Sidoarjo – Kegiatan Rihlah Turasiyyah yang diselenggarakan pada hari Senin, 08 Desember 2025 di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo, berlangsung lancar dan penuh antusiasme. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan sesi pembukaan, diikuti sambutan dari ustadz Nasikh, dosen Filologi Prodi Bahasa dan Sastra Arab UINSA sebagai pembicara pertama dan sambutan kedua dari pihak pengelola museum. Setelah itu, dilakukan penyerahan cinderamata antara ustadz Nasikh dan perwakilan kepala museum, sebelum sesi foto bersama sebagai penanda pembuka kegiatan.
Pada sesi inti, peserta menerima materi filologi Jawa yang disampaikan oleh Augustin Tri Ariani. Dalam pemaparannya, ia menekankan pentingnya memahami sejarah masa lalu, khususnya naskah kuno dan penyebaran manuskrip di Jawa Timur. Pembicara juga menjelaskan pentingnya pelestarian naskah dan arti harmonisasi antara bahasa kuno (Jawa Kuno) atau pengaruh Sanskerta dalam manuskrip kuno. “Orang yang tidak paham masa lalu tidak akan memahami konteks budaya yang hidup pada masanya,” ujarnya. Augustin juga menjelaskan bahwa bahasa Kawi merupakan perpaduan antara bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta. Ia memaparkan beberapa fakta menarik seperti tradisi penamaan naskah Surat Yusuf di Banyuwangi yang dikenal sebagai tafsir mimpi, serta sebaran asal naskah dari Pamekasan, Sumenep, hingga Pandaan.
Dalam sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan usia naskah tertua di Jawa. Pemateri menjelaskan bahwa naskah tertua yang ditemukan di Jawa berasal dari sekitar tahun 1820, sementara versi keislaman beberapa manuskrip diperkirakan berasal dari awal tahun 1800-an. Selain itu, salah satu mushaf Keraton Yogyakarta bahkan tercatat berasal dari tahun 1700-an.
Usai pemaparan, peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan manuskrip yang telah dibagikan. Kegiatan kemudian dilanjut dengan kunjungan ke area pameran Museum Mpu Tantular yang memiliki empat gedung utama. Peserta melihat beragam koleksi, termasuk lima patung klaster Buddha, replika fosil, serta koleksi arkeologi lainnya. Pemandu museum juga menjelaskan perjalanan museum yang sebelumnya berlokasi di Surabaya sebelum dipindahkan ke Sidoarjo pada tahun 2004 karena kebutuhan ruang dan meningkatnya koleksi. Museum pun menerima hibah dari masyarakat, namun setiap benda tetap dikaji terlebih dahulu sebelum dipamerkan.
Peserta juga diperkenalkan pada sosok Empu Tantular, seorang empu pada masa Majapahit yang dikenal berkat karya sastranya, nama yang kemudian dijadikan nama museum. Tur berlanjut dengan melihat koleksi emas dari Kediri yang diperkirakan berasal dari masa Raja Airlangga, fosil gajah purba, hingga prasasti-prasasti yang digunakan untuk menandai anugerah wilayah pada masa lampau.
Di zona kesenian, peserta melihat Wayang Beber, cikal bakal dari wayang kulit yang berasal dari Pacitan dan Wonosari. Mereka juga mendapatkan penjelasan mengenai cerita Panji yang telah diakui secara internasional. Pemandu menegaskan bahwa pembuat arca pada masa lampau bukanlah orang sembarangan, melainkan mereka yang memiliki keahlian spiritual dan teknik tinggi.
Kegiatan Rihlah Turasiyyah ditutup dengan peninjauan akhir pameran dan refleksi singkat peserta terhadap pentingnya pelestarian manuskrip, budaya, dan sejarah lokal.
Penulis :
Avril Salma Jelita (Mahasiswa Prodi BSA Semester 5)