku akan menjalankan perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu. Aku bersumpah untuk menjadikan Islam satu-satunya jalan hidupku. Aku bertekad hidup dan mati secara Islam.
Ketiga, wa bi Muhammadin, nabiyyaw wa rasula: wahai Allah, aku dengan senang hati mewarnai hidupku dengan akhlak Nabi-Mu. Aku hanya akan berbicara dan bertindak seperti Nabi-Mu. Nabi-Mu adalah cahaya dan kiblat hidupku. Nabi-Mu adalah masa depanku.
Dalam kitabnya, Tanbih Al Mughtarrin, Syekh Abdul Wahhab Al Sya’rani, guru sufi terkemuka pada abad 10 H, dan ahli fiqh mazhab Syafi’i mengatakan, inilah zikir yang paling populer di kalangan para sufi, para perindu Allah dan Rasulullah.
Kita hanya bisa meraih puncak keimanan as-shadiqun jika kita membaca zikir ini dengan tekad dan sumpah yang sungguh-sungguh berjuta kali, bertahun-tahun, bahkan sepanjang hidup, sampai keimanan itu menjadi self talk dalam otak kita. Dengan demikian, setiap menghadapi masalah di dunia dan akhirat, zikir ini hadir secara otomatis sebagai penenang dan penguat.
Selamat berpayah-payah mengisi otak dan hati dengan radhitu billahi rabba. Selamat hidup dengan tenang (muthma-innah), terbebas dari semua derita, dan selamat pula meraih senyum Allah di alam baka melalui firman-Nya,
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ، ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً، فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى، وَٱدْخُلِى جَنَّتِى
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang senang dan bahagia meraih senyum Allah yang memuaskan hati. Masuklah dalam (barisan) kelompok hamba-Ku (yang Aku cintai), dan masuklah ke dalam surga-Ku (bersama mereka) (QS. Al Fajr [89]: 27-30).
Sumber: (1) Abdul Wahhab Al Sya’rani, Tanbih Al Mughtarrin, penyadur: W. Wikarta: Jalan-jalan Surga, Akhlak dan Ibadah Pembuka Pintu Surga, Penerbit Mizania, Bandung, 2017 cet. P. 81 (2) M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol. 3, p. 308-309.