Surabaya, 27 Oktober 2025 — Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya kembali menyelenggarakan sebuah forum ilmiah melalui agenda Muktamar Waris. Acara dengan mengusung tema “Praktik Waris Advokatif di Masyarakat Lokal” dan “Keadilan dalam Hukum Waris Islam” ini menjadi sarana pertukaran gagasan yang mempertemukan para pakar, akademisi, dan praktisi hukum untuk membahas dinamika penerapan hukum waris Islam di tengah masyarakat modern yang multikultural.

Kegiatan tersebut bertempat di Gedung Tower Tengku Ismail Ya’kub Lantai 9 dan berlangsung sejak pukul 07.30 hingga 16.30 WIB. Diskusi yang menghadirkan akademika terkemuka dalam bidang kajian muktamar waris yang berfokus pada upaya mencari titik temu antara teks hukum yang bersifat normatif dengan konteks sosial yang dinamis. Hukum waris Islam sebagai salah satu cabang penting dalam hukum keluarga tidak jarang menghadapi tantangan dalam penerapannya di masyarakat. Tidak sedikit khalayak umum menganggap bahwa ilmu faraid yang bersumber langsung dari Al-Qur’an akan dihadapkan pada persoalan kesetaraan gender, perbedaan tafsir, serta praktik lokal yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan fikih.
Memasuki acara inti yakni penyampaian materi oleh beberapa narasumber terkemuka, yang diawali oleh Bapak A. Mufti Khazin, M.H.I., dengan topik “Praktik Waris Advokatif di Masyarakat Lokal”, Bapak A. Mufti Khazin menyoroti realitas sosial masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan seperti Madura yang nyatanya mengedepankan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah dalam penyelesaian persoalan waris. Dalam hal ini menguraikan bahwa dalam praktik di lapangan, masyarakat sering kali memilih jalur tashaluh yang biasa dikenal dengan perdamaian dan tanazul istilah sebagai pelepasan hak waris daripada menegakkan hukum faraid secara fleksibel. Berkenaan dengan hal tersebut, bukan merupakan bentuk penolakan terhadap hukum Islam, melainkan sebuah adaptasi sosial dan budaya terhadap prinsip-prinsip syariah. “Masyarakat lokal sering kali memahami keadilan bukan sekadar dalam hitungan angka, melainkan dalam rasa keikhlasan, kasih sayang, dan kesepakatan bersama yang menjaga harmoni keluarga,” tegasnya.
Di samping penjelasan tersebut, Bapak A. Mufti Khazin, M.H.I. juga menerangkan bahwa praktik waris advokatif menuntut para pendamping hukum dan ulama untuk memiliki kepekaan sosial. Beliau menilai bahwa tugas seorang ahli hukum Islam bukan hanya memastikan penerapan hukum secara tekstual, tetapi juga memastikan nilai kemaslahatan dan keadilan sosial tercapai. Dalam konteks ini, hukum Islam justru menunjukkan keluwesannya untuk diimplementasikan sesuai dengan karakter masyarakat. “Ketika kasih sayang hadir dalam keluarga, maka keadilan tidak lagi menjadi ukuran pertama, tetapi menjadi pelengkap dalam menjaga hubungan sosial yang damai,” tambahnya, mengutip pandangan Ar-Raghib al-Ashfahani tentang makna cinta dan keadilan dalam kehidupan manusia.
Memasuki materi yang yang akan dipaparkan oleh Bapak Dr. H. Achmad Roziqi, Lc., M.H.I. dengan tajuk “Keadilan dalam Hukum Waris Islam” mengupas aspek teologis dan filosofis dari sistem hukum waris Islam. Dalam pemaparannya Ia menegaskan bahwa hukum waris dalam Islam bersumber dari wahyu Allah SWT yang bersifat mutlak, sehingga mencerminkan keadilan tidak lagi bergantung pada perspektif manusia. Ia juga menambahkan, perbedaan bagian antara laki-laki dan perempuan dalam hukum waris Islam bukanlah bentuk ketimpangan, tetapi representasi dari perbedaan tanggung jawab dan fungsi sosial dalam keluarga. “Bagian laki-laki yang lebih besar bukan berarti mengistimewakan, melainkan menegaskan tanggung jawab nafkah dan perlindungan yang lebih besar dalam struktur keluarga Islam,” ujarnya.
Bapak Dr. Roziqi juga mengingatkan pentingnya memahami batasan antara wilayah hukum yang bersifat qath’i dan zhanni, kembali dengan menegaskan bahwa prinsip-prinsip kewarisan yang bersumber dari nash qath’i, seperti pembagian dua banding satu antara anak laki-laki dan perempuan, tidak dapat diubah melalui ijtihad. Namun, dalam aspek teknis atau administratif, hukum waris tetap memberi ruang bagi penyesuaian sesuai konteks sosial masyarakat. Dengan demikian, prinsip keadilan dalam hukum waris Islam tidak berhenti pada angka atau formula matematis saja, tetapi mencakup nilai moral dan keseimbangan sosial.
Kedua narasumber sepakat bahwa tantangan utama penegakan hukum waris di Indonesia saat ini adalah menjembatani antara norma tekstual hukum Islam dengan realitas sosial masyarakat yang dinamis. Muktamar Waris telah menjadi momentum penting bagi akademisi dan praktisi hukum Islam untuk memperkuat dialog yang membahas antara norma syariah dan kebutuhan masyarakat kontemporer.
Selain menampilkan sesi ilmiah, Muktamar Waris juga menjadi ajang silaturahmi intelektual antar civitas akademi dengan peneliti hukum Islam dari berbagai instansi di Indonesia. Agenda ini menegaskan komitmen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya untuk terus berperan sebagai pionir dalam pengembangan keilmuan Islam yang integratif, kritis, dan relevan dengan tantangan sosial masa kini. Dengan tema yang membahas keadilan dan kearifan lokal dalam hukum waris, sekaligus muktamar ini menjadi refleksi bahwa hukum Islam bukan hanya seperangkat aturan, tetapi juga sarana untuk membangun tatanan masyarakat yang beradab, inklusif, dan berkeadilan sosial.
Reportase: Desy Khoirur Rusida
Redaktur: Desy Khoirur Rusida