Column

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya saat ini mengembangkan paradigma keilmuan dengan model menara kembar tersambung (integrated twin towers). Model integrated twin towers sebagaimana dimaksud adalah pandangan integrasi akademik bahwa ilmu-ilmu keislaman, sosial humaniora, serta sains dan teknologi berkembang sesuai dengan karakter dan objek spesifik yang dimiliki, tetapi dapat saling menyapa, bertemu, dan mengaitkan diri satu sama lain dalam suatu pertumbuhan yang terintegrasi sebagai satu-kesatuan makna – dan bukan berjalan sebagaimana model rel kereta api yang tidak pernah tersambung.

UINSA Surabaya dengan integrated twin-towers, bergerak bukan dalam kerangka Islamisasi ilmu pengetahuan, melainkan Islamisasi nalar yang dibutuhkan untuk terciptanya tata keilmuan yang saling melengkapi dan mengisi antara ilmu-ilmu keislaman, sosial humaniora, serta sains dan teknologi dengan tetap menjadikan ilmu-ilmu keislaman sebagai core.

UINSA Surabaya yang memiliki platform pendidikan membangun nilai-nilai karakter: untuk bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan bermartabat (building character qualities: for the smart, pious and honourable nation) hendak mewujdukan suatu bangunan pendidikan yang kaffah dan paripurna dan dimulai dari menjunjung tinggi nilai-nilai etika akademik di atas bangunan kecerdasan keilmuan itu sendiri bagi sivitasnya.

Berdasarkan alasan tersebut UINSA Surabaya sejak tahun 2017 telah menyusun Kode Etik bagi Dosen, Tenaga Kependidikan dan juga Mahasiswa yang tertuang dalam Keputuisan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya: Pertama, Keputusan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Nomor 283 Tahun 2017 tentang Kode Etik Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Kedua, Keputusan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Nomor 377 Tahun 2017 tentang Kode Etik Tenaga Kependidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Ketiga, Keputusan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Nomor 378 Tahun 2017 tentang Kode Etik Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

Kode Etik Dosen tersebut diberlakukan untuk sivitas UINSA Surabaya dalam mengemban tugas dan kewajibannya sebagai pribadi maupun akademisi sesuai dengan sifat dan hakikatnya yang karenanya menjadi panutan dan teladan bagi internal institusi maupun Masyarakat umum.

Meski demikian sejak lahirnya keputusan tersebut hingga saat ini belum ada telaah atau kajian untuk menakar apakah pembentukan Kode Etik Dosen, Tenaga Kependidikan, dan Mahasiswa UINSA Surabaya tersebut telah menenuhi ketentuan dalam proses pembentukan sebuah aturan (kode etik) profesi apabila dilihat dari aspek norma hukum. Hal ini sangat penting, karena pembentukan kode etik tersebut akan menimbulkan akibat hukum, terutama bila pelanggaran yang dilakukan oleh sivitas akademika UINSA Surabaya memiliki konsekuensi hukum apakah itu hukum administrasi atau bahkan pada ranah hukum pidana.

Atas dasar itu tulisan ini hendak menakar kode etik UINSA Surabaya dalam sistem kode etik profesi dari aspek norma hukum. Harapanya bahwa Kode Etik tersebut memilili legitimasi akademik sekaligus norma hukum yang absah, sehingga keberlakuannya tidak lagi untuk diperdebatkan.

Kode Etik Profesi

Setiap profesi memiliki kode etik profesionalnya sendiri yang harus diterapkan oleh setiap anggota saat menjalankan profesi tersebut. Hal yang paling penting dalam mengelola keahlian dan keterampilan tersebut adalah masalah etika dalam bekerja.

Kode etik terdiri dari kata “kode” dan “etik”. “Kode” berarti tanda yang memiliki makna dan disepakati bersama, sedangkan “etik” berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak, cara hidup, dan adab.

Kode etik profesi adalah pedoman yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang dalam menjalankan profesinya. Kode etik profesi dibuat oleh kelompok masyarakat tertentu dan disepakati oleh para anggota profesi. Dapat juga dikatakan, bahwa Kode Etik profesi adalah sebuah panduan yang digunakan oleh kelompok yang menjalankan suatu profesi tertentu. Setiap peserta dalam profesi tersebut wajib mengikuti panduan tersebut dalam setiap kegiatan profesional. Tenaga profesional tersebut tentunya sudah memiliki keahlian dan pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kode etik mengatur adab dalam bekerja yang telah disepakati bersama. KBBI juga menjelaskan bahwa kode etik merupakan norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai dasar perilaku. Kode etik profesi sendiri terdiri dari aturan yang menentukan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan profesinya.

Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga profesionalisme lingkungan kerja dan membantu karyawan dalam disiplin melaksanakan tugas mereka. Pelanggaran terhadap kode etik dapat mengakibatkan sanksi berupa peringatan, tindakan tegas, atau bahkan pemecatan.

Terdapat beberapa tujuan dan fungsi dengan dibentuknya kode etik sebagai perlindungan dan pengembangan profesi dalam suatu organisasi tertentu. Kode Etik ini menekankan pentingnya menjalankan tugas profesional dalam sebuah organisasi atau perkumpulan tertentu, serta menjadikan kode jabatan di kalangan masyarakat. Sebuah Kode Etik pastinya dirumuskan untuk kepentingan anggota dan organisasi sebuah profesi.

Pertama, bahwa Kode Etik adalah menjaga martabat profesional. Hal ini dilakukan untuk melindungi citra atau profesionalitas atas tag masyarakat luar agar masyarakat tetap menganggap profesi tersebut teguh atas kinerja yang tetap dianggap sebagai profesional dibidangnya. Kode Etik ini juga memiliki julukan sebagai kode kehormatan.

Kedua, bahwa Kode Etik adalah menjaga kesejahteraan setiap anggotanya. Ini meliputi kesehatan fisik, materi, dan kesehatan mental yang harus tetap dijaga untuk mempertahankan kinerja setiap tenaga profesional yang dinaungi oleh sebuah organisasi profesi tertentu. Kode Etik ini melarang anggotanya melakukan kegiatan yang dapat merugikan kesejahteraan anggotanya maupun kesejahteraan bersama dalam sebuah organisasi tersebut, misalnya dengan menetapkan tarif minimum harga yang di charge untuk setiap jasa tenaga profesional.

Ketiga, bahwa Kode Etik adalah meningkatkan layanan dan kualitas profesional. Kode Etik ini pastinya memuat sebuah tujuan pengap Dian tertentu sehingga para pelayanan profesional juga dengan sangat mudah memahami sebuah tanggung jawab yang akan mereka emban dalam menjalankan tugasnya masing-masing.

Kode Etik tersebut menetapkan aturan yang harus diterapkan oleh setiap para individu profesional yang akan menjalani tugasnya masing-masing. Meningkatkan kualitas profesional juga merupakan sebuah tujuan utama organisasi induk yang menaungi semua tenaga profesional tertentu.

Tujuan utama dari penyusunan Kode Etik profesi adalah untuk menjaga Harkat dan martabat sebuah kualitas profesional dan organisasi induk yang menaungi tenaga tenaga profesional secara sempurna. Kode Etik ini juga mengatur bagaimana menjaga serta meningkatkan kualitas organisasi tersebut.

Aspek Norma Hukum

Kode etik profesi secara umum termasuk dalam norma sosial, tapi bisa juga masuk dalam norma hukum jika memiliki sanksi berat. Artinya meskipun kode etik sebagai suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu, dan termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

Norma hukum adalah aturan yang dibuat oleh lembaga berwenang dalam suatu negara atau komunitas untuk mengatur perilaku masyarakat. Norma hukum juga merupakan kesepakatan yang dibuat oleh seluruh unsur masyarakat (komunitas), atau yang mewakili masyarakat tertentu. Norma hukum penting untuk disepakati karena dibahas tentang apa yang boleh dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Sebagai contoh dalam suatu kode etik diatur tentang apa yang boleh dilakukan oleh suatu komunitas profesi, dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila hal tersebut dilanggar, maka pada anggota suatu komunitas profesi tersebut akan memperoleh sanksi dari sanksi ringan sampi dengan sanksi berat.

Suatu norma hukum berlaku karena ia mempunyai ‘daya laku’ (validitas) atau karena ia mempunyai keabsahan (validity). Dan norma hukum ini berlaku jika ia dibentuk berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi. Misalnya suatu Peraturan Pemerintah adalah sah apabila dibentuk oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang, begitupun dengan aturan-aturan hukum di bawahnya.

Lalu bagaimana jika terjadi konflik norma? Artinya jika pada suatu kasus hukum, terjadi ada 2 atau lebih aturan yang secara bersama-sama diterapkan pada kasus tersebut. Persoalannya muncul jika terdapat pertentangan antara norma hukum dari aturan-aturan tersebut. Dalam hal demikian penyelesaiannya berkaitan dengan asas preferensi hukum yaitu: Pertama, asas lex superior, bahwa aturan hukum yang tinggi mengesampingkan aturan hukum di bawahnya. Kedua, asas lex spesialis, bahwa aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum. Ketiga, asas lex posterior, bahwa aturan hukum yang baru (kemudian) mengesampingkan aturan hukum yang lama. Asas hukum kedua dan ketiga berlaku pada suatu aturan yang derajatnya sama. Misal antara undang-undang dengan undang-undang, atau antara Peraturan Presiden dengan Peraturan Presiden.

Menakar Kode Etik UINSA Surabaya

Pada bagian sebelum sudah sedikit dibahas, bahwa UINSA Surabaya telah membentuk Kode Etik Dosen, Kode Etik Tenaga Kependidikan, dan Kode Etik Mahasiswa. Dan bahkan telah dibentuk pula Komisi Etik sebagai sub ordinasi dari Senat UINSA Surabaya yang bertugas: Pertama, mengawasi ditaatinya Kode Etik Dosen dan Kode Etik Mahasiswa. Kedua, menerima, memroses, dan memutuskan pengaduan pelanggaran Kode Etik Dosen dan Kode Etik Mahasiswa.

Kode Etik Dosen, Kode Etik Tenaga kependidikan, dan Kode Etik Mahasiswa sebagaimana umumnya subtansi dari suatu Kode Etik, dirumuskan hal-hal subtantif terkait dengan tiga permasalahan pokok etika profesi yaitu kewajiban dan hak, jenis tindakan pelanggaran, dan sanksi.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan ketentuan Kode Etik dari UINSA Surabaya tersebut? Apakah Kode Etik yang dimiliki UINSA Surabaya memiliki keabsahan dari aspek norma hukum?

Sesuai dengan syarat pembentukan aturan atau kode etik, bahwa: Pertama, suatu kode etik harus dibuat oleh kelompok masyarakat tertentu dan disepakati oleh para anggota profesi (komunitas). Kedua, bahwa kode etik dibentuk berdasarkan ketentuan kode etik yang lebih tinggi. Ketiga, bahwa kodwe etik mengatur hal-hal subtantif terkait dengan hak dan kewajiba, larangan/pelanggaran, dan sanksi.

Seusai dengan ketentuan pembentukan aturan, maka suatu kode etik hanya berlaku jika dibentuk berdasarkan ketentuan kode etik yang lebih tinggi. Ketentuan ini berlaku untuk Kode Etik UINSA Surabaya: Pertama, Kode Etik UNISA Surabaya dibentuk berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan hukum yang lebih tinggi seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan dan juga Keputusan Menteri dalam hal ini adaklah Menteri Agama. Kedua, Kode Etik UNISA Surabaya dibentuk oleh kelompok masyarakat tertentu dan disepakati dalam hal ini adalah sivitas akademik UINSA Surabaya sendiri. Ketiga, Kode Etik UINSA Surabaya memuat hal-hal subtantif seperti hak-kewajiban profesi, larangan/pelanggaran, dan sanksi. Sanksi dimaksud meliputi sanksi dari tingkat ringan sampai berat sesuai dengan jenis dan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh sivitas akademika.

Dengan demikian jelaslah, bahwa Kode Etik UINSA Surabaya tersebut memiliki legitimasi akademik sekaligus norma hukum yang absah, sehingga keberlakuannya tidak lagi untuk diperdebatkan. Sekarang tinggal bagaimana sivitas akdemika UINSA Surabaya mampu menjunjung tinggi dan menghormati Kode Etik yang sudah dibentuknya tersebut sebagai way of life.

Prof. Dr. Titik Triwulan Tutik, M.H.
Guru Besar UINSA Surabaya/Sekretaris Komisi Etik UINSA Surabaya