Fakultas Ushuludin & Filsafat
September 26, 2025

Millah Profetik Para Nabi dan Penyimpangan Yahudi-Nasrani

Millah Profetik Para Nabi dan Penyimpangan Yahudi-Nasrani

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Setiap komunitas memiliki Millah (jalan). Mereka memegang teguh millah tersebut, dan berupaya menerapkan di tengah masyarakat, serta berusaha mengajak orang lain mengikutinya. Setiap millah diperjuangkan secara totalitas sehingga bisa menjadi tata nilai yang harus dijalankan bersama. Ketika terdapat millah lain yang berseberangan dengan millahnya, maka dilemahkan atau ditolak. Nabi Ibrahim memiliki millah, yang di dalamnya untuk menegakkan tauhid, seringkali diakui oleh Yahudi dan Nasrani sebagai sumber millahnya. Sementara mellah keduanya (Yahudi-Nasrani) tidak bertauhid dan menyimpang dari jalan Nabi Ibrahim. Saling klaim terhadap Nabi Ibrahim, sebagai sumber utama keyakinan itulah yang menyebabkan hingga saat ini sulit disatukan.  

Millah Profetik

Setiap komunitas, lahir dan bertumbuh di atas sebuah millah (jalan), yag di dalamnya terdapat norma dan tata nilai yang hendak dijalankan. Mereka yakin benar, dan ingin millah itu diwujudkan di ruang sosial, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Millah bukan sekadar keyakinan privat, melainkan peta orientasi kolektif yang mengarahkan bagaimana suatu kelompok memaknai kebenaran, menilai yang baik dan yang buruk, dan memilih strategi kultural maupun politik untuk mempertahankan diri. Karena itu, dialektika sosial jarang netral, dimana millah yang berbeda bertemu, akan saling mempengaruhi.

Nabi Ibrahim merupakan tokoh sentral yang memiliki millah tersendiri. Misi utamanya untuk mentauhidkan Allah. Nilai ini diupayakan untuk diterapkan di tengah komunitasnya. Kokohnya menjalankan millah ini, Nabi Ibrahim mengalami penghadangan, berupa ancaman, pengusiran dan sebagaimnya. Jalan menuju Tuhan yang satu ini dihalang-halangi oleh orang-orang yang tidak mengerti hakekat penyembahan kepada Tuhan yang telah memberi segalanya.

Proses penyadaran kepada nilai-nilai tauhid ini dijelaskan dengan cermat oleh Nabi Ibrahim, namun muncul orang-orang yang membencinya. Kelompok pembenci ini tidak mengakui kebenaran tetapi justru membantahnya. Al-Qur’an menarasikan kelompok pembenci ini sebagai orang-orang yang bodoh. Hal ini termaktub sebagaimana firman-Nya :

 وَمَن يَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٰهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُۥ ۚ وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَٰهُ فِي ٱلدُّنۡيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Artinya: Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Al-Baqarah : 130.

Dikatakan memperbodoh dirinya, karena Nabi ketika menjelaskan berbagai kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya, mereka mengakui. Namun saat diajak menyembah dan mengaungkan-Nya, mereka justru membenci dan menolaknya.

Yahudi Nasrani

Apa yang disampaikan Nabi Ibrahim berupa millah profetik, mendapatkan perlawanan dari orang Yahudi dan Nasrani. Masing-masing di antara mereka memiliki millah dan berupaya menjalankannya di tengah masyarakat. Mereka merasa di atas petunjuk, dan ingin mengajak dan melenyapkan millah kaum muslimin. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

 وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡ ۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ

Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah : 120)

Allah menegaskan bahwa sebagai millah, Islam di atas petunjuk yang benar sehingga mendapat jaminan perlindungan dan pertolongan. Al-Qur’an menggambarkan kegigihan mereka yang menolak millah profetik hingga membujuk kaum muslimin masuk ke dalam millahnya serta menjamin akan menanggung dosa-dosanya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :   

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّبِعُواْ سَبِيلَنَا وَلۡنَحۡمِلۡ خَطَٰيَٰكُمۡ وَمَا هُم بِحَٰمِلِينَ مِنۡ خَطَٰيَٰهُم مِّن شَيۡءٍ ۖ إِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ

Artinya:

Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu” dan mereka (sendiri) sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. (QS. Al-`Ankabūt : 12)

Keberanian untuk menanggung dosa di atas millahnya yang menyimpang merupakan suatu kenekatan yang tidak berdasar. Di katakana tidak berdasar karena manusia tidak menanggung dosa orang lain. Kalau pun menanggung dosa orang lain tidak mungkin karena menanggung dosa dirinya saja tidak mampu.

Bagaimana mungkin millah yang menyimpang bisa menyalahkan millah yang benar dan lurus. Ketika millah mengakui Nabi Ibrahim sebagai sumber ajaran sekaligus panutan. Namun Nabi Ibrahim mentauhidkan Allah dan menyembah kepada-Nya. Namun orang Yahudi menyombongkan diri dan tak mau menyembah-Nya serta seringkali membangkang terhadap perintah-Nya. Bahkan mereka seringkali menentang para rasul yang mengajak untuk menyembah kepada Allah, dan tidak  sedikit yang membunuhnya ketika rasul tak sesuai dengan keinginannya.

Sementara kaum Nasrani justru merendahkan Allah, karena mengagungkan Maryam serta mengakui Isa sebagai anak Allah. Hal ini jelas bertentangan dengan millah profetik yang mengagungkan Allah dan menjauhkan diri dari kepercayaan yang menghina dan merendahkan Allah. Dikatakan menghina karena menolak perintah-Nya, sebagaimana yang ditunjukkan oaring Yahudi. Dikatakan merendahkan karena menyembah kepada selain Allah dan mengakui Allah memiliki anak.

Surabaya, 25 September 2025     

Spread the love

Tag Post :

Categories

Articles, Artikel, Column, Column UINSA