Surabaya, 6 Mei 2025 – Pusat Studi Fiqh dan Masyarakat Muslim (FIQHUNA) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya kembali menyelenggarakan Sharia Forum seri ketujuh dengan tema “Pergeseran Motif Perceraian di Masyarakat Urban Muslim.” Kegiatan yang berlangsung di Ruang 201, Lt. 2 Gedung A FSH ini menghadirkan Dr. Mazro’atus Sa’adah, M.Ag., dosen Fakultas Syariah dan Hukum UINSA, sebagai pemateri utama. Acara ini dihadiri oleh mahasiswa, akademisi, dan praktisi hukum keluarga Islam yang antusias mengikuti jalannya diskusi.
Dalam pemaparannya, Dr. Mazro’atus menjelaskan bahwa dinamika perceraian di masyarakat urban, khususnya di kota-kota besar seperti Bekasi, telah mengalami pergeseran motif yang signifikan dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan hasil penelitiannya bersama tim, pada awalnya faktor ekonomi menjadi alasan dominan dalam kasus perceraian. Namun, seiring waktu, persoalan moral dan etika seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, serta kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab semakin menonjol sebagai penyebab utama. Menariknya, dalam periode tertentu faktor ekonomi kembali muncul, meskipun dengan porsi yang lebih kecil, menunjukkan adanya siklus antara motif ekonomi dan moral-etis dalam perceraian
Lebih jauh, Dr. Mazro’atus menekankan bahwa faktor sosial juga memainkan peranan penting, seperti komunikasi yang tidak efektif, kurangnya rasa saling menghormati, dan campur tangan keluarga besar. Hal ini menunjukkan bahwa perceraian bukan hanya akibat kegagalan ekonomi semata, melainkan juga cerminan dari perubahan nilai dan dinamika sosial masyarakat urban. Menurutnya, modernisasi dan urbanisasi mendorong pergeseran pandangan tentang pernikahan: dari yang semula berbasis pada kerja sama ekonomi, kini lebih menekankan pada aspek cinta, pemenuhan emosional, dan penghargaan terhadap individualitas pasangan
Selain itu, Dr. Mazro’atus juga mengulas bagaimana meningkatnya kesadaran hukum di kalangan perempuan urban turut memengaruhi tren perceraian. Banyak istri yang kini lebih berani mengajukan cerai gugat karena merasa memiliki hak yang dijamin oleh hukum dan negara untuk memperoleh keadilan. Kesadaran ini, menurutnya, tidak lepas dari semakin luasnya akses perempuan terhadap pendidikan, lapangan kerja, dan literasi hukum. Dengan demikian, perceraian tidak lagi semata-mata dipandang sebagai kegagalan rumah tangga, tetapi juga sebagai bentuk ikhtiar perempuan untuk keluar dari relasi yang dianggap tidak sehat atau merugikan
Diskusi berlangsung hangat dengan berbagai pertanyaan dari peserta yang menyoroti relevansi fenomena ini terhadap kehidupan rumah tangga kaum Muslim urban di Indonesia. Salah satu poin yang ditekankan adalah bagaimana media sosial turut berperan sebagai pemicu meningkatnya angka perceraian, khususnya dalam kasus perselingkuhan yang terungkap melalui platform digital. Fenomena ini mencerminkan transformasi sosial yang kompleks, di mana tantangan modernitas berpotensi menggoyahkan institusi keluarga jika tidak disertai penguatan nilai moral dan agama
Sebagai penutup, Dr. Mazro’atus mengajak peserta forum untuk melihat persoalan perceraian tidak hanya dari sisi hukum formal, tetapi juga dari perspektif sosial, budaya, dan moral-etis. Ia menekankan pentingnya pendidikan keluarga, literasi digital, dan konseling pranikah untuk memperkuat ketahanan keluarga di era modern. Sharia Forum #7 ini pun memberikan wawasan berharga bagi para peserta untuk memahami secara lebih mendalam bagaimana hukum Islam dapat merespons perubahan motif perceraian di masyarakat urban Muslim dengan pendekatan yang inklusif dan relevan dengan zaman.
Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany