Fakultas Ushuludin & Filsafat
October 20, 2025

Membaca Ulang Hadis tentang Perempuan: Prodi Ilmu Hadis UINSA Gagas Tafsir Adil Gender dengan Teori Mubadalah

Membaca Ulang Hadis tentang Perempuan: Prodi Ilmu Hadis UINSA Gagas Tafsir Adil Gender dengan Teori Mubadalah

Pada Senin (6/10), Program Studi Ilmu Hadis (Ilha) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya menyelenggarakan seminar inspiratif bertajuk “Diskursus Perempuan dalam Hadis: Upaya Tafsir Adil Gender Perspektif Mubadalah.” Kegiatan ini bertujuan untuk menegakkan nilai keadilan dalam pemahaman hadis-hadis yang sering dianggap bersifat misoginis.

Seminar yang berlangsung di Auditorium UINSA ini dihadiri oleh seluruh mahasiswa Prodi Ilmu Hadis. Acara semakin istimewa karena menghadirkan dua narasumber hebat, yakni Dr. H. Faqihuddin Abdul Kodir, M.A., perintis metode Qira’ah Mubadalah yang akrab disapa Kang Faqih, serta Dr. Zunly Nadya, M.A., M.Hum., penulis dan peneliti yang dikenal melalui karyanya tentang periwayatan hadis perempuan.

Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Finkan Salma, kemudian dilanjutkan sambutan oleh Ketua Prodi Ilmu Hadis, Dr. Ida Rohmawati, M.Fil.I. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa mahasiswa Ilmu Hadis perlu memiliki pandangan luas terhadap dunia digital. “Banyak hadis yang saat ini ditafsirkan secara tekstual saja. Mahasiswa Ilmu Hadis harus mampu mengembangkan interaksi keilmuan yang lebih terbuka dan kontekstual,” ujarnya.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Wakil Dekan I FUF, Prof. Dr. Mukhammad Zamzami, Lc., M.A., yang menegaskan pentingnya kegiatan seperti ini. “Seminar semacam ini menjadi ruang penting untuk memperkuat kajian hadis dengan pendekatan yang lebih kontekstual dan adil gender. Kita perlu menumbuhkan semangat riset yang kritis, kolaboratif, dan responsif terhadap isu-isu sosial keperempuanan,” tutur beliau.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Dakhirotul Ilmiyah, M.H.I., dan dipandu oleh moderator Rif’iyatul Fahimah, Lc., M.Th.I. Dalam pengantarnya, Rif’iyatul menuturkan bahwa pembahasan tentang perempuan selalu menarik dan relevan di setiap zaman.

“Perempuan telah memainkan peran besar sejak masa Rasulullah SAW. Namun seiring waktu, budaya patriarki mulai muncul dan menimbulkan berbagai bentuk diskriminasi. Karena itu, penting bagi kita untuk kembali meninjau hadis dengan perspektif yang adil dan seimbang,” ungkapnya.

(Sesi pemaparan materi : Tim Media Center FUF)

Narasumber pertama Dr. KH. Faqiuddin Abdul Kodir,M.A. Dalam pemaparannya, menjelaskan bahwa isu perempuan sejatinya merupakan isu kemanusiaan. Menurutnya, pembahasan tentang perempuan tidak semestinya hanya dilihat dari aspek biologis atau peran domestik, melainkan dari sisi kemanusiaan yang utuh — meliputi akal, jiwa, dan tanggung jawab sosial sebagai khalifah di muka bumi bersama laki-laki.

Beliau menyoroti kecenderungan penafsiran hadis yang kerap menempatkan perempuan sebagai objek, sedangkan laki-laki menjadi subjek. Misalnya dalam kitab Bulugh al-Maram, banyak hadis yang berbicara tentang bagaimana laki-laki memperlakukan perempuan, namun sedikit yang menyinggung relasi sebaliknya. Hal ini terjadi, jelasnya, karena penafsiran literal yang mengabaikan konteks dan nilai-nilai keadilan universal Islam seperti rahmatan lil-‘alamin dan akhlaq al-karimah.

Untuk itu, mubadalah hadir sebagai metodologi tafsir hadis yang menempatkan laki-laki dan perempuan secara setara dalam kemanusiaan. Dr. Faqihuddin mencontohkan hadis-hadis yang kerap disalahpahami secara misoginis, seperti perempuan sebagai fitnah atau perempuan sebagai sumber kesialan. Menurutnya, pemahaman tersebut tidak tepat, sebab kata fitnah dalam bahasa Arab juga dapat berarti ujian atau sesuatu yang menguji seseorang menuju kebaikan. Dengan membaca hadis melalui perspektif mubadalah, makna hadis menjadi lebih kontekstual dan adil gender.

Sementara itu, Dr. Zunly Nadya, M.Hum., memaparkan bahwa hadis tidak hanya berfungsi sebagai doktrin keagamaan, tetapi juga sebagai dokumen sosial dan historis yang merekam realitas masyarakat pada masa Nabi Muhammad Saw. Banyak hadis, katanya, lahir dari konteks sosial yang patriarkal sehingga pembacaannya perlu memperhatikan posisi perawi dan latar sosial budaya yang melingkupinya.

Beliau menekankan bahwa perempuan tidak hanya menjadi objek dalam hadis, tetapi juga subjek aktif dalam periwayatan. Tercatat sekitar 328 perawi perempuan dalam sejarah Islam, dengan 132 di antaranya berasal dari kalangan sahabat. Di antara mereka adalah Aisyah ra. dan Ummu Salamah ra., dua sahabiyah yang dikenal kritis terhadap riwayat yang bias terhadap perempuan. Dr. Zunly juga mengutip pandangan Khaled Abou El Fadl tentang kepengarangan hadis bahwa riwayat bisa dipengaruhi oleh sudut pandang perawi. Karena itu, pendekatan mubadalah penting untuk membaca kembali teks hadis agar lebih adil dan manusiawi.

Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif. Mahasiswa, khususnya dari semester tujuh yang sedang meneliti tema mubadalah, tampak antusias mengajukan pertanyaan dan berdialog langsung dengan para narasumber. Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa Ilmu Hadis semakin terbuka dalam mengembangkan pendekatan baru yang kontekstual, adil, dan relevan dengan tantangan zaman.

Penulis : Nadia Dina Azkiya 
Editor  : Dien Auliya Ramadhanti

Spread the love

Tag Post :

Media Center FUF

Categories

Berita, News