Articles

Dr. Muhammad Fahmi, M,Hum, M.Pd

Kaprodi Magister Pendidikan Agama Islam UINSA; Petugas Haji Ketua Kloter Sub-15

Jamaah Haji Tahun 2025 M/1446 H sebagian besar sudah kembali ke tanah air, Sebagian yang lain sudah bergeser dari Makkah ke Madinah. Ada yang beda antara pengelolaan haji Indonesia tahun sekarang dengan tahun sebelumnya di Arab Saudi. Jika tahun-tahun sebelumnya penanganan jamaah haji Indonesia dikelola oleh satu syarikah, pada tahun ini dikelola delapan syarikah. Perbedaan ini berdampak pada pengaturan tempat tinggal jamaah terutama di Makkah, dimana jamaah haji Indonesia satu kloter tersebar di banyak sektor dan lebih dari satu hotel.

Ketika jamaah satu kloter tersebar tempat tinggalnya di beberapa hotel, maka jamaah yang sejak di Indonesia sudah didesain kumpul antara orang tua dan anak, istri dan suami, lansia dan pendamping, di Makkah bisa terpencar ke beberapa hotel. Hal ini tentu berdampak pada psikis dan fisik para jamaah. Psikis (batin) para jamaah menjadi resah karena tidak kumpul dengan orang-orang yang seharusnya berkumpul di satu hotel. Mereka yang tidak kumpul dalam satu hotel kemudian tertuntut untuk saling berkunjung ke hotel tempat orang yang seharusnya didampingi, jika tidak bisa dilakukan penggabungan.

Kondisi tinggal di beda hotel membuat energi fisik menjadi semakin dikeluarkan, dan ini berdampak pada kelelahan. Dengan kata lain, jamaah, juga petugas, semakin lelah dengan realitas beda syarikah yang berdampak pada beda hotel, padahal mereka satu kloter. Artinya kelelahan fisik atau “lahir“ jamaah haji Indonesia tahun ini semakin meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Belum lagi, ketika pergerakan ke Armuzna (Arofah, Muzdalifah, Mina), kelelahan fisik jamaah semakin terasakan ketika tenda di arofah tidak bisa memuat seluruh jamaah, sehingga sebagian ada yang tidur di luar tenda beralas karpet. Kemudian pergerakan jamaah dari Muzdalifah ke Mina, sebagian jamaah berjalan kaki dengan jarak yang berkisar antara 7 sampai 9 KM karena bus penjemput dari syarikah tidak dapat masuk ke tempat penjemputan akibat terhalang oleh kerumunan jamaah.

Pada saat tiba di Mina, sebagian jamaah yang datang belakangan juga tidak kebagian tempat di tenda karena overload (tenda tidak dapat menampung semua jamaah), karena penyediaan “bed“ di tenda tidak sebanding dengan jumlah jamaah di manifest. Sehingga tidak sedikit jamaah yang istirahat di lorong-lorong antar tenda. Semua ini menambah kelelahan fisik bagi para jamaah. Ditambah lagi saat perjalanan berangkat dan pulang dari dan ke tenda Mina-Jamarat untuk melempar Jumrah, dengan jarak sekitar 5 KM (x 2) melewati terowongan Mina dengan berjalan kaki, menambah kondisi kelelahan fisik pada setiap jamaah.

Meski demikian, kelelahan fisik yang dialami oleh jamaah terobati dengan kepuasan batin yang dirasakan setelah semua rangkaian ibadah haji (wajib dan rukunnya) terlampaui dengan baik. Para jamaah hampir tidak ada yang menyesal karena telah menunaikan ibadah haji meski kelelahan fisik mereka alami dengan bertubi-tubi. Semua terobati dengan kepuasan batiniyah karena telah diizinkan Allah SWT untuk dapat menunaikan ibadah haji.

Ibadah haji yang merupakan rukun Islam ke-5 dalam ajaran Islam menjadi impian banyak orang Islam. Kewajiban menunaikan ibadah haji tidak mesti dapat dipenuhi semua umat Islam, karena tidak semua umat Islam memiliki kemampuan (istitha’ah) fisik (Kesehatan) dan biaya dalam menunaikannya. Oleh karena itu, mereka umat Islam yang berhasil melaksanakan ibadah haji dengan kondisi istitha’ah-nya tentu perlu disyukuri dan hal itu memberikan kepuasan batin (spiritual) tersendiri. Keberhasilan menunaikan ibadah haji tidak lepas dari karunia Allah SWT.

Hidup memang perlu didasari dengan penuh syukur atas karunia yang diberikan Allah dan sabar atas ujian yang ada. Dalam sebuah hadith, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya” (HR. Muslim).

Kepuasan batin telah melampaui kelelahan lahir bagi jamaah yang telah menunaikan ibadah haji. Karena para jamaah sadar, mereka berhaji karena izin Allah dan memenuhi panggilan Allah, dan secara normatif mereka menajalankan semuanya karena Allah. Semua itu telah disyukuri oleh para jamaah haji. Dengan modal syukur atas keberhasilan menunaikan ibadah haji, dan tetap sabar atas kondisi yang di luar harapan, serta ikhlas dalam menjalani semuanya, para jamaah haji telah mendapatkan kepuasan batin.

Begitu juga dengan bekerja sebagai profesi apapun dan di manapun, termasuk di UIN Sunan Ampel Surabaya. Jika bekerja dilakukan karena Allah SWT, pasti akan dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan penuh dengan kepuasan batin. Meski mungkin dalam bekerja kita mengalami kelelahan fisik, namun, ketika kita laksanakan karena Allah, maka akan menghasilkan kepuasan batin, dan kepuasan batin tersebut akan menjadi obat bagi kelehan fisik.

Di sinilah urgensi melakukan semua hal dengan dasar niat karena Allah SWT. Konsep ini biasa kita kenal dengan ajaran “ikhlas“, berbuat karena rahmat dan ridla Allah SWT. Ikhlas akan melahirkan kepuasan batin, dan kepuasan batin akan melampaui dan mengobati kelelahan fisik. Ketika kelelahan fisik terobati, maka penyakit relatif akan dapat dihindari. Mengingat, banyak penyakit yang ditimbulkan karena kelelahan fisik yang tidak terobati dengan kepuasan batin, karena kurang ikhlas dalam menunaikan pekerjaannya.