Column

5.17 IDENTITAS MUSLIM BERKUALITAS

Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya


لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلٰـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰٓئِکَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ  وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ ۙ  وَالسَّآئِلِيْنَ وَفِى الرِّقَابِ ۚ  وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّکٰوةَ   ۚ  وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عٰهَدُوْا  ۚ  وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِ ۗ  اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا  ۗ  وَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemiskinan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)

Ayat ini ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani yang mengecam Nabi karena berpindah kiblat shalatnya dari Baitul Maqdis ke Baitullah atau Ka’bah di Masjidil Haram, sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya. Bisa juga ayat ini ditujukan kepada orang-orang Islam yang saat itu merasa puas telah berpindah kiblat ke Masjidil Haram, sesuai yang mereka harapkan.

Ayat ini menjelaskan, bahwa perbuatan baik tidaklah ditentukan sekadar ibadah dengan menghadap ke Baitul Maqdis di timur atau ke ka’bah di Masjidil Haram di barat. Tidaklah cukup hanya dengan ziarah ke kedua masjid itu. Ka’bah dijadikan kiblat shalat hanya untuk media penyatuan visi umat Islam sedunia. Allah dan para malaikat di langit amat senang melihat muslim sedunia rukuk dan sujud bersama menghadap satu arah, yaitu Masjidil Haram.

Menurut ayat ini, ukuran kemuliaan seseorang ditentukan oleh 17 (tujuh belas) kebaikan, yaitu (1) iman kepada Allah (2) iman kepada hari akhirat, hari pembalasan (3) iman kepada para malaikat (4) iman kepada Al Qur’an dan semua kitab sebelumnya yang dijelaskan di dalamnya, (5) iman kepada para Nabi, (6) memberikan harta yang dicintai kepada keluarga terdekat, (7) kepada anak yatim, (8) kepada orang miskin, (9) kepada musafir yang kehabisan biaya perjalanan, (10) kepada para peminta, (11) serta infak untuk membebaskan perbudakan dan orang-orang yang tertindas, (12) menjalankan shalat, (13) membayar zakat, (14) konsisten pada janji kepada Allah dan manusia, (15) sabar dan tegar menghadapi kesulitan ekonomi, (16) sabar dan tegar menghadapi penyakit fisik dan mental, dan (17) sabar dan tegar menghadapi tantangan dalam perjuangan Islam.

Tujuh belas kebaikan itu disimbolkan dalam jumlah rakaat shalat dalam sehari semalam. Secara garis besar, semua kebaikan itu dapat disimpulkan dalam lima hal, yaitu (1) iman (2) sedekah (3) ibadah, (4) amanah, dan (5) sabar. Lima kebaikan inilah yang disimbolkan dalam bilangan lima shalat dalam sehari semalam. 5.17 (lima tujuh belas) ini juga bisa disederhanakan menjadi tiga komponen Beragama, yaitu (1) iman, (2) Islam atau ibadah, dan (3) Ihsan atau akhlak. Inilah identitas muslim yang paling berkualitas.

Dalam penutup ayat ini, mereka disebut muslim yang benar (shadaqu), dan muslim yang bertakwa (muttaqun). Muslim yang bergelar shadaqu atau as-shiddiq ditempatkan dalam rangking kedua dalam surga setelah para Nabi. Setelah itu, barulah rangking ketiga, yaitu syuhada’. Allah SWT berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang terbaik” (QS An-Nisa’ [4]: 69)

Muslim yang beridentitas 5.17 (lima tujuh belas), tidak hanya berteori atau beriman, atau hanya melangit, tapi juga membumi. Nilai-nilai keimanan dari langit itu dilandingkan ke bumi dalam bentuk aksi pembebasan manusia dari kemiskinan, penderitaan, dan penindasan. Sekali lagi, agama tidak lagi hanya melangit, tapi membumi. Tidak hanya teori, tapi juga praktek. Tidak hanya retorika, tapi aksi nyata. Muslim 5.17 pantang meminta-minta, sebab meminta berarti menjual kehormatan diri dan agamanya. Ia justru bergerak cepat dalam membebaskan kemiskinan dan para pengemis. Jika ia berharta, maka ia bertindak dengan kekayaannya. Dan, bila ia tidak berharta, ia dapat bertindak dengan otak dan tenaganya untuk mengumpulkan dana dari orang berharta. Orang bijak berkata, “Jadilah sumber cahaya, atau cermin pemantul cahaya.”

Di Sudan, terdapat sebuah rumah yang sepi berhari-hari. Ketika pintu rumah dibuka paksa, ternyata di dalamnya terdapat pasangan suami istri dan beberapa anak yang hampir mati kelaparan, karena tidak mau meminta-minta. Kemiskinan harta tidak boleh berdampak pada kemiskinan moral.

Menurut Ibnu Hazm, jika terdapat kelaparan dalam suatu wilayah, maka kepala negara harus cepat hadir mengatasinya. Jika kelaparan itu akibat dari ketidakpedulian orang-orang kaya di sekitarnya, maka negara boleh menjatuhkan sanksi berat kepada semua penduduk yang berharta.

Semoga pembaca termasuk muslim 5.17: muslim beriman, berakhlak mulia, dan pembebas derita manusia.

Sumber: (1) Hamka, Tafsir Al Azhar, juz 2, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985, p.65-79 (2) Qureish Shihab, M, Tafsir Al Misbah, Vol. 1, Penerbit Lentera Hati, Jakarta, 2012, p. 135-136.