Fakultas Ushuludin & Filsafat
September 2, 2025

Penderitaan Hidup Nabi Yusuf vs Pamer Keserakahan ala Qarun

Penderitaan Hidup Nabi Yusuf vs Pamer Keserakahan ala Qarun

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Manusia merupakan makhuk paling mulia. Allah membanggakan manusia dengan memberikan berbagai kenikmatan dunia. Bahkan Allah memberi jaminan bahwa dunia akan menjadi warisannya selama menjaga kemuliaannya. Al-Qur’an memberi contoh manusia mulia dengan akhlaq dan ilmu yang tinggi. Nabi Yusuf layak menjadi contoh manusia mulia yang hidup dengan rentetan penderitaan, namun hidupnya berakhir mulia. Kemuliaannya karena mengingatkan manusia akan kehidupan akherat dan menjaga marwa agamanya. Dia  seharusnya menjadi contoh manusia dalam menjalani kehidupan, namun godaan dunia yang semakin indah telah membuat manusia sepeninggalnya salah arah sehingga terjerumus dalam kehinaan dunia. Mereka terpesona dengan berbagai kenikmatan dunia. Hatinya condong dan sangat cinta dunia hingga melupakan kehidupan yang kekal-abadi di akherat.

Kemuliaan Manusia

Allah memuliakan manusia dengan kedudukan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kebebasan untuk menjelajah dunia telah difasilitasi dengan sempurna. Keleluasaan hidup dan berbagai fasilitas untuk menjelajah berbagai penjuru pun telah diberi ruang. Kesedia kesempurnaan fisik pun dianugerahkan Allah kepada manusia. Keistimewaan manusia ini tidak diberikan kepada makhluk lain. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا

Artinya:

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-‘Isrā : 70)

Bahkan Allah menegaskan bahwa manusia akan menjadi pewaris dunia, sehingga bisa menjadikan kehidupannya semakin mulia. Berbagai kenikmatan di dunia, seperti rumah yang indah, kebun yang luas, mata air yang jernih, dan berbagai makanan dan buah-buahan akan menjadi pelengkap hidupnya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَلَقَدۡ كَتَبۡنَا فِي ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعۡدِ ٱلذِّكۡرِ أَنَّ ٱلۡأَرۡضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ ٱلصَّٰلِحُونَ

Artinya:

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lawḥ Maḥfūẓ bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS. Al-‘Anbiyā : 105)

Menjadi shalih telah menjadi syarat untuk mewarisi bumi ini. Hal ini bukan pekerjaan mudah, dan membutuhkan pengorbanan dan kerja cerdas. Allah telah memberi contoh -manusia hebat dan mulia. Mereka layak menjadi contoh untuk diteladani. Dalam menjalani kehidupan, mereka mengabdi hanya kepada Allah serta ingin mendapat ridha-Nya. Allah menyebut mereka sebagai manusia yang menjaga marwah agamanya. Akherat telah menjadi pengingat untuk selalu berbuat terbaik. Nabi Yusuf merupakan salah satu manusia yang layak untuk disebut sebagai contoh manusia mulai.

Ketika dihadapkan dua pilihan, antara hidup di penjara dan kenikmatan hidup dengan berbagai fasilitasnya, dia memilih penjara. Penjara dipilih sebagai jalan untuk menyelamatkan agamanya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

  قَالَ رَبِّ ٱلسِّجۡنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدۡعُونَنِيٓ إِلَيۡهِ ۖ وَإِلَّا تَصۡرِفۡ عَنِّي كَيۡدَهُنَّ أَصۡبُ إِلَيۡهِنَّ وَأَكُن مِّنَ ٱلۡجَٰهِلِينَ

Artinya:

Yūsuf berkata, “Wahai Tuhan-ku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”. (QS. Yūsuf : 33)

Godaan Dunia

Meskipun sudah ada contoh manusia istimewa yang patut dicontoh, namun manusia seringkali tidak mengambil pelajaran. Kehidupan dunia yang dipenuhi dengan berbagai kenikmatan, justru membuat manusia tak sabar untuk menikmatinya. Mereka tak lagi ingat kehidupan yang jauh lebih abadi yang di dalamnya ada kenikmatan-kenikmatan yang jauh lebih istimewa dan mengangumkan.

Dikatakan istimewa dan mengagumkan karena kehidupan di surga tak pernah ada dalam benak manusia, tak pernah dirasakan, atau dilihatnya. Namun semuanya terkubur oleh indahnya dunia dengan berbagai perhiasaannya.  Allah sudah mengingatkan agar mata tidak tergoda dengan apa yang telah diberikan kepada segolongan manusia yang mendapatkan kemewahan dan kemegahan dunia. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيۡنَيۡكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعۡنَا بِهِۦٓ أَزۡوَٰجٗا مِّنۡهُمۡ زَهۡرَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا لِنَفۡتِنَهُمۡ فِيهِ ۚ وَرِزۡقُ رَبِّكَ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ

Artinya:

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Ţāhā : 131)

Kenikmatan dunia sebagai cobaan agar manusia apakah sanggup menahan diri dari pelampiasan sepuas-puasnya terhadap kenikmatan yang ada di hadapannya. Bukannya tahan dan sabar terhadap godaan, manusia justru lupa diri, lupa akherat hingga terjerumusdengan berbagai kenikmatan dunia.

Harta yang banyak dengan berbagai fasilitas yang seolah tak pernah habis, justru menjadikan manusia sibuk mengumpulkannya. Semakin banyak harta dan tinggi kedudukannya bukan semakin bersyukur, tetapi justru semakin kurang dan ingin menimbunnya.

Kekayaan yang semakin melimpah ruah, justru membuat hidupanya semakin haus untuk mengumpulkan harta. Bahkan hidupnya semakin tak peduli terhadap penderitaan dan keterbatasan hidup orang lain. Alih-alih peduli, hidupnya semakin jauh dari empati pada warga miskin dan penduduk yang hidup kelaparan.

Apakah hidup seperti ini menjadikannya mulia ? Jelas tidak. Hidupnya telah menjadi buah bibir, dan contoh buruk manusia yang tak punya hati dan mati perasaannya. Ketika pola hidup ini sudah menggejala dalam sebuah komunitas elite, menjadi bom waktu sekaligus menjadi penyulut aksi perusakan sekaligus penjarahan. Rumah dan perabotnya dirusak, dan hartanya dijarah oleh mereka yang muak terhadap perilaku mereka yang sangat kejam dan bengis.

Mereka merupakan contoh manusia yang tak berperadaban. Akalnya lepas dan hatinya mati atas ketimpangan sosial di tengah masyarakatnya. Contoh manusia mulia seperti Nabi Yusuf tidak menjadikannya sadar untuk mengimitasi, tetapi justru meniru Qarun. Qarun merupakan  sosok manusia yang serakah dalam mengumpulkan harta, namun hiduonya hanya untuk  pamer kekayaan pada rakyatnya. Surabaya, 1 September 2025

Spread the love

Tag Post :

Categories

Articles, Artikel, Column, Column UINSA