Fakultas Syariah & Hukum
September 2, 2025

Sharia Forum FIQHUNA FSH UINSA Episode 8: Victim Precipitation dalam Konteks Hukum Islam

Sharia Forum FIQHUNA FSH UINSA Episode 8: Victim Precipitation dalam Konteks Hukum Islam

Surabaya, 25 Agustus 2025 – Pusat Studi Fiqh dan Masyarakat Muslim (FIQHUNA) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya kembali menyelenggarakan Sharia Forum ke-8 dengan mengangkat tema “Victim Precipitation dalam Konteks Hukum Islam.” Kegiatan yang berlangsung di Ruang 201, Lt. 2 Gedung A FSH ini mendapat sambutan antusias dari berbagai kalangan, mulai dari dosen, mahasiswa, peneliti, hingga pemerhati isu sosial-keagamaan. Kehadiran peserta dari beragam latar belakang menunjukkan bahwa topik viktimologi, khususnya dalam kaitannya dengan hukum Islam, menjadi perhatian serius di tengah kompleksitas tantangan sosial dan hukum yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini.

Forum ini menghadirkan narasumber utama Marli Candra, LLB (Hons)., MCL., dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan secara rinci konsep victim precipitation yang banyak dibahas dalam kajian viktimologi modern, kemudian mengaitkannya dengan hukum Islam, terutama dalam menafsirkan ayat-ayat pidana seksual. Menurut Marli, kejahatan tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu melibatkan dua pihak, yaitu pelaku dan korban. Hal ini sesuai dengan teori penal couple yang dikemukakan Mendelsohn serta gagasan dual responsibility dari Schafer. Korban bisa saja berperan secara aktif maupun pasif dalam terjadinya kejahatan, baik melalui facilitation (kemudahan yang diberikan korban), provocation (tindakan memicu pelaku), maupun precipitation (keterlibatan yang tidak disadari).

Lebih lanjut, Marli memberikan contoh konkret yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti kasus pencurian yang terjadi akibat kelalaian korban meninggalkan barang berharga di tempat terbuka, atau kasus pembunuhan yang dipicu oleh provokasi verbal. Dalam pandangan Islam, menurutnya, Al-Qur’an tidak hanya memberikan sanksi punitif terhadap pelaku kejahatan, tetapi juga menekankan perlindungan preventif dan pre-emptif bagi masyarakat. Hal ini tercermin dalam Surat An-Nur yang memerintahkan umat Islam untuk menjaga pandangan dan kehormatan diri, serta Surat Al-Ahzab yang melarang interaksi dengan gaya komunikasi yang dapat menimbulkan fitnah. Ayat-ayat tersebut menjadi bentuk nyata bagaimana Islam memberikan landasan hukum yang komprehensif dalam melindungi individu dari potensi tindak kejahatan sejak dini.

Meskipun demikian, Marli menegaskan bahwa konsep victim precipitation sering disalahartikan sebagai victim blaming atau menyalahkan korban. Kesalahpahaman ini sangat berbahaya karena justru berpotensi menimbulkan secondary victimization, yaitu penderitaan lanjutan yang dialami korban akibat stigma sosial, diskriminasi, atau perlakuan tidak adil dari masyarakat. Kasus-kasus kekerasan seksual menjadi contoh nyata di mana korban kerap dituding sebagai pihak yang turut bertanggung jawab atas kejahatan yang menimpa dirinya. Oleh karena itu, Marli menekankan pentingnya pembedaan yang jelas antara analisis ilmiah yang bertujuan untuk memahami fenomena sosial dan sikap sosial yang bisa merugikan korban.

Diskusi yang berlangsung hangat ini pada akhirnya menegaskan beberapa poin penting yang menjadi refleksi bersama. Korban memang memiliki posisi signifikan dalam dinamika kejahatan, tetapi analisis akademis tidak boleh dipelintir menjadi alasan untuk menyalahkan atau merendahkan martabat korban. Islam, sejak awal risalahnya, menekankan prinsip perlindungan preventif dan menjaga kehormatan manusia, sehingga masyarakat dituntut untuk konsisten menjaga nilai-nilai Qur’ani dalam setiap aspek kehidupan sosial. Selain itu, pendekatan modern juga diperlukan agar prinsip-prinsip hukum Islam dapat terus relevan dalam menjawab persoalan kontemporer, termasuk fenomena viktimologi yang semakin kompleks di era modern.

Sebagai penutup, Sharia Forum #8 tidak hanya memperkaya wawasan akademik peserta, tetapi juga menghadirkan refleksi mendalam tentang bagaimana hukum Islam dapat terus beradaptasi dengan teori-teori sosial modern tanpa kehilangan ruh utamanya. Kegiatan ini juga menegaskan komitmen FIQHUNA dalam menghadirkan forum ilmiah yang mampu menghubungkan teks-teks normatif Islam dengan realitas sosial yang dinamis. Para peserta tidak hanya mendapatkan e-sertifikat, tetapi juga pengalaman intelektual yang berharga untuk memperluas cakrawala berpikir mereka. Melalui forum semacam ini, FIQHUNA berharap tercipta sinergi antara akademisi, mahasiswa, dan masyarakat dalam merumuskan pemahaman hukum Islam yang lebih inklusif, responsif, dan sesuai dengan tantangan zaman.

Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany

Spread the love

Tag Post :

Bapak Hadi, Bapak Marli, Fiqhuna, FSH JAYA, FSH UINSA, Gus Hadi, Konteks Hukum Islam, Precipitation, Sharia Forum, uinsa jaya, Victim

Categories

Berita