Surabaya – UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) kini memiliki seorang Guru Besar baru di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional, Senin, 25 November 2025, Prof. Dra. Wahidah Zein Br Siregar, M.A., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar di bidang Sosiologi Gender.
Acara pengukuhan dilaksanakan dengan khidmat di Gedung Sport Center (Saifuddin Zuhri) UINSA Kampus 1 Ahmad Yani. Pencapaian akademik tertinggi ini merupakan hasil dari pemikiran kritis dan perjuangan Prof. Wahidah Zein dalam mencintai serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Kehadiran beliau kini menjadi teladan dan inspirasi bagi seluruh sivitas akademika UINSA, khususnya para dosen dan mahasiswa di lingkungan FISIP.
Pendidikan: Komitmen untuk Kesetaraan Ilmu
Prof. Wahidah Zein telah meyakini sejak kecil bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan menuju perubahan. Keyakinan ini menjadi pegangan dalam setiap langkahnya, diiringi komitmen untuk selalu menyalakan kesetaraan ilmu.
Komitmen ini sudah terlihat sejak awal karier akademiknya. Saat menamatkan studi di IAIN Sumatera Utara pada tahun 1991, beliau meraih predikat sebagai wisudawan terbaik. Prestasi ini menjadikannya terpilih sebagai peserta program Pembibitan Dosen IAIN Angkatan 5 setahun kemudian. Program kaderisasi dosen tersebut menegaskan potensi besar yang dimiliki Prof. Wahidah Zein.
Perjalanan akademiknya merupakan cerminan bahwa pencapaian tertinggi adalah proses panjang. Gelar Guru Besar Sosiologi Gender yang kini disandangnya merupakan penegasan atas konsistensi beliau dalam membawa narasi kesetaraan di ranah akademik, menjadikannya sumber inspirasi di lingkungan FISIP UINSA yang kaya akan kajian sosial dan politik.
Orasi Ilmiah: Menjawab Mitos Poligami dan Mengklasifikasi Peran

Momen pengukuhan adalah orasi ilmiah Prof. Wahidah Zein yang bertajuk “Memperkuat Sensitivitas Gender untuk Kenyamanan Hidup Bersama: Perspektif Sosiologi Gender.” Orasi ini dimulai dengan kritik berbasis data yang bertujuan membongkar mitos sosial yang sudah mengakar.
Prof. Wahidah Zein mengutip data statistik, baik nasional maupun global, yang menunjukkan bahwa proporsi penduduk laki-laki masih sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan. Data ini secara jelas membantah anggapan lama yang sering digunakan untuk membenarkan praktik poligami dengan alasan populasi perempuan yang lebih banyak. “Jika ada yang masih berpoligami dengan alasan jumlah perempuan lebih banyak, maka dia salah besar,” tegas beliau, mematahkan mitos tersebut.
Dalam upaya mengurai gagasan inti tentang sensitivitas gender, Prof. Wahidah Zein membedakan secara tegas antara fungsi kodrati dan gender. Fungsi kodrati adalah basis biologis yang diberikan oleh Allah SWT. Fungsi kondrati kemudian melahirkan konsep laki-laki dan perempuan.
Namun, beliau menekankan, fungsi kodrati sangat berbeda dengan gender. Gender adalah hasil konstruksi sosial, sebuah pemikiran atau konsep yang sepenuhnya diciptakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, konsep maskulin dan feminin yang selama ini menentukan peran seseorang di ranah domestik maupun publik tidak bersifat absolut. Peran-peran ini bersifat cair, dapat dinegosiasikan, dan bisa berubah seiring perkembangan zaman.
Untuk memberikan kerangka pemikiran yang jelas, Guru Besar baru ini menawarkan pengklasifikasian tugas, peran, dan status yang sensitif gender dalam tiga kategori:
- Yang Bisa Dipertukarkan (Interchangeable): Tugas atau peran yang dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, tidak terikat pada fungsi biologis.
- Berbeda dalam Masyarakat (Socially Diverse): Peran yang berbeda-beda antar kelompok masyarakat, menunjukkan sifat gender yang terikat konteks budaya dan sosial.
- Bisa Berubah Seiring Waktu (Historically Changing): Peran yang dapat bergeser dan berevolusi seiring dengan perubahan sosial, ekonomi, dan kemajuan teknologi.
Klasifikasi ini memberikan panduan akademis yang tegas bahwa konstruksi gender adalah entitas yang dinamis dan bukan hukum alam yang statis.
Panggilan Aksi: Mendorong Akomodasi Bersama di Ranah Domestik
Bagian penting dari orasi ini adalah pembahasan relasi peran reproduksi dalam ranah domestik dan publik. Secara tradisional, peran mengandung, menyusui, dan melahirkan hanya dipahami sebagai urusan domestik. Akan tetapi, Prof. Wahidah Zein menegaskan bahwa peran-peran tersebut sejatinya sudah menjadi urusan publik. Mengapa? Sebab ada campur tangan dan kepentingan negara dalam proses reproduksi masyarakat. Tanpa keberlanjutan reproduksi yang sehat, kelangsungan sebuah bangsa akan terancam.
Beliau melihat, saat ini sudah banyak terjadi perubahan positif pada peran perempuan di ranah publik (karier, pendidikan, politik). Namun, ada satu masalah yang masih terjadi: minimnya perubahan dalam ranah domestik. Beban domestik yang masih menumpuk pada perempuan ini, menurutnya, menciptakan ketidakseimbangan yang berdampak pada kualitas hidup bersama.
Jawabannya adalah akomodasi bersama. Prof. Wahidah Zein meyakini bahwa kenyamanan hidup bersama akan tercapai melalui pembagian peran yang adil dan kesadaran gender yang tinggi di berbagai tingkatan.
Fenomena di negara-negara Nordik (Eropa Utara) dijadikan sebagai contoh. Tingkat sensitivitas gender yang tinggi, yang diwujudkan melalui kebijakan publik adil seperti cuti ayah, terbukti berjalan seiring dengan tingkat kebahagiaan penduduk yang tinggi pula. Sensitivitas gender, dalam hal ini, bukan hanya soal keadilan, melainkan kunci menuju kualitas hidup yang lebih baik bagi semua.
Pada akhir kritiknya, Prof. Wahidah menyoroti regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Ia secara khusus mengkritik aturan cuti bagi suami ketika istri melahirkan yang terlalu singkat, umumnya hanya dua hari. “Cuti dua hari bagi suami itu jelas tidak cukup untuk mendukung proses pemulihan ibu dan adaptasi keluarga baru. Ini menunjukkan negara belum melihat proses reproduksi sebagai urusan publik yang harus diakomodasi secara serius,” tutupnya dengan pesan kuat.
Pengukuhan Prof. Wahidah Zein di Hari Guru Nasional menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali bahwa seorang guru besar adalah pendidik yang mendorong perubahan masyarakat, terutama dalam merevisi pandangan sosial tentang gender.(ASE)
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program FISIP UINSA, silakan kunjungi dan ikuti media sosial kami di Instagram.