Iksan
Sekretaris Magister Pendidikan Agama Islam
Setiap orang pada hakikatnya selalu punya kecendrungan mendekati kebahagiaan. Itulah kenapa, iming-iming surga dalam agama-agama selalu dihadirkan dalam kitab-kitab suci. Pada saat yang sama manusia memiliki kecenderungan untuk menghindarkan diri dari kesengsaraan. Itulah kenapa agama-agama menggambarkan neraka sebagai pusat kesengsaraan.
Teori ini tidak saja berlaku pada konteks spiritualitas keagamaan tapi juga dalam ranah sosial keseharian. Di tempat kerja kita, kita mengenal beberapa tempat yang biasa-biasa saja, sama dengan tempat lainnya tapi ia menjadi penyedot dari manusia-manusia di sekitarnya untuk berkumpul di tempat itu. Sering kali ruang-ruang tersebut adalah tempat di mana batas-batas kekakuan struktural ditanggalkan. Dan beberapa orang menurut saya harus saya akui mereka berhasil membentuk ruang tersebut menjadi nyaman bagi siapapun yang datang.
Sebagai contoh, saya memiliki seorang teman di kampus. Beberapa kali dia berpindah kantor. Tak ada yang menarik dari ruang kantornya, tapi justru yang menarik, orang-orang selalu menjadikan ruangan teman tersebut sebagai ruang untuk bercengkrama dan bahkan tak jarang menjadi ajang untuk mendiskusikan hal-hal yang rumit dengan cara yang Santai.
Pada ruang yang lain di luar kampus, saya mendapati sebuah warung kopi milik teman, ramai sekali orang datang ke sana. Tatkala dirasa ramai, warungnya tak lagi disewakan oleh pemilik bangunan sehingga teman tadi harus pindah 20 meter kea rah abarat dari tempat asal. Tempat yang tadi diambil ternyata juga dijadikan warung kopi. Akan tetapi yang menarik, orang-orang tetap setia datang ke warung yang pindah tadi dibanding warung lama dengan kepemilikan baru. Padahal secara fisik bisa jadi lebih bagus warung yang asal. Sehingga menurut hemat saya, teman saya tadi telah berhasil membuat orang merasa nyaman dengan cara setiap pengunjungnya dibuat merasa dekat dengan setiap penjaganya.
Sebaliknya ada beberapa orang yang bahkan orang-orang menghindari tempat seseorang berada karena tidak mau berurusan dengan orang tersebut. Bagi mereka bisa saja bertemu dengan orang-orang tertentu tersebut akan mendatangkan kesengsaraan.
Sebagai bagian dari umat Islam, sebuah otokritik penting wajib kita haturkan, kenapa masjid-masjid kita sekarang cenderung sepi dan hanya dipakai untuk salat wajib saja? Bisa jadi jawabannya adalah orang-orang melihat pergi ke masjid hari ini tak lagi menjadi ruang untuk mendekati kebahagiaan. Bisa jadi dalam benak orang-orang, pergi ke masjid hanya urusan ritualitas saja. Padahal pada masa Nabi saw, di mana Nabi sering berada di dalamnya menjadi tempat orang berbagi cerita dan memecahkan masalah keumatan.
Oleh karena itu menurut saya penting untuk menciptakan ruang-ruang di mana kebahagiaan itu bisa hadir di tengah-tengah kita. Bisa berupa dari hal-hal yang sederhana, colokan hape yang banyak misalnya atau minuman yang bisa diseduh oleh siapa saja, tanaman yang rindang, dan lain sebagainya. Akan tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah sebenarnya adalah bagaimana kebahagiaan itu bisa mengalir dari dalam diri kita, karena sesungguhnya semua fasilitas tanpa orang-orang hanyalah artefak belaka.