Fakultas Syariah & Hukum
July 27, 2025

Pembelajaran Melalui Memory Cards: Mahasiswi FSH Kenalkan Anti-diskriminasi lewat Kelas Interaktif

Pembelajaran Melalui Memory Cards: Mahasiswi FSH Kenalkan Anti-diskriminasi lewat Kelas Interaktif

Suasana kelas bahasa Inggris di ruang 6/1 SMA di Bamrung Islam School, Phatthalung terasa berbeda pagi itu. Pada Selasa, 15 Juli 2025, dua mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel (FSH UINSA) Surabaya, Garnetta Liya Widyanti (HTN, semester 6) dan Rani Sufanah (IF, semester 4), menjadi pengajar tamu dalam program student mobility FSH selama 2 minggu dengan penuh semangat, keduanya mengubah pembelajaran menjadi lebih interaktif menggunakan modul memory cards. 

Jika sebelumnya menggunakan modul speaking cards dengan tujuan melatih speaking, kali ini, memory card meningkatkan kemampuan pemahaman bahasa Inggris dan mengingat kartu yang dibawa oleh masing-masing siswa. Dalam memory cards games juga diselipkan materi anti-diskriminasi yang diangkat sebagai refleksi atas kehidupan masyarakat Thailand Selatan yang plural, namun kerap menghadapi tantangan berupa minoritas penduduk beragama Islam di Thailand.

Proses pembelajaran berlangsung dinamis, setiap siswa-siswi kelas 12 mendapat satu kartu berisi pernyataan dan jawaban terkait diskriminasi dan kesetaraan, occupation and places. Tantangan diberikan dengan masing-masing siswa harus menemukan teman sekelas dengan kartu jawaban yang tepat, lalu mendiskusikannya secara lisan dalam bahasa Inggris. Salah satu contoh memory card yang digunakan berbunyi, “What is anti-discrimination law?” dengan kartu pasangannya dijawab, “A law that forbids unfair treatment based on religion, race, or gender.”

Pembelajaran ini tidak hanya menargetkan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris, tetapi juga membawa pesan kuat tentang pentingnya pemahaman nilai kesetaraan dan penolakan terhadap diskriminasi. “Diskriminasi, khususnya terhadap minoritas agama adalah isu yang sangat relevan di Thailand Selatan, di mana komunitas Muslim kerap mengalami tantangan integrasi sosial,” ujar Garnetta. Ia menambahkan, “Kami ingin siswa-siswi disini tidak hanya percaya diri berbicara dalam bahasa Inggris, tapi juga lebih kritis dan peduli terhadap lingkungan sosialnya.”

Untuk memperkuat pemahaman siswa, Garnetta dan Rani juga menampilkan presentasi powerpoint interaktif. Dengan penyajian materi berbahasa Inggris dan Thai, pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif, meskipun terkadang masih menggunakan google translate sebagai wadah bantuan berkomunikasi. “Tentunya model pembelajaran seperti ini lebih excited untuk mereka, mungkin membuat challenge baru bagi kami,” ujar Rani. 

Respons siswa cukup antusias. Beberapa tampak gugup saat bicara dalam bahasa asing, namun dorongan dari para delegasi student mobility serta suasana santai membuat pembelajaran berjalan lancar. Dengan permainan kartu seperti ini, siswa menjadi lebih aktif dan mudah memahami konsep yang rumit dalam topik-topik global seperti diskriminasi. Metode memory cards sendiri sudah menjadi praktik populer dalam pengajaran bahasa di berbagai sekolah internasional karena efektif memecah kebekuan kelas dan mengajak siswa berpikir kritis serta berani mengemukakan opini.

Tidak hanya di dalam kelas, topik anti-diskriminasi ini juga menjadi bahan bincang santai di luar jam pelajaran. Garnetta dan Rani kerap berdiskusi dengan para siswa mengenai pengalaman pribadi mereka soal keragaman dan toleransi di Indonesia. Diskusi dua arah tersebut membuat para siswa sadar, bahwa isu diskriminasi bisa terjadi di mana saja, tak terkecuali di lingkungan multikultural seperti Thailand Selatan.

Program student mobility FSH UINSA ini memang dirancang tak sekadar menambah jam terbang mengajar bahasa, tetapi mendorong mahasiswa menjadi penyokong nilai-nilai toleransi dan keadilan sosial. Baik Garnetta maupun Rani mendapat apresiasi dari beberapa guru, “para murid sangat senang sekali jika pembelajaran dibuat seperti games, dengan begitu kelas bisa menjadi lebih aktif,” ucap ustadzah Salamah selaku guru Bahasa Inggris dan pengurus asrama putri Bamrung Islam School. 

Dalam wawancara singkat dengan Ustadzah Salamah di sela kegiatan, Garnetta menyimpulkan pentingnya cross cultural learning ini. “Dengan mengetahui praktik hukum dan realitas sosial langsung di komunitas Muslim minoritas di Thailand, mahasiswa Indonesia bisa memetik perbedaan, persamaan, dan tantangan, serta menjadi agent of chahge saat kembali ke tanah air.”

Kegiatan pembelajaran berbasis pengalaman seperti ini menegaskan kontribusi mahasiswa Indonesia dalam membangun narasi positif tentang kultur budaya dan agama lintas negara, toleransi, dan perlindungan hak asasi manusia di Thailand. Dengan metode sederhana seperti memory cards dan pengenalan anti-diskriminasi, pesan besar tentang pentingnya menghargai perbedaan bisa sampai ke generasi muda, bahkan di ruang kelas sederhana di selatan Thailand.

(suasana pembelajaran di kelas 6/1) 

(materi powerpoint presentation memory cards games) 

Spread the love

Tag Post :

2025, FSH JAYA, FSH UINSA, KKN, Thailand

Categories

Berita