Fakultas Syariah & Hukum
October 25, 2025

PUSKOLEGIS FSH UINSA Gelar Dialog Konstitusi Bersama Hakim MK Prof. Dr. Anwar Usman: Dari Konstitusi ke Keadilan, Kiprah Mahkamah Konstitusi dalam Menjaga Hak Warga Negara

PUSKOLEGIS FSH UINSA Gelar Dialog Konstitusi Bersama Hakim MK Prof. Dr. Anwar Usman: Dari Konstitusi ke Keadilan, Kiprah Mahkamah Konstitusi dalam Menjaga Hak Warga Negara

Surabaya, 24 Oktober 2025 – Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel Surabaya melalui Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) pada Jumat, 24 Oktober 2025, menyelenggarakan kegiatan ilmiah bertajuk Dialog Konstitusi di Hall Lantai 3 Gedung KH. Mahrus Aly, Kampus A. Yani UIN Sunan Ampel Surabaya. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama antara FSH UIN Sunan Ampel Surabaya dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai bagian dari upaya memperkuat literasi konstitusional di kalangan akademisi dan mahasiswa.

Mengusung tema “Dari Konstitusi ke Keadilan: Kiprah Mahkamah Konstitusi dalam Menjaga Hak Warga Negara”, kegiatan ini menjadi ruang dialog akademik yang mempertemukan mahasiswa, dosen, dan praktisi hukum untuk memperdalam pemahaman mengenai peran strategis Mahkamah Konstitusi dalam menjaga tegaknya keadilan konstitusional di Indonesia.

Dalam kegiatan ini, hadir Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, sebagai narasumber utama. Dalam pemaparannya, beliau menguraikan perjalanan sejarah lahirnya judicial review yang berawal dari kasus Marbury vs. Madison (1803) di Amerika Serikat, yang menjadi tonggak awal pengujian undang-undang oleh lembaga yudisial. Prof. Anwar kemudian menelusuri gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia yang telah diusulkan oleh Moh. Yamin dalam sidang BPUPKI, dan baru terwujud setelah reformasi 1998 melalui amandemen UUD 1945. Ia menegaskan bahwa kehadiran Mahkamah Konstitusi merupakan wujud nyata dari semangat reformasi untuk mengawal terjaminnya hak-hak konstitusional warga negara.

Lebih lanjut, Prof. Anwar menjelaskan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pilar penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan (checks and balances) di antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jika lembaga eksekutif dan legislatif memiliki kewenangan positif untuk membentuk undang-undang, maka Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan negatif untuk membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. “MK tidak menciptakan hukum baru, tetapi memastikan agar setiap produk hukum yang dihasilkan tetap selaras dengan nilai-nilai konstitusi dan hak warga negara,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Anwar juga memaparkan empat kewenangan utama dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi, yakni pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga negara, pembubaran partai politik, penyelesaian perselisihan hasil pemilu, serta kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden. Kewenangan tersebut, menurutnya, menjadi bukti bahwa MK berfungsi tidak hanya sebagai penjaga teks konstitusi, tetapi juga sebagai penjaga keadilan substantif bagi warga negara.

Dalam materinya, Prof. Anwar juga mengulas sejumlah putusan penting Mahkamah Konstitusi yang berdampak besar terhadap perlindungan hak warga negara. Di antaranya, Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang membatalkan Undang-Undang Ketenagalistrikan karena dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, sehingga memastikan bahwa pengelolaan listrik tetap menjadi tanggung jawab negara. Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 yang membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air karena berpotensi mengkomersialisasi sumber daya alam yang seharusnya dikuasai oleh negara. Putusan Nomor 011/PUU-III/2005 yang menegaskan kewajiban pemerintah untuk memenuhi alokasi minimal 20 persen anggaran pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi, serta Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009 yang menjamin hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu meskipun belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Melalui penjelasan berbagai perkara tersebut, Prof. Anwar menegaskan bahwa setiap putusan Mahkamah Konstitusi bukan hanya berfungsi sebagai koreksi terhadap norma hukum, tetapi juga sebagai sarana untuk memastikan berjalannya prinsip demokrasi, nomokrasi (negara hukum), dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Ia menekankan bahwa peran Mahkamah Konstitusi adalah menjaga agar demokrasi tidak berubah menjadi tirani mayoritas dan agar hak-hak warga negara tetap terlindungi di bawah payung konstitusi.

Kegiatan ini dipandu oleh Helga Nurmilasari, M.H., dosen Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus peneliti PUSKOLEGIS. Dalam arahannya, Helga menegaskan pentingnya forum seperti ini bagi sivitas akademika untuk memahami hubungan antara teori hukum dan praktik ketatanegaraan. Ia menyebut, kegiatan Dialog Konstitusi merupakan bentuk nyata komitmen fakultas dalam membangun tradisi ilmiah dan menumbuhkan kesadaran konstitusional di kalangan mahasiswa.

Kegiatan yang diikuti oleh mahasiswa, dosen, dan peneliti di lingkungan FSH berlangsung dengan suasana interaktif. Para peserta aktif mengajukan pertanyaan seputar isu-isu konstitusional seperti kebebasan berpendapat, batas kewenangan Mahkamah Konstitusi, hingga peran lembaga peradilan dalam menjaga hak warga negara. Selain mendapatkan wawasan akademik, peserta juga memperoleh E-sertifikat serta pengetahuan praktis terkait hukum tata negara dan peradilan konstitusi.

Melalui penyelenggaraan Dialog Konstitusi ini, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya menegaskan komitmennya untuk menjadi pusat pengkajian hukum yang progresif dan responsif terhadap isu-isu konstitusional. Kegiatan ini sekaligus menjadi wujud nyata peran FSH dalam memperkuat budaya akademik, memperluas literasi hukum, serta berkontribusi aktif dalam menjaga nilai-nilai keadilan dan demokrasi di Indonesia.

Reportase: George As’ad Haibatullah El Masnany

Redaktur: George As’ad Haibatullah El Masnany

Spread the love

Tag Post :

Maslahah, Rahmah, Ramah

Categories

Berita