Articles

Dalam perkembangan kajian keislaman mutakhir di Indonesia, khususnya di Jawa, terdapat tiga mazhab keilmuan di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia, yaitu mazhab Jakarta (UIN Jakarta), Mazhab Yogya (UIN Yogyakarta), dan Mazhab Malang (UIN Malang), yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Azyumardi Azra, M. Amin Abdullah, dan Imam Suprayogo. Namun, sering kali Islam “mazhab Surabaya” terlupakan. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi tokoh-tokoh sentral di UIN Sunan Ampel yang dapat menjadi panutan dan inspirasi bagi mahasiswa dan stakeholder kampus dalam pengembangan ilmu dan peradaban.

Setiap “mazhab keislaman” di atas biasanya berpusat pada rektor sebagai garda terdepan dalam mengarahkan pemikiran dan pengelolaan kampus. Hal ini juga berlaku untuk UIN Sunan Ampel Surabaya. Sejak berubah dari IAIN menjadi UIN, UINSA mendasarkan perubahan tersebut dalam paradigma keilmuan “menara kembar tersambung” (twin towers). Artinya, UINSA berusaha membangun paradigma islamisasi nalar dan mengintegrasikannya dengan keilmuan lain, sehingga ilmu-ilmu keislaman, sosial-humaniora, sains, dan teknologi saling melengkapi.

Kontribusi Program Doktor UIN Sunan Ampel Surabaya

Dalam konteks dinamika dan perkembangan studi Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya, pendirian Pascasarjana memiliki tujuan utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman. Ada tujuh prinsip dasar yang membentuk landasan pemikiran pendirian Pascasarjana:

  1. Pascasarjana harus bersifat multy-entry, memungkinkan mahasiswa program doktor berasal dari berbagai latar belakang studi keislaman dan sosial-humaniora.
  2. Pascasarjana adalah komunitas yang merangkul kesetaraan, di mana semua peserta, termasuk profesor, memiliki status dan kedudukan yang sama sebagai mitra dalam proses belajar mengajar.
  3. Pascasarjana mendorong “berpikir tentang Islam dan umat Islam,” menjaga jarak antara subjek penelitian dan peneliti untuk menghindari sikap bias.
  4. Studi Islam harus didasarkan pada pemahaman yang bersifat normatif, empiris, dan kontekstual.
  5. Studi Islam perlu memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat agar tidak tertinggal dari perkembangan umum.
  6. Pascasarjana harus menghargai pentingnya kesatuan ilmu pengetahuan, melihat model atau pendekatan studi Islam sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
  7. Studi Islam harus menempatkan Islam dan umat Islam sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, melalui jaringan kerja yang kuat dengan perkembangan ilmu lainnya dan perkembangan umat manusia secara umum.

Tiga Kekhasan Islam “Mazhab Surabaya”

Dalam konteks disertasi di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, belum ada karya ilmiah yang secara komprehensif membahas karakteristik dan tipologi studi Islam dari doktor yang diwisuda antara tahun 2004 hingga 2019. Oleh karena itu, urgensi studi Islam dalam konteks penelitian disertasi Pascasarjana UIN Sunan Ampel adalah mendalami kontribusi para alumni yang mengkontekstualisasikan penelitian keislaman dengan isu terkini dan mengikuti perkembangan dinamika sosial.

Dalam kurun waktu tersebut, UIN Sunan Ampel telah menghasilkan sekitar 455 disertasi dengan diversitas topik yang mencolok. Pemetaan terperinci dari disertasi tersebut menjadi langkah penting untuk memahami tren penelitian keislaman di Indonesia, khususnya di lingkungan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Tiga kekhasan disertasi Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya melibatkan:

  1. Fokus pada kajian field research atau pengayaan perspektif ilmu-ilmu sosial dan humaniora pada kajian teks-teks keagamaan.
  2. Penguatan pengetahuan mendalam dalam bidang ‘Ulūm al-Dīn (studi tentang al-Qur’an, Hadis, Fikih, dan Kalam), ilmu sosial, serta humaniora.
  3. Kajian dalam disertasi mencerminkan kekayaan dan keberagaman kajian keislaman di Jawa Timur, yang melibatkan aspek budaya, pendidikan agama, tradisi, dan toleransi.

Dalam konteks arus disertasi mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, setidaknya walaupun tidak secara keseluruhan, ada lima dimensi kajian yang mencerminkan kekayaan budaya dan keislaman di Jawa Timur:

  1. Fokus pada Warisan Budaya Islam, mengingat sejarah panjang penyebaran agama Islam di Jawa Timur.
  2. Perhatian khusus pada Pesantren Tradisional sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang memegang peran vital dalam pengembangan keilmuan Islam.
  3. Eksplorasi budaya keagamaan yang mendalam terhadap tradisi keagamaan dan identitas kultural.
  4. Kajian tentang Tradisi Ulama dan Pusat Kajian Islam, menyoroti kontribusi ulama terkenal dan peran pusat kajian Islam dalam pengembangan ilmu keislaman yang moderat.
  5. Penekanan pada Toleransi Antar-agama, mencerminkan tingkat toleransi yang tinggi di Jawa Timur meskipun mayoritas penduduk beragama Islam.
  6. Secara keseluruhan, disertasi ini membawa pembaca dalam perjalanan mendalam untuk memahami keberagaman budaya, sejarah keislaman, dan keseimbangan harmoni antar-agama yang mencirikan Jawa Timur.

Mewujudkan UINSA-isme

Setiap rektor tidak hanya memimpin sebuah kampus, tetapi juga mewariskan dan mengarusutamakan pemikirannya sebagai fondasi dalam mengarahkan pengembangan kampus. Sebagai pemimpin intelektual, rektor menciptakan jejak keilmuan yang membentuk identitas institusi. Melalui kebijakan, visi, dan orientasi strategisnya, rektor membimbing kampus untuk tetap relevan, inovatif, dan selaras dengan perkembangan zaman. Pemikiran rektor menjadi warisan berharga yang diteruskan kepada seluruh komunitas akademis, menjadi cahaya pemandu dalam mencapai keunggulan akademik dan keberlanjutan institusi. Sehingga, kepemimpinan rektor bukan hanya sebuah tugas, tetapi sebuah legacy keilmuan yang mengilhami dan memberdayakan generasi mendatang.

Terinspirasi oleh ketokohan Harun Nasution (IAIN/UIN Jakarta), yang kemudian oleh beberapa kalangan diakui sebagai sebuah “ideologi” yang disebut Harunisme, diikuti oleh generasi Azyumardi Azra yang melahirkan Azra-isme; dan Mukti Ali (IAIN/UIN Yogyakarta) dengan seluruh kontribusinya seolah-olah menciptakan Mukti-isme, yang berlanjut pada generasi M. Amin Abdullah yang melahirkan Amin-isme, demikian pula halnya dengan para rektor UIN Sunan Ampel Surabaya. ChatGPT Jika boleh menyampaikan, setiap kepemimpinan di IAIN/UIN Sunan Ampel Surabaya selalu menciptakan pemikiran dan kepemimpinan yang unik dan luar biasa. Dari lima kepemimpinan terakhir, dimulai dari Prof. M. Ridlwan Nasir, MA., Prof. Dr. Nursyam, M.Si, Prof. Dr. Abd A’la, M.Ag., Prof. Masdar Hilmy, MA., PhD., hingga Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil., Ph.D, semuanya mewariskan ciri khasnya di kampus. Meskipun setiap pemimpin memiliki -isme-nya yang unik-khas, namun semua -isme tersebut dapat diintegrasikan menjadi satu ideologi bersama, yang saya sebut sebagai UINSA-isme. [Mukhammad Zamzami – Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filasafat]