Ilmuan papan atas di bidang biologi, Sam Harris, sering mengungkap bahwa ajaran Islam bertanggungjawab atas masalah sosial di Barat. Terorisme, menurut Harris, adalah produk nyata dari ajaran Islam (Harris, 2004). Publik Barat selalu menggeneralisir Islam melalui lanskap kekerasan, dan bias ini disebarkan oleh media sehingga wajah Islam terbekukan dalam nuansa bengis.
Dalam konteks serba bias di atas, gerakan Fethullah Gulen menempati posisi strategis sebagai kontra narasi. Sebagai cendekiawan besar Turki yang kini hidup di Amerika akibat persoalan politik, Gulen dapat memahami berbagai bias terhadap Islam. “Senjata prinsipil yang dibutuhkan untuk melawan Islamophobia,” kata Gregory Baum—seorang pengikut Gulen—”adalah pendidikan.” Pada dasarnya, Gaum hanya meneruskan gagasan Gulen yang telah lama bergerak dari bawah di bidang pendidikan (Peter Barnes and Gregory Baum, 2016).
Ketika melihat berbagai dampak modernisasi di Turki, tahun 1970 Gulen mulai aktif bergeriliya intelektual pada level akar rumput (Ali Unal, 2000). Meski ia sempat ditahan karena pergolakan politik, konsep pendidikan Gulen berdampak luas. Melalui ceramah yang tersebar melalui radio, rekaman suara, maupun ceramah langsung, Gulen menegaskan bahwa sebagai masyarakat beriman, publik Turki harus terlibat menerapkan nilai keagamaan dalam ruang publik (Fethullah Gulen, 2011). Dengan kata lain, menjaga produktivitas kehidupan sekular di satu sisi, dan memperdalam aspek spiritual pada sisi lain.
Saat itu, modernisasi Turki yang terus merangkak menuju sekularisasi, telah memudarkan nilai spiritualitas masyarakat. Pesan Gulen seolah menjadi oase bagi publik yang kental dengan kehidupan beragama: bahwa agama harus berkontribusi nyata bagi kehidupan sosial. Ia juga menyebarkan gerakan untuk mendirikan sekolah swadaya yang mengakomodasi pandangan moderat.
Masyarkat Turki tergerak oleh keseimbangan ceramah Gulen. Mereka merasa semua kepentingan dapat dijalankan beriringan. Karena itu, tidak butuh waktu lama untuk muncul gerakan hizmet, gerakan pelayanan yang terafilisasi kepada Gulen (Syafii Maarif, 2012). Gerakan ini adalah bentuk nyata kepedulian pengikut Gulen pada ruang sosial tempat mereka hidup.
Gerakan hizmet yang bergerak pada bidang pendidikan moderat, menerjemahkan visi mereka dengan dialog antaraagama. Gulen dan para pengikutnya mengeksplorasi kehidupan sosial dan kultural Turki dan menghadirkan wajah Islam yang ramah, sehingga terjadi win-win solution menghadapi berbagai tegangan masyarakat. Sama dengan gerakan pendidikan, upaya dialog antaragama ini juga segera menyebar di Turki. Gerakan pendidikan ini pun meluas menjadi gerakan sosial.
Belakangan, beberapa pengikut Gulen merumuskan prinsip sistem pendidikan yang mereka gagas, antara lain membangun siswa dari gagasan, ide, dan persona; membangun sekolah dari komprehensi pembelajaran; dan sekolah harus bisa mengubah siswa menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan prinisp tersebut, guru menjadi ujung tombak. Mereka harus mengajarkan murid bukan hanya berdasarkan pelajaran, tetapi tindaka positif pada setiap momentum. Gulen juga mengajarkan nilai moral hubungan guru-murid (Peter Barnes and Gregory Baum, 2016).
Penduduk Turki telah menyebarkan gerakan ini di berbagai belahan dunia, termasuk negara Eropa dan Amerika. Buah dari gerakan ini adalah promosi terhadap toleransi, menghormati keragaman agama, dan membangun persaudaraan antara komunitas agama. berbagai kajian mutaakhir telah menunjukkan bahwa, hingga hari ini, gerakan hizmet terus berdampak positif. Dengan kata lian, Gulen telah berhasil membawa dampak bagi wajah moderat Islam.
Menurut Gregory Baum, Gulen telah berhasil menunjukkan daya adaptasi Islam dengan kehidupan modern (Peter Barnes and Gregory Baum, 2016). Karena itu, gerakan Islamophobia seharusnya memperhituangkan Gulen dan seluruh pengikutnya. Dalam hal ini, Sam Harris tampak luput melihat hizmet Gulen dan seluruh gagasan positif yang dibawa. [Dr. Hj. Khoirul Umami, M.Ag. | Dosen, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat]