Column

AL QUR’AN UNTUK PENYEMBUHAN FISIK?

Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya

 

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا

Dan Kami turunkan dari Al Qur’an, sesuatu yang menjadi obat (syifa’), dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al Qur’an itu tidaklah menambah orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra’ [17]: 82)

Artikel ini saya tulis untuk memberi jawaban pertanyaan seorang dokter cerdas dan saleh di sebuah rumah sakit, sekaligus dosen di perguruan tinggi. Ia percaya sepenuhnya Al Qur’an sebagai obat penyakit hati, misalnya tamak, dendam, dan sebagainya. Tapi, ia meragukan potensi Al Qur’an untuk pengobatan fisik.

Ada enam ayat Al Qur’an yang mengandung kata yasyfi, yasyfiin, yang artinya mengobati. Juga kata syifa’ yang artinya obat. Semua kata itu terdapat dalam (1) QS. At Taubah [9]: 14), (2) QS. Yunus [10]: 57-58), (3) QS. An Nahl [16]: 69, (4) QS. Al Isra’ [17]: 82, (5) QS. As Syu’ara [26]: 80, dan (6) QS. Fusshilat [41]: 44). Baiklah, saya kutipkan satu saja di antaranya, yaitu QS. Al Isra’ [17]: 82,

Dalam menafsirkan kata syifa (obat) pada ayat ini, ulama ahli tafsir sepakat bulat, Al Qur’an berfungsi sebagai obat penyakit hati, yaitu tamak, rakus, dendam, marah, dan sebagainya. Tapi, tentang fungsi Al Qur’an sebagai obat untuk penyakit fisik, mereka berselisih. Sebagian setuju dan sebagian lainnya menolak. Ulama di kalangan Nahdhatul Ulama (NU) mempercayainya, tanpa mengesampingkan keharusan pengobatan medis. Ulama-ulama besar, bahkan menjadi rujukan ulama-ulama non-NU, termasuk para ulama di Saudi Arabia juga mempercayai fungsi Al Qur’an untuk pengobatan fisik itu. Antara lain, Syekh Ibnu Taimiyah, Syekh Ibnul Qayyim Al Jauzi, dan Syekh Abdul Aziz bin Baz. Mereka juga mempraktikannya untuk pengobatan sendiri dan orang lain.

Para ulama yang setuju berargumen, bahwa Nabi SAW pernah memberi apresiasi rombongan sahabat yang menyembuhkan kepala suku di sebuah wilayah dengan membacakan surat Al Fatihah. Nabi SAW tampak bangga mendengar laporan mereka, dan mempersilakan menyembelih kambing, hadiah dari kepala suku itu untuk dimakan bersama. (HR. Al Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudriyi r.a).

Bapak Mohammad Fathullah sudah benar, mengimani potensi Al Qur’an untuk pengobatan hati. Tapi, menurut saya, sebaiknya Bapak juga mempercayai potensi Al Qur’an untuk pengobatan fisik, meskipun Bapak tidak bisa menjelaskannya secara ilmiah. Toh, Bapak juga telah mengimani beberapa ayat Qur’an, yang sampai sekarang tak satu pun ilmuwan bisa menjelaskannya secara ilmiah. Misalnya, surga dan neraka, perjalanan Nabi ke langit dalam Isra’ Mi’raj, terbelahnya laut atas mukijzat Nabi Musa, a.s, dan sebagainya. Ya, itulah suatu mukjizat. Dan, Al Qur’an yang berpotensi untuk pengobatan fisik, juga bisa diyakini sebagai mukjizat lainnya dari Nabi melalui Al Qur’an. Tidak semua keimanan harus berdasar pembuktian ilmiah. Oleh sebab itu, pada ayat-ayat pertama Al Qur’an, Allah menyatakan, kitab suci ini tidak mengadung keraguan, dan hanya bermanfaat bagi orang yang mempercayainya.  Kepercayaan atau cara beragama seperti ini berlaku pada semua agama, tidak hanya Islam. Semua agama memiliki dua dogma yang rasional dan supra rasional; atau yang terjangkau oleh akal dan tak terjangkau.

Bagi seorang muslim, mempercayai potensi Al Qur’an untuk pengobatan secara fisik lebih menguntungkan secara teologis, sosiologis, dan akademis. Secara teologis, ia terbebas dari status murtad (keluar dari Islam), akibat tidak mempercayai salah satu ayat Al Qur’an. Secara sosiologis, ia tidak berbenturan, minimal tidak menyinggung perasaan mayoritas muslim yang mempercayai potensi Al Qur’an sebagai obat fisik. Secara akademis, ia semakin terangsang untuk melakukan penelitian ilmiah, sebagaimana telah dilakukan beberapa ilmuwan lainnya. Sebagian mereka berhasil menjelaskannya secara ilmiah, meskipun belum maksimal.

Bismillah, lanjutkan pengabdian mulia Bapak untuk pengobatan secara medis, dan sertailah dengan ayat Al Qur’an, minimal basmalah. Dengan cara itu, Bapak telah memadukan kekuatan langit dan bumi, kekuatan nalar dan spiritual. Insya-Allah, Allah senang, dan pasien pun senang, bahkan tersugesti. Wallahu a’lam. (Surabaya, 2-4-2022)