
Sidoarjo, 15 Nopember 2025
Pembahasan mengenai urgensi Islam Wasathiyah atau moderasi beragama kembali mengemuka setelah sejumlah fenomena intoleransi dan kekerasan yang melibatkan pelajar mencuat ke ruang publik. Dalam sebuah pemaparan materi bertajuk Urgensi Ajaran Islam Wasathiyah / Moderasi Beragama, Prof. Dr. H. Ali Mas’ud, M.Ag., M.Pd.I menegaskan bahwa nilai-nilai Islam Wasathiyah merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat Indonesia yang majemuk. Materi yang disampaikannya menggambarkan bahwa Wasathiyah atau moderasi bukan lagi sekadar wacana moral, melainkan bagian dari upaya strategis menjaga keutuhan sosial dan kebangsaan.
Dalam pemaparannya, Prof. Ali Mas’ud, Ketua Tim Pengabdian dari UINSA, menjelaskan bahwa Islam Wasathiyah merupakan ajaran Islam yang menekankan sikap moderat, toleran, serta menjaga keseimbangan dalam menjalankan ajaran agama. Konsep ini mengedepankan kemampuan menahan diri dan menghormati pihak lain, sesuai makna awal kata tolerare dalam bahasa Latin. Ia menegaskan bahwa sikap moderat bukan bentuk kompromi terhadap ajaran agama, tetapi cara menjaga proporsionalitas dalam beragama sekaligus menumbuhkan harmoni sosial.
Menurutnya, Indonesia hari ini hidup dalam realitas yang sangat beragam: multibudaya, multietnis, multireligi, multibahasa, dan multigolongan. Dalam kondisi seperti itu, keberagaman yang semestinya menjadi kekuatan dapat berubah menjadi potensi konflik apabila tidak dikelola dengan pendekatan yang arif. Moderasi beragama, kata Prof. Ali, berfungsi sebagai perekat yang dapat memperkuat ukhuwahIslamiyah, ukhuwahwathaniyah, dan ukhuwahbasyariyah.

Dalam forum tersebut, di mana peserta forum adalah pengurus dan anggota jama’ah Majelis Ta’lim Husnul Hatimah dan Al Muhajirin Perumahan Kedungturi Permai 1 Taman Sidoarjo, Pemateri menyoroti sejumlah kasus intoleransi yang mencuat secara nasional. Salah satu contoh yang dipaparkan adalah kasus siswa SMAN 72 Jakarta yang melakukan teror dengan aksi Bom di Masjid sekolah. Kasus kekerasan yang sering terjadi di lingkungan sekolah juga menjadi sorotan.
Dr. H. Muhammad Fahmi, M.Hum, M.Pd., selaku petugas lapangan dalam pengabdian ini menyinggung insiden perundungan yang menimpa seorang siswa berinisial BT di Kotamobagu. Korban mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh teman sebayanya, dan perilaku itu terjadi tepat sebelum korban hendak melaksanakan salat. Kasus tersebut akhirnya berujung pada kematian siswa tersebut. Menurut pemateri, peristiwa ini bukan sekadar masalah disiplin sekolah, tetapi cerminan lemahnya pendidikan karakter dan nilai kemanusiaan di lingkungan pendidikan.

Pemateri menilai bahwa berbagai kasus ini menunjukkan adanya gejala berlebih-lebihan dalam berperilaku yang semakin tampak pada sebagian masyarakat. Berlebihan dalam beragama akan tampak jika seseorang memiliki beberapa ciri, seperti menganggap diri paling benar, mudah menghakimi kelompok lain sebagai sesat, serta menolak ragam tafsir yang ada dalam tradisi Islam. Ciri-ciri tersebut disebut sebagai pintu masuk radikalisme agama yang dapat menimbulkan konflik sosial.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Dr. H. Syaifuddin, M.Pd.I, yang juga menjadi bagian dari Tim Pengabdian, menguraikan sejumlah alasan mengapa moderasi beragama menjadi penting dalam konteks kehidupan modern. Arus globalisasi yang semakin cepat, penetrasi informasi yang tidak terfilter, serta meningkatnya polarisasi politik membuat masyarakat lebih rentan terpecah. Tanpa fondasi keberagamaan yang moderat, masyarakat dapat dengan mudah terseret dalam sikap ekstrem, baik dalam bentuk intoleransi maupun kekerasan.
Pemateri memaparkan sembilan kata kunci moderasi beragama yang perlu diinternalisasi masyarakat, yaitu kemanusiaan, kemaslahatan umum, keadilan, keseimbangan, ketaatan pada konstitusi, komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penghormatan terhadap tradisi. Nilai-nilai ini, menurutnya, dapat menjadi pedoman dalam menghadapi isu-isu keberagamaan yang sering kali menimbulkan perdebatan publik.
Selain itu, pemateri juga memaparkan empat indikator penting moderasi beragama: adaptif terhadap budaya lokal, toleran terhadap perbedaan, menolak kekerasan, serta memiliki komitmen kebangsaan yang kuat. Adaptasi terhadap budaya lokal disebut sebagai faktor penting karena Islam di Indonesia tumbuh dalam dialektika panjang dengan budaya Nusantara. Moderasi, dalam hal ini, menjadi jembatan antara ajaran agama dan kearifan lokal.

Di sisi lain, Ketua RW 11, Naf’an, S.H, dalam sambutannya sebagai pejabat lokal perumahan, menekankan bahwa upaya membangun moderasi beragama harus dilakukan secara kolektif. Peran tokoh agama dinilai sangat strategis dalam memberikan contoh bagi masyarakat melalui ceramah yang menyejukkan, menghindari ujaran kebencian, serta mendorong dialog antar kelompok. Lembaga pendidikan juga diminta memberikan ruang bagi pembelajaran kritis, dialogis, dan humanis agar siswa memiliki pemahaman agama yang proporsional.
Sementara itu, pemerintah diharapkan terus memperkuat kurikulum moderasi beragama serta memastikan regulasi terkait keberagamaan tidak menimbulkan diskriminasi. Menurut pemateri, kebijakan negara harus memberi rasa aman bagi seluruh umat beragama, sekaligus menegaskan posisi negara dalam menolak segala bentuk intoleransi dan kekerasan.

Dalam pada itu, Dr. Hanik Yuni Alfiyah, M.Pd, Dosen FAI Unsuri Surabaya, yang menjadi bagian dari Tim Pengabdian, mengajak masyarakat untuk menjadi “aktor moderasi beragama” yang mampu menerjemahkan nilai Wasathiyah dalam kehidupan sehari-hari. Mencintai negara, menurutnya, dapat diwujudkan melalui sikap anti-kekerasan, penghargaan terhadap keberagaman, serta komitmen menjaga keutuhan bangsa. Moderasi bukan sekadar teori, tetapi praktik sosial yang harus dibangun bersama demi menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan harmonis.

Acara edukasi Islam Wasathiyah ini berjalan lancar dan banyak manfaat, di mana para peserta antusias dalam menyimak pemaparan materi dan berpartisipasi aktif dalam berdiskusi. Pada saat dialog, peserta yang bernama Mulyono, memberikan respon afirmatif terhadap forum edukasi ini. Ia mengatakan bahwa, andaikan acara seperti ini digelar setiap bulan di perumahan ini, pasti akan sangat memberikan manfaat bagi warga perumahan.

Peserta yang lain, H. Aji Susilo, mengajukan pertanyaan, terkait dengan Islam radikal atau fundamental, jika dihubungkan dengan perintah dalam Al Quran yang menyeru kita agar masuk Islam secar kaffah (menyeluruh), bagaimana kita memahaminya?

Peserta berikutnya, H. Bambang HR, menyatakan bahwa forum-forum seperti ini sangat penting untuk dilakukan secara kontinu, dan perlu diikuti oleh warga yang lebih luas di perumahan ini, Kami sekalu Ketua RT. 35, siap menjadi agen atau aktor yang menyebarkan ajaran Islam Wasathiyah atau Islam yang moderat di lingkungan RT Kami, Katanya.

Respon dari peserta terus berlanjut, Arif Bachtiar, Sekretaris RW 11, mengajukan pertanyaan kepada para pemateri, Bagaimana jika ada anak atau remaja di lingkungan perumahan ini yang terpapar paham radikal? Bagaimana cara menangani atau menghadapinya? Sebab kita tidak ingin jika itu dibiarkan.

Tidak kalah dengan peserta laki-laki, peserta Perempuan, Hj. Tri Andayani, menyampaikan pertanyaan tentang konsep khilafah dalam bernegara, apa yang dimaksud dengan konsep itu, kenapa sering dipersoalkan di negeri ini?

Kemudian, peserta ibu-ibu yang lain, Siti Aisyah, mengajukan pertanyaan yang mirip dengan penanya sebelumnya, yakni tentang konsep khilafah dalam bernegara, kenapa dipersoalkan? Apakah konsep khilafah memang tidak sesuai dengan konteks negara ini?

Peserta perempuan yang lain, Nuriyatul fatchah, mengajukan pertanyaan tentang bagaimana cara mendeteksi dini terhadap anak-anak atau remaja di lingkungan kita yang terpapar paham radikal, dan kalau sudah terdeteksi, bagaimana cara mengahadapinya? Ia juga berpesan agar acara seperti ini pada waktu yang lain juga melibatkan para remaja yang rentan terpapar paham radikal.
Pertanyaan-pertanyaan dan pendapat para peserta, ditanggapi semuanya oleh Tim Pemateri dan Pengabdian dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Acara ini memberikan wawasan baru bagi Warga Perumahan Kedungturi Permai 1 Taman Sdiaorjo yang tergabung dalam Majelis Ta’lim Al Muhajirin dan Husnul Hatimah. Semoga acara-acara serupa bisa dilaksanakan secara berkelanjutan untuk edukasi Islam yang rahmah bagi seluruh penghuni alam semesta!!!
