
(Surabaya, 22 Oktober 2025) – Hari kedua dari The 5th Sunan Ampel International Conference of Political and Social Sciences (SAICOPSS) 2025, yang diadakan secara hybrid oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya, sukses besar dengan perdebatan yang hidup dan mencerahkan. Mengusung tema ambisius “Navigating Conflict and Building Resilience: Interdisciplinary Perspectives on Society, Power, and Global Sustainability,” sesi pleno Day 2 menjadi magnet bagi banyak akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan yang haus akan analisis mendalam mengenai tantangan geopolitik kontemporer khususnya di bidang maritim.
Prof. Bec membuka presentasinya dengan analisis yang tajam tentang bagaimana konsep ‘resiliensi’ telah diinternalisasi dan digunakan sebagai alat politik. Dalam paparannya, ia berargumen bahwa resiliensi bukan lagi sekadar kemampuan pasif untuk pulih dari guncangan, melainkan sebuah strategi aktif yang digunakan oleh negara-negara untuk menjustifikasi penguatan kekuasaan, menata ulang tatanan sosial, dan bahkan membenarkan intervensi tertentu.
Ia menyoroti bahwa upaya “membangun ketahanan” dalam konteks konflik seringkali mengabaikan akar penyebab ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang memicu konflik itu sendiri. Prof. Bec menggunakan studi kasus yang bervariasi, mulai dari respons global terhadap krisis pangan dan energi hingga adaptasi komunitas lokal terhadap konflik yang diperburuk oleh perubahan iklim. Baginya, resiliensi sejati membutuhkan analisis kritis terhadap siapa yang mendapatkan manfaat dari narasi ketahanan tersebut, dan bagaimana hal itu mempengaruhi dinamika kekuasaan (power dynamics) di tingkat lokal maupun global. Peserta terlihat sangat tertarik pada pandangan kritis ini, terutama dalam konteks peran masyarakat sipil sebagai aktor resiliensi yang sering terpinggirkan oleh kebijakan yang lebih berfokus pada pendekatan keamanan keras (hard security).

Setelah analisis sosial-politik Prof. Bec, Captain Kamlesh membawa audiens pada realitas keamanan yang lebih keras dan konkret yaitu aspek laut. Dengan latar belakang yang kuat di bidang pertahanan dan keamanan maritim, ia menyajikan pandangan yang komprehensif mengenai perairan global terutama di kawasan Indo-Pasifik sebagai garis depan konflik geopolitik modern.
Captain Kamlesh menegaskan bahwa keamanan maritim hari ini melampaui isu perompakan tradisional. Isu utama adalah kontestasi kedaulatan di laut yang kaya sumber daya, tantangan terhadap kebebasan navigasi, serta kerentanan yang luar biasa pada rantai pasok global (global supply chain) yang 90% bergantung pada jalur laut. Presentasinya secara spesifik menyoroti tantangan di Laut Cina Selatan, di mana berbagai klaim tumpang tindih menciptakan “titik didih” yang berpotensi menyeret kekuatan-kekuatan besar ke dalam konflik. Ia juga membahas ancaman grey zone tindakan di bawah ambang batas perang seperti militerisasi pulau buatan, penangkapan ikan ilegal yang didukung negara, dan keamanan siber di infrastruktur pelabuhan.
Bagian paling dinamis dan menjadi inti dari Day 2 SAICOPSS 2025 adalah sesi tanya jawab, yang berubah menjadi diskusi panel mendalam memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan eksplorasi yang tajam mengenai tiga isu krusial yang mereka hadapi di lapangan: Konflik, Keamanan Maritim, dan Penguatan Diplomasi Preventif (Preventive Diplomacy).

Mengenai Isu Konflik: Diskusi mengenai konflik pecah ketika seorang partisipan mengajukan pertanyaan tentang bagaimana dunia dapat beralih dari manajemen konflik (conflict management) menjadi resolusi konflik (conflict resolution) yang berkelanjutan. Prof. Bec merespons dengan menekankan perlunya de-eskalasi naratif dan pengakuan atas aktor-aktor konflik non-negara. Beliau menyarankan agar intervensi internasional harus didahului dengan analisis mendalam terhadap kesenjangan sosio-ekonomi yang diabaikan. Secara spesifik, diskusi bergeser pada peran organisasi regional di Asia Tenggara dan Afrika dalam memediasi konflik internal, dan bagaimana mereka dapat lebih berani mengimplementasikan prinsip-prinsip non-interferensi dengan cara yang konstruktif dan solutif, bukan hanya reaktif.
Mengenai Isu Keamanan Maritim: Captain Kamlesh menghadapi serangkaian pertanyaan panas terkait strategi pencegahan konflik di chokepoints maritim, seperti Selat Malaka. Pertanyaan kunci yang muncul adalah bagaimana negara-negara non-klaiman seperti Indonesia dapat memainkan peran yang lebih sentral dan proaktif dalam menstabilkan kawasan tanpa terseret ke dalam persaingan kekuatan besar? Captain Kamlesh memuji peran sentral negara kepulauan besar dalam mendorong dialog terbuka. Ia menggarisbawahi pentingnya meningkatkan Maritime Domain Awareness melalui teknologi dan kolaborasi intelijen bersama, sebagai tindakan preventif terpenting untuk mencegah insiden di laut yang dapat memicu eskalasi konflik yang tidak disengaja (accidental escalation). Beliau juga menyoroti bahaya perlombaan senjata angkatan laut di kawasan Asia, dan pentingnya transparansi anggaran pertahanan maritim.
Captain Kamlesh menambahkan dari perspektif keamanan, menekankan bahwa diplomasi preventif di sektor maritim harus berbentuk confidence-building measures (CBMs), seperti latihan militer gabungan non-tempur, berbagi data hidrografi dan meteorologi, serta koordinasi operasi pencarian dan penyelamatan (SAR). Mereka berdua sepakat: diplomasi preventif bukanlah tanda kelemahan, melainkan investasi strategis paling cerdas untuk memitigasi biaya konflik yang jauh lebih besar dan mahal. Fokus harus bergeser dari penanganan krisis menjadi pencegahan krisis melalui komunikasi terbuka dan pembangunan rasa saling percaya.
Diskusi yang hidup selama Day 2, didorong oleh kedalaman materi dari Prof. Rebecca Strating dan Captain Kamlesh Kumar Agnihotri, serta partisipasi aktif para peserta, telah memperkuat posisi SAICOPSS 2025 sebagai salah satu forum akademik terkemuka di kawasan. Konferensi ini tidak hanya berhasil membedah kerumitan konflik dan resiliensi di era multipolar, tetapi juga telah memfasilitasi dialog krusial mengenai mekanisme praktis khususnya diplomasi preventif sebagai jalan ke depan. Antusiasme para peserta untuk terlibat dalam diskusi mendalam mengenai konflik, keamanan maritim, dan strategi pencegahan membuktikan bahwa komunitas akademik dan praktisi sangat siap untuk beralih dari analisis pasif menjadi perumusan solusi kolaboratif. SAICOPSS 2025 telah berhasil meletakkan dasar bahwa melalui interaksi interdisipliner dan diplomasi yang kuat, dunia dapat secara efektif menavigasi masa depan yang penuh gejolak. (DRH)