Surabaya, 23 Oktober 2025 — Rangkaian Muktamar Ilmu Falak 2025 Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya berlanjut ke Sesi II, yang menjadi puncak diskusi akademik dan intelektual dalam forum bergengsi ini. Mengusung dua tema besar, yaitu “Kebijakan Nasional Penetapan Awal Bulan Kamariah dan Prospek Harmonisasi Kriteria” serta “Penguatan Peran Perempuan dalam Ilmu Falak: Dari Lokal ke Global,” sesi ini memperkaya arah pemikiran dan praksis keilmuan falak di Indonesia.

Sesi kedua dipandu oleh Dr. Agus Solikin, M.S.I. sebagai moderator, dengan menghadirkan dua narasumber berpengaruh di bidang falakiyah kontemporer, yakni KH. Ismail Fahmi, S.Ag. dan Dr. Siti Tatmainul Qulub, M.S.I. Keduanya dikenal aktif dalam riset, advokasi ilmiah, serta pengembangan jejaring falak nasional dan internasional. Kehadiran mereka menambah bobot akademik muktamar, sekaligus mengokohkan posisi UINSA sebagai pusat diskursus falak yang terbuka terhadap kolaborasi lintas bidang dan lintas gender.
Dalam pemaparannya, KH. Ismail Fahmi, S.Ag. menyoroti pentingnya kebijakan nasional yang mampu mengharmoniskan berbagai kriteria penentuan awal bulan kamariah di Indonesia. Menurutnya, perbedaan metode hisab dan rukyat tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan, melainkan peluang untuk memperkaya pendekatan keilmuan dalam bingkai kesatuan umat.
“Kita harus bergerak menuju penyatuan sistem kalender hijriyah nasional tanpa meniadakan kekayaan tradisi yang sudah ada. Harmonisasi kriteria adalah keniscayaan bagi integrasi umat,” tegasnya.
Lebih lanjut, KH. Ismail Fahmi menjelaskan bahwa harmonisasi kriteria tidak hanya soal metodologi ilmiah, tetapi juga membutuhkan dukungan regulatif dan kelembagaan yang kuat. Lembaga keagamaan, kampus, dan organisasi profesi harus berkolaborasi membangun standar penetapan awal bulan yang berbasis ilmu astronomi dan tetap berpijak pada keabsahan syar’i.
Menurutnya, Muktamar Ilmu Falak yang digagas oleh FSH UINSA merupakan langkah konkret menuju cita-cita tersebut. “Kegiatan ini bukan sekadar forum akademik, tetapi juga ruang strategis untuk menyatukan arah dan merumuskan kebijakan ilmiah yang berkelanjutan,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Siti Tatmainul Qulub, M.S.I., dalam materinya bertajuk “Penguatan Peran Perempuan dalam Ilmu Falak: Dari Lokal ke Global,” menyoroti pentingnya pengakuan dan perluasan kontribusi perempuan dalam dunia falak. Ia menegaskan bahwa perempuan memiliki peran penting, tidak hanya sebagai pengamat atau pendukung, tetapi juga sebagai peneliti, inovator, dan penggerak utama dalam riset serta observasi astronomi Islam.
“Perempuan tidak hanya menjadi pengamat, tetapi pelaku aktif dalam riset, observasi, dan inovasi falak. Komunitas Falak Perempuan Indonesia (KFPI) lahir sebagai wadah kolaboratif yang mendorong partisipasi perempuan dalam keilmuan astronomi Islam,” ungkapnya.
Dr. Siti Tatmainul Qulub juga menekankan bahwa penguatan peran perempuan bukan semata isu kesetaraan, melainkan bagian dari perluasan dimensi keilmuan dalam mewujudkan kemaslahatan umat. Ia menjelaskan bahwa perspektif perempuan membawa nilai-nilai ketelitian, empati, dan keberlanjutan yang penting dalam dunia riset ilmiah.
“Ilmu falak tidak bisa tumbuh tanpa keberagaman pandangan. Kehadiran perempuan memberikan warna dan keseimbangan dalam menafsirkan fenomena langit, sekaligus memperkaya narasi keilmuan Islam yang holistik,” tambahnya.
Diskusi berjalan interaktif dengan berbagai tanggapan dari peserta, mulai dari akademisi, mahasiswa, hingga perwakilan lembaga falak pesantren. Mereka menyampaikan apresiasi terhadap dorongan untuk menyusun kriteria falak nasional yang inklusif serta penguatan peran perempuan dalam keilmuan falak. Forum ini menjadi ajang bertemunya generasi falakiyah muda dan senior yang bersama-sama memikirkan arah masa depan ilmu falak Indonesia.
Sesi II kemudian ditutup dengan penegasan bahwa masa depan ilmu falak Indonesia bergantung pada sinergi antar unsur masyarakat — mulai dari akademisi, pemerintah, pesantren, hingga komunitas perempuan. Melalui forum ilmiah seperti Muktamar Ilmu Falak 2025, UIN Sunan Ampel Surabaya meneguhkan komitmennya untuk terus menjadi ruang pertemuan ide, inovasi, dan kolaborasi yang mendorong penguatan ilmu falak baik di tingkat nasional maupun internasional.
Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany
Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany