Column
Oleh: Wahyu Ilaihi, MA.
Dosen FDK UINSA Surabaya

Dalam dunia digital dan mendapatkan informasi WhatsApp (WA) merupakan sarana komunikasi yang paling popular dalam kehidupan sehari. WA ini menjadi alat untuk sharing informasi keagamaan, melestarikan budaya lokal, dan mendukung kegiatan sosial. Mereka memanfaatkan grup WA untuk diskusi spiritual keagamaan, berbagi video keagamaan, serta menjaga tradisi budaya. Dengan aktivitas tersebut menjadikan platform kelompok WA sebagai ruang kolektif yang memperkuat identitas keagamaan dan budaya mereka.

Dalam perkembangannya tren tersebut tidak memandang kelompok manapun termasuk kelompok perempuan purnatugas. Kelompok ini termasuk kelompok yang kadang luput dari perhatian karena selama ini yang banyak di mendapat perhatian adalah generasi produktif atau generasi muda. Hal ini tidaklah berlebihan karena image digital adalah image yang melekat pada generasi muda. Untuk itu pentingnya kesadaran akan pentingnya literasi digital bagi kelompok perempuan purna tugas, di mana mereka belajar menyaring informasi, menjaga privasi, dan bahkan terlibat dalam kegiatan ekonomi melalui usaha kecil. Dengan demikian diharapkan menunjukkan adaptasi yang kuat terhadap teknologi, menjadikan mereka lebih mandiri dan aktif dalam komunitas digital. Untuk itu fokus dalam pendampingan ini adalah pada Kelompok Purnatugas Perum Rewwin, Waru Sidoarjo.

Kelompok purnatugas selama ini di digambarkan sebagai kelompok yang pasif dalam bermedia digital. Anggapan tersebut sudah mengalami pergeseran, dimana perkembangan teknologi digital secara drastis mengubah cara perempuan purna tugas di komplek perumahan Rewwin berinteraksi, terutama dalam konteks agama dan budaya. Dalam hal ini WhatsApp (WA) menjadi media utama yang mereka gunakan untuk mendapatkan berbagi informasi, memperkuat nilai-nilai religius, dan mempertahankan tradisi budaya. Namun, keterbatasan literasi digital membuat mereka rentan terhadap penyebaran misinformasi dan hoaks, terutama terkait dengan ajaran agama dan adat budaya.

Pendampingan literasi digital adalah Asset-Based Community Development (ABCD). Focus pendekatan adalah pemberdayaan komunitas purna tugas komplek perumahan dengan memanfaatkan aset-aset yang sudah ada, seperti pengalaman keagamaan, pengetahuan budaya, dan jaringan sosial di grup WA. Dengan demikian, perempuan purna tugas di komplek perumahan dapat diberdayakan melalui potensi yang mereka miliki dengan gabungan aset-aset yang ada untuk meningkatkan keterampilan digital mereka. Pendampingan literasi digital berbasis ABCD tidak hanya bertujuan meningkatkan keterampilan secara teknis mereka, namun juga memperkuat kemampuan kritis dalam menyaring informasi, menjaga privasi, serta memanfaatkan teknologi secara etis dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan kolaborasi dan dukungan antar anggota komunitas, mereka dapat memahami bagaimana teknologi dapat digunakan untuk memperkuat praktik keagamaan dan budaya tanpa kehilangan esensinya.

Pendampingan literasi digital komunitas purnatugas ditemukan beberapa aset yang terdiri dari aset fisik digital dan non-fisik digital yang secara komprehensif saling mendukung dan memperkuat. Adapun aset fisik digital mencakup smartphone (mayoritas yang ditemukan), laptop, modem, router, dan akses internet yang baik yang ampu untuk terkoneksi dalam memfasilitasi komunikasi dan partisipasi dalam ruang digital. Sedangkan, aset non-fisik digital dalam komunitas tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan atau skill digital, jaringan sosial online, akses secara informasi dan identitas digital. Melalui kombinasi dari kedua aset tersebut telah menjadikan komunitas perempuan purna tugas dalam berinteraksi secara efektif, meningkatkan literasi digital, dan memperkuat identitas keagamaan dan budaya komunitas tersebut.

Pendampingan literasi digital berbasis ABCD pada kalangan perempuan purna tugas dimulai dengan mengidentifikasi aset komunitas, seperti pengalaman keagamaan dan pengetahuan budaya yang sudah ada, untuk membangun program yang kuat dan relevan. Setelah itu juga, dilakukan pelatihan keterampilan digital dan bermedia, termasuk menyaring informasi dan menjaga privasi dan keselamatan, yang mendorong kolaborasi antar anggota komunitas di Grup WA tersebut. Melalui kegiatan literasi digital komunitas perempuan purna tugas tidak hanya meningkatkan literasi digital mereka, tetapi juga berpotensi menjadi agen dalam perubahan yang dapat mentransfer keterampilan mereka secara digital serta menjaga integritas nilai-nilai keagamaan dan budaya. Hal yang lain adalah kegiatan literacy digital ini juga mengembangkan etika digital dan pentingnya menjaga keseimbangan antara adaptasi teknologi dan nilai-nilai religius serta budaya yang establish yang memungkinkan mereka dapat beradaptasi dengan perubahan sekaligus mempertahankan identitas keagamaan dan budaya yang kuat.

Hasil dari pendampingan literasi digital berbasis ABCD pada komunitas perempuan purna tugas di komplek perempuan mencakup peningkatan keterampilan digital, seperti kemampuan menyaring informasi, menjaga privasi, dan menggunakan teknologi secara etis dan bijaksana. Hasil lainnya adalah memperkuat jaringan sosial dan kolaborasi dalam komunitas, meningkatkan kepercayaan diri dalam berpartisipasi dalam diskusi keagamaan dan budaya di platform digital.

(Article ini merupakan ghasi penelitian Pengabdian Masyarakat UIN Sunan Ampel Surabaya)