Al-Qur’an menjelaskan bahwa kesombongan yang bersemayam pada hati seorang hamba akan mengantarkan pada kehancuran. Kesombongan akan memandu hatinya untuk memilih jalan pikirannya sendiri, sehingga terjerumus dalam kesesatan. Ketika melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, bukannya tersadarkan atau terpandu tetapi justru membangkitkan sikap angkuh dan kemudian memutuskan untuk menolak kebenaran. Fir’aun merupakan contoh manusia sombong dimana ketika datang berbagai bukti kebenaran, yang dibawa Nabi Musa, justru menampakkan keangkuhannya. Jalan kesesatan yang dia pilih menjerumuskan dirinya sehingga terperosok dalam kehancuran.
Menolak Kebenaran
Kesombongan yang dipertontonkan seorang hamba bukannya membuat kedudukannya kokoh tetapi justru mengarahakan dirinya kepada kehancuran. Ketika datang kebenaran, jiwa yang sombong tidak mampu mencerna dengan baik, sehingga membiarkannya berlalu. Hal ini karena tertutupi oleh keangkuhannya. Allah pun memalingkan jiwa yang sombong ketika datang bukti kebenaran. Mereka pun sulit menggunakan nalarnya, dan sikapnya berat untuk menempuh jalan kebenaran. Mereka justru mendapatkan celah kesesatan, dan condong untuk mengikutinya. Hal ini digambarkan Al-Qur’an dengan baik sebagaimana firman-Nya :
سَأَصۡرِفُ عَنۡ ءَايَٰتِيَ ٱلَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَإِن يَرَوۡاْ كُلَّ ءَايَةٖ لَّا يُؤۡمِنُواْ بِهَا وَإِن يَرَوۡاْ سَبِيلَ ٱلرُّشۡدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلٗا وَإِن يَرَوۡاْ سَبِيلَ ٱلۡغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلٗا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَا وَكَانُواْ عَنۡهَا غَٰفِلِينَ
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi, tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai darinya. (QS. Al-‘A`rāf :146)
Para pelaku homoseksual bisa dijadikan contoh bahwa perilakunya menyimpang dan menjijikkan. Namun mereka mendang perbuatan menyukai sesama jenis merupakan puncak kebahagiaan dan mendatangkan kesenangan. Perjudian diketahui sangat merugikan bagi kehidupan pelaku dan keluarganya. Uangnya bakal habis, keluarga tak terutus, dan bisa jadi anaknya tak dapat nafkah. Namun ketika mendapat nasehat untuk meninggalkannya, bukannya sadar tetapi justru marah dan mempertontonkan kesombongan.
Contoh yang sering dipaparkan Al-Qur’an adalah Fir’aun. Sudah didatangkan oleh Nabi Musa berbagai bukti kebenaran berupa tongkat berubah jadi ular, sinar putih dari tangannya, hingga musibah didatangkan kutu, belalang, katak dan darah. Bukannya beriman, tetapi justru muncul kesombongan dan melawan balik serta ingin membunuh Nabi Musa dan pengikutnya.
Menunggu Adzab
Perilaku sombong bukan hanya menutup mata atas kebenaran tetapi tidak peduli resiko yang akan dihadapinya. Al-Qur’an menjelaskan bahwa penjelasan dan keterangan yang diberikan oleh para nabi dan rasul tidak membuat mereka terbuka mata dan lapang hatinya. Bahkan kesombongannya semakin terbuka. Akal dan rasionya dipergunakan untuk membenarkan keangkuhannya. Sehingga kebinasaan sekali pun dipilih daripada menerima kebenaran. Apa yang dialami Abu Jahal bisa dijadikan contoh dimana berbagai bukti kebenaran di depan mata, namun tidak membuatnya sadar. Kesadaran itu muncul ancaman berupa siksa atau adzab yang ada di depan mata. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَلَوۡ جَآءَتۡهُمۡ كُلُّ ءَايَةٍ حَتَّىٰ يَرَوُاْ ٱلۡعَذَابَ ٱلۡأَلِيمَ
meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (QS. Yūnus :97)
Akhir kesombongan adalah kehancuran. Kehancuran tidak bisa dielakkan karena ia datang dari Yang Maha Menghancurkan (Allah). Berbagai properti kekuasaan seperti harta, keluarga, pengikut, fasilitas, dan berbagai perangkat lainnya yang selama ini membuatnya sombong tidak berguna lagi.
Al-Qur’an memaparkan bahwa sejarah kesombongan telah dipertontonkan oleh masyarakat Quraisy. Mereka menolak kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad. Berbagai bukti diperlihatkan, seperti terbelahnya bulan, peristiwa Isra’ Mi’raj dan lain-lain. Bukannya sadar, mereka justru menunjukkan sikap acuh tak acuh dan pongah. Bahkan mereka mengeluarkan kata-kata menyakitkan dengan menuduh nabi sebagai tukang sihir. Menuduh tukang sihir kepada para nabi dan rasul merupakan salah satu cara untuk menolak kebenaran. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَإِن يَرَوۡاْ ءَايَةٗ يُعۡرِضُواْ وَيَقُولُواْ سِحۡرٞ مُّسۡتَمِرّٞ
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus”. (QS. Al-Qamar : 2)
Nabi dan rasul sudah mengatakan dengan jujur bahwa dirinya datang diutus oleh Allah. Bukan datang dengan keinginan diri sendiri. Sementara bukti-bukti sebagai utusan pun sudah ditunjukkan. Utusan Allah juga secara meyakinkan menyatakan bahwa bukti-bukti kebenaran (mukjizat) datang dari Allah. Orang-orang yang hatinya ada kesombongan, bukannya yakin dan percaya, tetapi justru menuduh balik sebagai tukang sihir.
Akar penolakan terhadap kebenaran adalah kesombongan yang tertanam. Hal inilah yang membuat petunjuk sulit diterima, dan lebih memilih jalan kesesatan. Oleh karenanya, satu-satu jalan untuk menghentikan kesombongan adalah mendatangkan adzab setelah berbagai penjelasan dan keterangan sudah tidak dianggap lagi.
Surabaya, 30 September 2024
[Dr. Slamet Muliono Redjosari; Dosen Fakultas Ushluddin dan Filsafat]