UIN Sunan Ampel Surabaya
October 3, 2025

SAKINAH ITU MUDAH

SAKINAH ITU MUDAH

Oleh: Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D.
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya

Viral Culture diikuti. Instrumentasi diyakini. Sakinah pun tak lagi menjadi mimpi. Itulah yang bisa diberikan sebagai ilustrasi. Atas sebuah harapan meraih prestasi diri. Dalam membangun rumah tangga yang penuh harmoni. Belakangan aku sendiri mendapati pemandangan yang ramai sekali. Memenuhi berbagai aplikasi komunikasi. TikTok memang salah satu yang ramai dengan unggahan yang menarik hati. Yakni, unggahan atas tampilan gerakan dan suara sekelompok orang yang sedang bernyanyi. Sambil bertepuk tangan sana-sini. Pada setiap lirik dan gerakan anggota tubuh yang diikuti.

Tepuk Sakinah. Itulah nama tampilan gerakan dan suara sekelompok orang yang berkumpul dan bernyanyi bersama. Melantukan lirik-lirik yang mengidamkan sakinah dalam berkeluarga. Begini lirik-lirik dalam Tepuk Sakinah itu:

Berpasangan …

Berpasangan …

Berpasangan … 

Janji Kokoh …

Janji Kokoh …

Janji Kokoh …

Saling Cinta,

Saling Hormat,

Saling Jaga,

Saling Ridho,

Musyawarah untuk Sakinah.

Lantunan lirik dan gerak Tepuk Sakinah di atas sungguh menarik. Ramai memang di TikTok. Tapi, masih banyak media lain di luar TikTok yang memfasilitasi viralnya Tepuk Sakinah itu. Jika engkau berselancar di platform Instagram, engkau pun akan mudah mendapati berseliwerannya unggahan Tepuk Sakinah itu. Aku pun juga memeriksa Facebook. Kudapati juga di sana banyaknya unggahan atas video itu. Kubuka laman YouTube. Hanya untuk memastikan lebih lanjut. Kuketiklah “tepuk sakinah”. Dan, muncullah juga sejumlah unggahan video tersebut dalam beberapa versinya.

(Foto: Dua Contoh Video Tepuk Sakinah oleh Kemenag diYouTube, 26 Sept 2025)

Saat tulisan ini kubuat (Jumat, 26 September 2025), tingkat view atas masing-masing versi unggahan video Tepuk Sakinah pada laman YouTube itu pun rata-rata sudah melewati angka 7K. Bahkan, beberapa sudah di atas 11K. Itu artinya, sudah ribuan dan bahkan belasan ribu orang yang menikmati masing-masing versi unggahan video Tepuk Sakinah di laman YouTube itu. Jika ditambahkan dengan unggahan serupa di beragam platform percakapan sosial selainnya, maka tentu saja angka mereka yang menonton dan menikmati video itu sangat besar sekali. Padahal video-video itu baru saja juga diunggah. Maka, tak salah jika video Tepuk Sakinah itu kini viral sekali. Aku pun makin tertarik untuk membuat catatan atasnya. Maka, lahirlah tulisan ini.

Tukang produksi video Tepuk Sakinah di atas memang berasal awalnya dari sejumlah kantor urusan agama (KUA) di sejumlah daerah di Indonesia. Sebut saja KUA Menteng DKI Jakarta, Wongsorejo di Banyuwangi, Beji di Depok, dan Kediri di Jawa Timur. Juga tak kalah pentingnya, ada pula video Tepuk Sakinah yang dibuat resmi oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama RI. Untuk pihak yang disebut terakhir secara partikular ini, produksi video dimaksud, salah satunya, dihasilkan dari acara bimbingan teknis fasilitator bimbingan perkawinan yang diselenggarakannya.

Dalam beberapa hari terakhir ini pun, produksi video Tepuk Sakinah juga dilakukan secara mandiri dan sukarela oleh individu pasangan keluarga di tengah masyarakat. Lihatlah dua contoh gambar video di bagian bawah. Gambar video di bagian sebelah kiri diproduksi dari kegiatan bimbingan perkawinan (Bimwin). Tampak sekali, video itu diproduksi secara mandiri meskipun atribusi juga diberikan kepada KUA Berbah Sleman Yogyakarta. Lebih jelas lagi, lihatlah gambar video di bagian kanan. Video Tepuk Sakinah itu diproduksi oleh sepasang suami-istri dengan latar depan putranya. Keduanya melakukan olah vokal dan gerak untuk melantunkan lirik dan Gerak Tepuk Sakinah.

(Foto: Dua Contoh Video Tepuk Sakinah oleh Warga diYouTube, 26 Sept 2025)

Pentingnya Tepuk Sakinah

Produksi video Tepuk Sakinah itu awalnya digunakan untuk kepentingan edukasi perkawinan. Kursus pranikah adalah satu forum sosial yang dimanfaatkan untuk melakukan edukasi itu. Tentu masih ada forum-forum sosial lain yang sejatinya bisa dimanfaatkan untuk melakukan edukasi perkawinan dimaksud. Dan tentu pula selama ini forum-forum sosial itu sudah banyak dimanfaatkan untuk kepentingan edukasi perkawinan dimaksud. Itu semua karena perkawinan adalah bagian dari kebutuhan kemanusiaan itu sendiri. Karena itu pula, maka sudah barang tentu setiap diri membutuhkan edukasi atasnya. 

Meskipun sudah berlangsung lintas generasi sesuai dengan umur manusia, perkawinan tetap saja menjadi isu sentral dalam kehidupan manusia. Sebab, hampir setiap diri akan melalui dan menjalaninya. Namun perkembangan zaman memberikan konteks dan tantangannya tersendiri. Karena itu, meskipun perkawinan seakan menjadi insting naluriah manusia, tetap saja ia membutuhkan penerjemahan terus-menerus di lapangan kehidupan. Untuk kepentingan penerjemahan terus-menerus inilah, edukasi dibutuhkan. Sebab, konteks dan tantangan yang dihadapi anak manusia tak akan sama dari satu babakan waktu perkembangan manusia ke lainnya, dan dari satu basis sosial budaya ke yang lainnya.

Baru kali ini, ada inovasi tentang literasi sakinah dalam perkawinan dalam bentuk lagu berbasis tepuk dan gerak tubuh. Sependek pengetahuanku, belum pernah ada praktik serupa sebelumnya. Yang selama ini mengemuka, sakinah itu diceramahkan. Bisa dalam skala besar malalui majelis taklim dan forum-forum keagamaan. Bisa pula dalam skala kecil seperti dalam kursus perkawinan. Namun, menerjemahkan konsep sakinah ke dalam bentuk lirik dan gerak tepuk, baru kali ini ada. Tentu inovasi ini sangat baik sekali. Patut diapresiasi dan diberi penghargaan sosial atas inovasi yang dikerjakan.

Melalui inovasi dalam bentuk produksi video Tepuk Sakinah di atas, konsep sakinah yang semua pasangan keluarga mengidamkan bisa menemukan penerjemahan konkretnya. Aku mencatat tiga pesan substantif nan penting dari lirik yang dikandung oleh video Tepuk Sakinah itu. Pertama, lirik dalam video itu berbicara tentang hakikat sakinah dalam perkawinan. Kata “berpasangan” di awal lirik lagu itu menjelaskan bahwa hakikat sakinah dalam perkawinan itu adalah menyatunya dua insan ke dalam sebuah pasangan yang secara kuat diikat oleh akad sesuai ketentuan agama dan negara. Melalui pemilihan kata “berpasangan” tersebut, hakikat sakinah dalam perkawinan tak akan tercipta jika perkawinan tak membuat dua anak manusia itu menyatu dan meleburkan diri ke dalam semangat dan nilai kesatuan.

Substansi menyatu dan meleburkan diri ke dalam semangat dan nilai kesatuan dalam perkawinan di atas diwakili oleh diksi “berpasangan”. Maka, saat perkawinan sudah terjadi namun tak membuat masing-masing diri yang sudah memutuskan untuk mengikatkan diri ke dalam perkawinan itu menyatu dan meleburkan diri ke dalam kesatuan, maka sejatinya hakikat sakinah dalam perkawinan tak akan pernah tercipta. Sebab, substansi “menyatu” mempersyaratkan peleburan diri dari dua anak manusia yang sudah melangsungkan perkawinan ke dalam ikatan kesatuan itu.  

Kedua, lirik dalam video Tepuk Sakinah di atas juga berbicara tentang basis sakinah dalam perkawinan. Yakni, bahwa sebuah pasangan yang kuat diikat oleh akad sesuai ketentuan agama dan negara. Hanya, legalitas dan formalitas ini tak cukup menjadi modal untuk menjalani perkawinan yang produktif untuk tercipatnya kondisi sakinah. Masih dibutuhkan satu prinsip lagi. Yakni, kuatnya semangat, tekad, dan kehendak untuk menjalani dan menjaga perkawinan itu. Itulah yang sedang diusung oleh Tepuk Sakinah melalui frase “janji kokoh” dalam lirik yang tersusun di dalamnya di atas. Saat janji itu tak kokoh, maka perkawinan akan dengan mudah kehilangan kekuatannya dalam setiap diri dari pasangan yang sudah mengikat janji ke dalamnya. Di sinilah, sakinah bisa mulai terancam.    

Frase “janji kokoh” dalam Tepuk Sakinah ini lebih jauh mengirimkan pesan agar setiap diri yang telah mengikat janji ke dalam ikatan perkawinan bersama pasangan tak mudah goyah oleh sebab apapun. Kepentingannya adalah untuk terciptanya kondisi sakinah dalam perkawinan. Apalagi, bersatunya dua insan yang sebelumnya sudah lama terbentuk karakter dan kecenderungan pribadinya melalui pengalaman hidup masing-masing membuat bersatunya dua insan pasti membutuhkan proses penyesuaian sana-sini. Lebih-lebih, kondisi perkawinan tak sama antara satu pasangan dan pasangan lainnya. Karena itulah, frase “janji kokoh” adalah kata sakti sebagai solusi bagi terciptanya sakainah dalam perkawinan.

Ego diri memang menjadi tantangan awal yang serius bagi kepentingan penciptaan penyatuan dan peleburan diri ke dalam ikatan kesatuan yang disimbolkan oleh frase “janji kokoh” di atas. Sisanya adalah tantangan hidup dalam perkawinan yang bisa berasal dari sebab ekonomi, sosial, keluarga, dan mungkin sebab-sebab lainnya. Tapi, saat di sana ada “janji kokoh”, tantangan hidup apapun tak akan membuat perkawinan acak-acakan. Tentu setiap orang tak berkeinginan perkawinannya berantakan. Karena itu, frase “janji kokoh” adalah prinsip dasar yang harus dipegangi mereka yang sudah mengikatkan diri ke dalam janji suci perkawinan. 

Ketiga, lirik dalam video Tepuk Sakinah di atas juga berbicara tentang cara dan sekaligus indikator untuk mencapai perkawinan yang sakinah. Kata “saling” dalam lirik video tersebut menjadi kata kunci penting dalam cara mencapai perkawinan yang sakinah. Kata dimaksud menjauhkan setiap diri dalam pasangan perkawinan dari orientasi serba kepentingan pribadi diri sendiri. Saat setiap diri dalam pasangan perkawinan mengutamakan kepentingannya sendiri dan tak pernah memikirkan kepentingan bersama, maka prinsip “saling” sudah hilang di sana. Jika itu terjadi, maka kondisi sakinah dalam perkawinan bisa terancam walaupun selalu diidamkan.

Karena itu, Tepuk Sakinah di atas juga memberikan sejumlah indikator agar prinsip “saling” yang dipersyaratkan oleh sakinah dalam perkawinan bisa tercipta. Lalu, apa saja indikator-indikator itu? Berapa jumlahnya? Ada lima indikator yang disusun untuk terwujudnya prinsip “saling” menuju terciptanya sakinah dimaksud. Kelima indikator itu adalah: “cinta”, “hormat”, “jaga”, “ridho”, dan “musyawarah”. Namanya indikator, maka ia pasti terukur agar bisa dipakai untuk mengukur konsep sakinah dalam perkawinan. Maka, saat kelimanya hadir dalam perkawinan, maka itu bisa dijadikan sebagai indikator bagi tercipatanya sakinah dalam perkawinan itu. 

Nah, lepas dari substansi dasar yang dikandung oleh Tepuk Sakinah di atas, kekuatan yang berasal dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membuat video Tepuk Sakinah yang diproduksi oleh berbagai kalangan di atas mudah untuk diakses oleh publik. Kemudahan akses itu mengantarkan publik untuk mudah pula mengkonsumsi hasil produksi video Tepuk Sakinah itu. Hingga hasilnya, diharapkan bahwa sakinah dalam perkawinan menjadi kesadaran penting warga masyarakat. Dengan sakinah berkeluarga itu, tercipta pula masyarakat dan bangsa yang bermartabat.

Lalu Apa Pelajarannya?

Sakinah adalah kondisi ketenteraman dan kedamaian dalam keluarga. Semua orang mendambakannya. Tak ada satu pun orang berkeluarga yang tak menginginkannya. Buat apa berkeluarga jika ujungnya saling menyakiti? Tentu tak satu pun pasangan menghendaki hal itu terjadi. Karena itu, dari sisi gagasan, setiap pasangan pasti mengidamkan ketenteraman dan kedamaian dalam keluarga. Itu jelas sekali. Klir. Tapi, situasi pasangan keluarga pasti tak sama antara satu dan lainnya. Macam-macam yang membuat ketidaksamaan itu. Sehingga, gagasan yang sama atas kondisi ketenteraman dan kedamaian idaman dalam keluarga tak selalu mewujud dalam praktik yang sama pula.

Ada yang memiliki daya tahan yang terjaga untuk selalu mengejar terciptanya ketenteraman dan kedamaian dalam keluarga itu. Ada pula yang tidak. Ada pula yang kondisinya naik-turun. Itulah yang membuat setiap pasangan selalu harus terus belajar mengejar dan mewujudkan sakinah dalam berkeluarga. Karena itu, hadirnya Tepuk Sakinah memberikan pelajaran penting sekali buat kita semua. Edukasi dan literasi memang menjadi maksud utama dari produksi Tepuk Sakinah. Detailnya seperti diuraikan sebelumnya. Dan banyak harapan ditambatkan pada Tepuk Sakinah itu.

Untuk kebermanfaataan lebih luas, aku sendiri mencatat tiga pelajaran penting yang bisa ditarik dari Tepuk Sakinah itu. Pertama, yang abstrak dan yang sulit dalam hidup perlu diinstrumentasi. Perlu dibikin konkret melalui beragam langkah taktis. Perlu dibuat ukuran dengan berbagai indikator realisasinya. Yakni, membuat yang sulit jadi mudah. Membuat yang abstrak jadi konkret. Membuat yang jauh menjadi dekat. Dengan insitrumentasi itu, diharapkan tak ada lagi perihal yang dikhawatirkan sulit diwujudkan dalam hidup.  dengan begitu, apa yang akan disampaikan ke publik akan segera disadari sebagai  kebutuhan mereka juga.

Maka, siapapun yang ingin melakukan edukasi publik, berpikirlah dari awal untuk melakukan instrumentasi atas apa saja yang menjadi gagasan dasar yang ingin dikembangkan. Produksi Tepuk Sakinah memberi pelajaran penting, betapa gagasan mengenai sakinah yang bisa jadi terasa abstrak dihadirkan melalui lirik-lirik terukur. Mengapa disebut terukur? Karena substansi dasar dari konsep dan gagasan sakinah diterjemahkan ke dalam sejumlah instrumen beserta sekaligus indikatornya yang konkret untuk mengukurnya. Dengan begitu, konsep sakinah yang bisa jadi abstrak dan sulit bagi sebagian pasangan perkawinan dapat dengan mudah dipraktikkan dalam hidup berumah tangga.

Kedua, untuk kepentingan efektivitas implementasi atas hasil instrumentasi di atas, fasilitasi menjadi kata kunci. Fasilitasi dimaksud patut dilakukan dengan menunjuk kepada media yang publik merasa akrab. Juga, tak harus menginovasi sesuatu dengan menggunakan media yang juga sama sekali baru. Gagasan baru boleh saja diterjemahkan dengan menggunakan model fasilitasi yang selama ini sudah sangat diakrabi oleh masyarakat. Aksi ini bisa dipilih karena inovasi penting juga dilakukan dengan memanfaatkan kecenderungan yang sudah mengakar di tengah masyarakat. Dengan begitu, konsep yang sedang disampaikan segera dapat dipahami dan diyakini konsumen sebagai kebutuhan mereka sendiri.

Juga, dengan fasilitasi melalui pemanfaatan media yang dekat dengan kecenderungan yang sudah mengakar di tengah masyarakat, konsep nilai yang sedang dikampanyekan ke publik tak lagi dianggap memiliki celah yang menganga (a wide gap) dengan ekspektasi mereka sendiri pula. Jika kondisi begini sudah bisa diwujudkan, maka nilai yang sedang dikampanyekan melalui praktik edukasi dan literasi ke tengah masyarakat akan segera dianggap sebagai kebutuhan riil mereka sendiri. Itu karena, apa yang dikampanyekan juga merupakan apa yang mereka butuhkan.

Ketiga, hadirkanlah inovasi dengan optimalisasi prinsip proximity. Yakni, dekat dengan masyarakat. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan media, sarana, atau kecenderungan yang sudah popular, dikenal, dan akrab di telinga warga masyarakat. Inovasi melalui Tepuk Sakinah di atas memberikan pelajaran penting: Untuk melengkapi prinsip instrumentasi dan fasilitasi, Tepuk Sakinah memanfaatkan lagu yang sudah sangat popular di tengah masyarakat. Lagu itu sudah sangat akrab di telinga warga masyarakat. Tinggal, lirik yang disusun untuk mengusung nilai sakinah dalam berkeluarga dipresentasikan melalui lagu yang sudah sangat popular juga di tengah masyarakat itu.

Kebetulan saja irama lagu yang dimanfaatkan oleh Tepuk Sakinah di atas berasal dari folk song. Lagu rakyat. Yakni lagu yang sudah mengakar di tengah masyarakat tanpa pernah diketahui siapa penciptanya. Namun dalam derajat tertentu, penggunakan irama lagu ini harus dilakukan dengan kehati-hatian yang tinggi. Itu prinsip dasar sekali. Prinsip itu harus diikuti karena berurusan langsung dengan hak cipta (copyright). Jangan sampai inovasi dilakukan dengan memanfaatkan media yang justeru ujungnya berperkara dengan hukum karena urusan hak cipta itu.

Alhasil, Tepuk Sakinah menjadi contoh penting. Saat yang abstrak dan sulit diinstrumentasi, difasilitasi dan disertai dengan susunan indikator, maka yang abstrak pun jadi konkret. Yang sulit pun jadi mudah. Sakinah adalah contohnya. Semua memang mengidamkannya. Tapi tak semua segera bisa mewujudkannya. Inovasi Tepuk Sakinah yang mempresentasikan hakikat dan basis sakinah dalam berkeluarga dihadirkan agar konsep sakinah bisa dipraktikkan segera oleh siapa saja yang merindukan kedamaian dan ketenangan dalam berkeluarga. Kini, siapapun bisa mempraktikkan konsep sakinah melalui penerjemahan terukur yang diusung oleh Tepuk Sakinah yang makin akrab di telinga.

Spread the love

Tag Post :

rectorinsights

Categories

Column, Column UINSA