
UINSA Newsroom, Selasa (25/11/2025); UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya kembali mengukuhkan dua guru besar pada Selasa, 25 November 2025. Tepat di Hari Guru Nasional 2025 ini, total jumlah Guru Besar pada UINSA Surabaya sebanyak 105 Profesor dengan berbagai kepakaran di bidangnya.
Adalah Prof. Dra. Hj. Wahidah Zein Br. Siregar, M.A., Ph.D., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar ke 104 Bidang Sosiologi Gender, serta Prof. Dr. phil. Khoirum Ni’am, S.Ag., sebagai Guru Besar ke-105 Bidang Sosiologi Pengetahuan Islam. Keduanya dikukuhkan dalam Sidang Senat Terbuka yang digelar di Gedung KH. Syaifuddin Zuhri Sport Center and Multipurpose Kampus A. Yani UINSA Surabaya.

Sidang Senat Terbuka yang dipimpin langsung Ketua Senat Akademik, Prof. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag., ini dihadiri tamu undangan dari berbagai kalangan. Salah satunya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., juga Bupati Bondowoso, H. Abdul Hamid Wahid, M.Ag.
Rektor UINSA, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D., dalam sambutannya menyampaikan rasa senang menyimak orasi ilmiah dari kedua guru besar. Kepakaran yang dimiliki kedua Guru Besar menurut Rektor, sangat dibutuhkan saat ini. Bukan saja bagi UINSA tapi juga Pemerintah.

Dalam orasi ilmiah Prof. Wahidah misalnya, Rektor menggarisbawahi, tentang komitmen terhadap sensitivitas gender. “Prof. Wahidah sangat tahu, UINSA sejak tiga tahun terakhir, sudah menerapkan konsep ‘Kampus sebagai Rumah Kedua.’ Indikatornya adalah dua kata kunci, nyaman dan aman,” ujar Prof. Muzakki.
Orasi ilmiah Prof. Wahidah, menurut Rektor, sangat topikal dan relevan untuk kebutuhan UINSA Surabaya saat ini serta kebutuhan bersama di tengah masyarakat. Lebih lanjut Rektor menjelaskan, bahwa kebutuhan untuk memperkuat sensitivitas gender berkaitan erat dengan tata kelola ruang publik bahkan digital.

“Saya mengajak kepada Prof. Wahidah, mohon damping teman-teman Tim PPKS untuk memperkuat ‘kampus sebagai rumah kedua’ dengan indikator aman dan nyaman. Siapapun yang masuk kampus ini laki perempuan harus mendapatkan proteksi,” imbuh Prof. Muzakki.
Lebih lanjut terkait orasi ilmiah Prof. Ni’am, Rektor menegaskan, bahwa di tengah banyaknya kelangkaan akan kepakaran keilmuan pesantren, naskah orasi Prof. Niam dapat menjadi rujukan. “Satu catatan penting dari Prof. Ni’am adalah, bahwa keilmuan yang paling kuat berkembang di pesantren tidak lain adalah ilmu fiqih,” tegas Prof. Muzakki.

Tantangannya kemudian, lanjut Rektor, bahwa penting untuk kembali menghidupkan ketertarikan akan keilmuan pesantren. Sebuah konsep yang digagas UINSA, yakni ‘ihya’ ulumiddin.’
Dalam kesempatan ini, Rektor juga mengajak kepada kedua Guru Besar untuk menerjemahkan konsep ‘Kurikulum Cinta’ yang digagas Menteri Agama dalam konteks kepakaran di UINSA. Pertama, tidak mengasistenkan mengajar di kelas setelah menjadi Guru Besar. Kedua, meningkatkan produktifitas diri dengan memperbanyak penulisan artikel bereputasi. (Nur/Humas)

Redaktur: Nur Hayati
Foto: Kamal