Fakultas Ilmu Sosial & Politik
September 18, 2025

Studium General FISIP UINSA: M. Nur Purnamasidi Tekankan Cerdas Berpolitik di Era Digital

Studium General FISIP UINSA: M. Nur Purnamasidi Tekankan Cerdas Berpolitik di Era Digital

Surabaya, 18 September 2025 — Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya kembali menggelar Studium General yang menghadirkan tokoh nasional sebagai pembicara. Bertajuk “Cerdas Berpolitik di Era Digital”, acara yang berlangsung pada Kamis (18/9/2025) di Amphiteater Lantai 9 Kampus Gununganyar ini menghadirkan H. M. Nur Purnamasidi, S.Sos., M.Si., anggota DPR RI Komisi X Fraksi Golkar.

Kehadiran politisi yang telah tiga periode duduk di Senayan itu menjadi pengalaman istimewa bagi mahasiswa. Mereka mendapat kesempatan untuk menyerap langsung pengalaman dan testimoni dari praktisi politik yang sudah lama berkecimpung dalam proses legislasi dan pengawasan pemerintahan.

Acara dibuka dengan sambutan Dekan FISIP UINSA, Prof. Dr. Abdul Chalik, M.Ag. Dalam pengantarnya, Prof. Chalik menegaskan bahwa Studium General semacam ini menjadi wadah penting untuk memperkaya literasi politik mahasiswa.

“Ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi para mahasiswa. Mendengar langsung dari seorang politisi yang sudah menjabat sejak 2014 hingga kini, tentu memberi perspektif yang lebih nyata tentang dinamika politik nasional. Kehadiran Pak Nur Purnamasidi adalah kesempatan emas bagi kita semua untuk belajar dari praktik, bukan hanya teori,” ujarnya.

Acara dihadiri oleh jajaran pimpinan fakultas, dosen, serta ratusan mahasiswa FISIP yang memenuhi ruangan amphiteater. Antusiasme peserta terlihat sejak awal, ditandai dengan perhatian penuh saat orasi politik disampaikan.

Dalam orasi akademiknya, Nur Purnamasidi menyoroti berbagai isu mendasar dalam praktik politik Indonesia, khususnya di era digital. Ia menegaskan bahwa politik cerdas adalah politik yang berlandaskan integritas, bebas dari transaksi, dan berorientasi pada penguatan kelembagaan.

Menurutnya, praktik money politics adalah musuh utama demokrasi. Politisi yang mengandalkan uang dalam meraih suara tidak akan sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat.

“Pelaku money politics tidak akan memperjuangkan konstituennya, karena transaksi selesai begitu pemilu usai. Relasi politik yang sehat harus dibangun atas dasar kepercayaan, bukan uang,” tegasnya.

Ia menekankan, politik transaksional lebih menonjolkan kepentingan personal dibandingkan kelembagaan. Padahal, demokrasi hanya akan kuat bila lembaga politik berfungsi secara optimal.

“Yang perlu kita bangun adalah kelembagaan politik, bukan sekadar figur individual. Tanpa kelembagaan yang kokoh, politik akan rapuh dan mudah terjebak dalam kepentingan jangka pendek,” katanya.

Di era digital, menurutnya, literasi politik semakin mendesak. Banyak informasi politik beredar cepat tanpa filter, sehingga publik mudah terjebak pada opini dangkal.

“Literasi politik harus menjadi bekal utama generasi muda. Tanpa literasi, mahasiswa hanya akan menjadi objek politik, bukan subjek yang kritis. Kelemahan DPR saat ini juga berakar dari rendahnya literasi politik masyarakat yang memilih tanpa pertimbangan rasional,” ujarnya.

Nur menegaskan bahwa mandat kelembagaan politik perlu dikaji lebih dalam melalui penelitian akademis. Kampus, khususnya FISIP, memiliki peran strategis dalam memberikan telaah kritis untuk memperbaiki demokrasi.

“Institusi pendidikan tinggi harus menjadi pusat analisis politik. Dari sinilah lahir rekomendasi untuk perbaikan sistem. Jika tidak ada kajian akademik, demokrasi akan terus berjalan tanpa arah perbaikan yang jelas,” pungkasnya.

Nur menambahkan bahwa tantangan politik di era digital lebih kompleks. Informasi yang deras justru bisa melahirkan polarisasi, hoaks, dan manipulasi opini. Karena itu, generasi muda harus membekali diri dengan literasi digital sekaligus literasi politik.

“Cerdas berpolitik di era digital berarti mampu memilah informasi, memahami konteks, dan menggunakan teknologi untuk memperkuat partisipasi rakyat, bukan untuk memperlemah demokrasi,” paparnya.

Sesi diskusi berjalan dinamis. Mahasiswa mengajukan beragam pertanyaan, mulai dari cara menghadapi money politics di daerah, hingga peluang anak muda masuk ke gelanggang politik nasional. Nur menjawab dengan lugas, mendorong mahasiswa untuk tetap idealis namun realistis dalam berpolitik.

“Anak muda jangan alergi politik. Justru kalianlah yang bisa memutus mata rantai politik transaksional. Dengan idealisme mahasiswa, demokrasi bisa dikembalikan pada tujuannya: membangun kedaulatan rakyat,” tandasnya.

Acara ditutup dengan menyanyikan lagu Bagimu Negeri sebagai tanda cinta tanah air, pengabdian dan semangat nasionalisme. Mahasiswa yang hadir pulang dengan membawa wawasan baru tentang betapa pentingnya menjadi generasi cerdas berpolitik di tengah derasnya arus digitalisasi. (BsR)

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.

Spread the love

Tag Post :

Categories

Berita