Fakultas Ushuludin & Filsafat
August 5, 2025

Nabi Yusuf : Memilih Penjara, Menyelamatkan Marwah Agamanya

Nabi Yusuf : Memilih Penjara, Menyelamatkan Marwah Agamanya

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Dunia sangat memukau dan kebanyakan manusia memutuskan untuk memilih dan menikmatinya meski agamanya terkoyak. Sementara sedikit manusia meninggalkannya untuk menyelamatkan agamanya. Nabi Yusuf merupakan sosok sedikit manusia yang rela memilih hidup di penjara guna  menyelamatkan agamanya. Godaan hidup bersama para perempuan yang hidup glamor rela ditinggalkannya demi menyelematkan agamanya.  Saat ini banyak kita diperlihatkan betapa banyak manusia yang memiliki mengorbankan agamanya demi mendapatkan kenikmatan dunia. Bukan hanya berakhir tragis, kehidupan akhirnya terhina, dan di akherat akan tersungkur diliputi penyesalan mendalam.

Silaunya Dunia

Diakui atau tidak, dunia sangat menggoda hingga tidak sedikit manusia yang tanpa sadar mengorbankan agamanya. Memang tidak mudah untuk keluar dari godaan dunia. Bahkan tidak sedikit dari generasi manapun rama-ramai memilih menikmati dunia dengan mengorbankan agamanya. Betapa banyak generasi yang selama terhiasi dengan nilai-nilai  agama, begitu cepat melepaskannya begitu harta dan fasilitas dunia ada di hadapannya, agamanya.

Nabi Yusuf merupakan sosok pemuda yang hidup di lingkungan penuh glamor. Berbagai fasilitas hidup ada di hadapannya, Perempuan cantik pun siap menemaninya untuk  berbuat zina. Namun Yusuf berhasil keluar dari jeratan itu. Keluar dari jeratan perzinaan belum selesai. Dia harus dijebloskan ke dalam penjara karena menolak berzina. Nabi Yusuf pun diberi dua pilihan, hidup di penjara dengan berbagai keterbatasan bahkan penderitaan, atau hidup nyaman dengan melayani berbagai perempuan cantik.

Demi menjaga agamanya, Nabi Yusuf rela meninggalkan kemewahan dan kesenangan hidup. Dia memilih penjara sebagai tempat tinggal. Pertimbangan menjaga agamanya menjadi dasar dan prioritas hidupnya. Hal ini dinarasikan dengan baik oleh Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

قَالَ رَبِّ ٱلسِّجۡنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدۡعُونَنِيٓ إِلَيۡهِ ۖ وَإِلَّا تَصۡرِفۡ عَنِّي كَيۡدَهُنَّ أَصۡبُ إِلَيۡهِنَّ وَأَكُن مِّنَ ٱلۡجَٰهِلِينَ

Artinya:

Yūsuf berkata, “Wahai Tuhan-ku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”. (QS. Yūsuf : 33)

Dalam pandangan Nabi Yusuf, memilih dunia dengan berbagai kenikmatannya yang sesaat merupakan kebodohan. Betapa tidak, kenikmatan sesaat dipilh sementara agamanya dikorbankan. Bukan kah ini kebodohan kalau harus menjalani hidup dengan berbagai kenikmatan, namun agamanya terkoyak. Akal sehat Nabi Yusuf telah memandu untuk membenarkan keyakinannya yang benar dan mulia.

Nabi Yusuf terbebas dari perzinahan tidak lain karena karunia dan penyelamatan Allah. Memilih penjara pun disadari sebagai bentuk penjagaan Allah guna menjaga agamanya. Pilihan untuk menderita hidup di penjara untuk menjaga agamanya pun dibalas Allah dengan membuka hati raja, yang saat itu sedang bermimpi dan tidak tahu tafsirnya. Nabi Yusuf telah menafsirkan dengan sempurna mimpi raja.

Allah pun memasukkan ilham kepada Nabi Yusuf, sehingga mampu menafsirkan mimpi dengan tepat, sehingga raja pun memberi kedudukan tinggi, dan mengantarkan Nabi Yusuf sebagai manusia terpandang dan bersih. Akhlaq tinggi itulah yang memberi kepercayaan dirinya sebagai orang paling Istimewa di negeri Mesir. Namanya masyhur dan menjadi perbincangan yang tak terputus sebagai manusia agung.

Mengorbankan Agama

 Al-Qur’an pun merekam manusia-manusia yang tamak pada dunia dan menutup jalan untuk berbuat baik untuk dirinya. Dia ingin menikmati dunia sendiri dan secara sadar tidak ingin berbuat baik pada orang lain. Agamanya sengaja dikubur demi melampiaskan hawa nafsunya untuk menguasai dunia.

Al-Qur’an menunjukkan ada seorang pemilik kebun yang membayangkan akan memanen secara sempurna, dan tidak ingin hasil panennya dirasakan oleh orang-orang miskin. Al-Qur-an mengisahkan hal itu sebagaimana firman-Nya :

    أَن لَّا يَدۡخُلَنَّهَا ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكُم مِّسۡكِينٞ

Artinya:

“Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu”. (QS. Al-Qalam : 24)

Dia pun berangkat pagi-pagi dan berbisik-bisik kepada temannya agar langkah-langkahnya tidak didengar orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia membayangkan panen besar dan tidak akan berkurang apabila hasilnya sebagian disedekahkan kepada orang-orang miskin yang ada di sekitarnya. Namun kerakusan pada dunia, telah menghalangi dirinya untuk menjaga agamanya. Al-Qur’an mengabadikan niat buruk yang justru akan melenyapkan seluruh impiannya.

وَغَدَوۡاْ عَلَىٰ حَرۡدٖ قَٰدِرِينَ

Artinya:

Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). (QS. Al-Qalam : 25)

Niat buruk inilah yang mengakhiri dan menghapus mimpi besar untuk memanen hasil bkebun dengan sempurna. Niat busuk untuk berbagi kepada orang-orang miskin, teah mendatangkan murka Allah, sehingga pada akhirnya melenyapkan semua impiannya.

Allah menunjukkan bahwa kenikmatan yang begitu besar, dengan kebun-kebun yang panen dan membuatnya kaya raya, justru membentuk sifat pelit dan tidak mau berbagi. Ini merupakan kejahatan kemanusiaan setelah dirinya mendapatkan limpahan nikmat yang amat besar.

Peluang berbuat baik kepada orang miskin lewat hasil kebunnya merupakan bentuk penjagaan agamanya. Namun manusia-manusia yang tak mengenal syukur kepada Tuhannya, justru memilih menikmati sendiri. Dia tidak peduli terhadap nasib orang lain yang jauh di bawahnya. Allah telah memberi karunia besar berupa kekayaan, seharusnya mendatangkan rasa syukur sekaligus peduli kepada orang lain yang tidak seperti dirinya.

Dengan limpahan kekayaan hasil kebun seharusnya disadari sebagai sarana untuk menjaga agamanya. Dengan berbagi dan memberi kekayaannya akan berkah dan bertambah karena doa-doa orang yang telah mendapatkan Sebagian rizkinya. Namun hawa nafsu untuk menikmati secara penuh justru menghancurkan semua Impian. Allah telah menghempaskan semua angan-angannya, hanya gara-gara kekayaan ingin menikmati dunia secara penuh, dengan mengubur agamanya.

Surabaya, 5 Agustus 2025

Spread the love

Tag Post :

Categories

Articles, Artikel, Column, Column UINSA