Surabaya, (29/10/2025) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya melalui Program Studi Ilmu Hadis sukses menyelenggarakan Muktamar Ilmu Hadis bertema “Revitalisasi Ilmu Hadis di Era Digital: Antara Otoritas Ulama dan Algoritma”. Kegiatan ilmiah bergengsi ini berlangsung di lantai 9 Gedung Tengku Ismail Ya’kub dan menghadirkan empat narasumber yang merupakan pakar di bidang Ilmu Hadis.
Empat narasumber tersebut ialah Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. (Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia), Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. (UIN Sunan Ampel Surabaya), Prof. Dr. Syaifuddin Zuhri Qudsy, S.Th.I., M.A. (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Ketua Asosiasi Ilmu Hadis), serta Prof. Dr. Hj. Umma Farida, Lc., M.A. (UIN Sunan Kudus). Kehadiran para tokoh tersebut menjadi magnet tersendiri bagi sivitas akademika.
Acara dibuka dengan sambutan dari Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Abdul Kadir Riyadi, Ph.D.Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa hormat dan apresiasi yang tinggi kepada para alim, ulama, serta para tamu undangan yang hadir. Beliau menegaskan bahwa Ilmu Hadis merupakan salah satu disiplin pokok dalam khazanah keilmuan Islam yang memiliki peran penting dalam menjaga orisinalitas ajaran Islam dan kesinambungan tradisi keilmuan Islam klasik.
Lebih lanjut, Prof. Abdul Kadir menyoroti dampak kecerdasan buatan (AI) terhadap tradisi keilmuan Islam. Beliau mencontohkan bahwa saat ini, seseorang dapat dengan mudah mencari dalil Al-Qur’an atau hadis hanya dengan mengetik kata kunci tertentu, tanpa perlu membuka kitab secara manual.Menurutnya, kemudahan ini dapat membawa manfaat, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. “Jika ketergantungan terhadap mesin semakin kuat, maka kepakaran ulama bisa perlahan memudar, dan tradisi keilmuan Islam yang kaya bisa kehilangan ruhnya, ujar beliau.”Dalam lanjutan sesi Muktamar Ilmu Hadis, tiga narasumber utama memberikan pemaparan mendalam mengenai dinamika keilmuan hadis di tengah perkembangan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI).
Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. (UINSA) membuka diskusi dengan tema “Metodologi Kritis Hadis di Era Kecerdasan Buatan.” Beliau menjelaskan bahwa AI, khususnya Machine Learning (ML) dan Text Mining (TM), dapat menjadi alat bantu penting dalam penelitian sanad dan matan hadis. Teknologi ini mampu menganalisis pola perawi, mengklasifikasi hadis, hingga menelusuri kemiripan teks dengan lebih akurat. Meski demikian, Prof. Idri menegaskan bahwa kecanggihan teknologi tidak boleh melepaskan ilmu hadis dari akar sejarah dan metodologi klasiknya.
Sementara itu, Prof. Dr. Hj. Umi Farida, Lc., M.A. (UIN Sunan Kudus) mengangkat tema “Hadis di Media Sosial: Literasi, Autentisitas, dan Digital Patriarki.” Ia mengkritik bias patriarki dalam penyebaran hadis di media sosial yang sering kali menempatkan perempuan secara subordinatif. Dengan pendekatan Maqasid Syariah, beliau menekankan pentingnya reinterpretasi hadis agar tetap menjunjung keadilan dan kemaslahatan, serta perlunya kolaborasi antara ulama, influencer, dan platform digital untuk menghadirkan konten hadis yang edukatif dan berimbang.
Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A., Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, hadir sebagai keynote speaker dan menyampaikan pidato bertema “Tantangan Metodologi Hadis di Era Modern.” Ia menegaskan, bahwa Ilmu Hadis merupakan mutiara terpendam, dalam khazanah keilmuan Islam, serta menekankan tugas ilmuwan hadis untuk membersihkan sanad dan matan agar umat mendapatkan mutiara yang benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.
Dalam pidatonya, Prof. Kamaruddin juga berbagi pengalaman intelektual saat belajar di Eropa dan berdialog dengan dua orientalis besar, John Wansbrough dan Harald Motzki. Ia menyoroti perbedaan pendekatan keduanya dalam kritik hadis, serta menegaskan pentingnya memadukan metodologi klasik dan pendekatan ilmiah modern tanpa kehilangan pijakan spiritual dan keislaman. “Ilmu Hadis tidak boleh berhenti di ruang taklid. ia harus berdialog dengan zaman, namun tetap berakar pada nilai-nilai Islam,” tutupnya.
Sebagai penutup rangkaian Muktamar Ilmu Hadis, diadakan Forum Kaderisasi Ulama Hadis yang dipandu langsung oleh Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Forum ini bukan sekadar diskusi penutup, melainkan langkah strategis untuk merumuskan arah baru kajian hadis di era modern. Melalui forum ini, para akademisi dan mahasiswa diajak meneguhkan semangat kaderisasi membangun kembali keahlian sanad, memperkuat metodologi klasik, serta mengintegrasikan pendekatan kontemporer agar tradisi keilmuan hadis tetap hidup dan relevan.
Sebagai bentuk konkret dari semangat tersebut, forum ini turut memperkenalkan platform digital Naba’ al-Hadith, inovasi mahasiswa Ilmu Hadis yang dirancang untuk memperluas akses dan pengembangan khazanah hadis secara digital. Moderator menutup sesi dengan apresiasi kepada seluruh peserta dan menegaskan bahwa semangat diskusi dapat terus berlanjut di luar forum. Dengan demikian, muktamar ini berakhir sebagai simbol komitmen bersama menuju revitalisasi dan regenerasi ilmu hadis di era digital.
Penulis : Nadia Dina Azkiya
.