Anak dengan gangguan spektrum autisme semakin bertambah tiap tahunnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1% dari 160 anak menderita gangguan spektrum autisme, meningkat dari 1% pada tahun 2000-an menjadi 2% di seluruh dunia . Sekitar 2,4 juta anak di Indonesia saat ini diperkirakan mengalami gangguan spektrum autisme, yang kemudian diperkirakan terus meningkat setiap tahun. Kendala utama pada mereka adalah terkait komunikasi dan pola perilaku, utamanya perilaku yang terkait interaksional dengan orang lain, misalnya untuk memberikan salam secara sopan, menyapa teman/orang lain, mengkomunikasikan keinginannya, perilaku sopan di tempat umum (untuk tidak membuka baju), perilaku agresif.
Kemudian marilah kita bayangkan sebuah dunia di mana mengucapkan “Bismillah” sebelum makan terasa sulit, atau menyapa guru terasa asing. Inilah tantangan harian yang sering dihadapi oleh anak-anak dengan gangguan spektrum autisme. Masalah utama mereka bukan hanya pada komunikasi sosial, tetapi juga pada kendala perilaku interaksional. Apalagi, media visual yang secara khusus mengajarkan perilaku Islami seperti sopan santun, menutup aurat, dan kalimat thayyibah masih sangat minim. Keprihatinan inilah yang melatarbelakangi lahirnya inisiatif PERISAI (Pengembangan Perilaku Islami Anak), sebuah model intervensi visual adaptif yang kemudian diujicobakan pada dua Lembaga mitra yaitu PAUD Melati Inklusi Sidoarjo dan Kenzho Learning Centre.
Lalu, mengapa harus media visual? Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme lebih pembelajar visual (visual learner). Mereka cenderung lebih fokus dan mudah memproses informasi yang disajikan melalui gambar, dan kesulitan merespons sensasi auditori. Media visual seperti flash card terbukti efektif membantu mereka dalam komunikasi, pemahaman konsep, dan mengurangi perilaku bermasalah seperti tantrum. Media visual PERISAI dirancang khusus dengan memperhatikan elemen desain yang adaptif, seperti kontras warna tinggi, font sederhana, dan ilustrasi nyata, untuk memastikan pesan Islami tersampaikan dengan jelas dan tidak memicu overstimulasi.

Program intervensi media visual PERISAI menggunakan metode Service Learning, yang dalam hal ini dilakukan penggabungan pengabdian kepada masyarakat dengan penerapan ilmu pengetahuan di lapangan. Setelah melalui tahap asesmen awal yang mengungkap masalah spesifik tiap anak, meliputi kesulitan mengucapkan thayyibah, masalah interaksi sosial, hingga tantrum saat berpakaian dan meludah. Untuk selanjutnya intervensi dilaksanakan secara individual, karena untuk meminimalkan distraksi dan memastikan flash card bekerja maksimal sesuai profil perilaku unik setiap anak.
Proses pembelajaran perilaku Islami ini diatur secara hierarkis dan bertahap. Diawali dengan pemahaman dan pengucapan kalimat thayyibah, karena kalimat thayyibah (Assalamu’alaikum, Bismillah) adalah kunci awal dan fondasi utama komunikasi verbal Islami yang fungsional. Setelah anak menguasai komunikasi dasar ini secara mandiri, barulah intervensi dilanjutkan ke ranah yang lebih kompleks, seperti memahami dan menutup aurat, aktivitas interaksi sosial, dan yang paling kompleks, pengendalian diri dan regulasi emosi.

Setelah menjalani 5 hingga 6 sesi intervensi yang intensif dan pengulangan, hasilnya menunjukkan perkembangan positif. Status perilaku tujuan mereka bergeser dari “belum muncul” atau “bantuan penuh” menjadi “muncul secara mandiri, meskipun belum konsisten”. Perkembangan ini memperkuat peran media PERISAI sebagai jembatan komunikasi visual yang berhasil mengubah perilaku bermasalah menjadi perilaku Islami yang adaptif. Keberhasilan ini tidak luput dari peran guru, terapis, dan orang tua. Psikoedukasi yang diberikan menekankan pentingnya kolaborasi dan konsistensi dari tiga pihak ini (orang tua, sekolah, dan profesional), dengan melanjutkan secara konsisten di sekolah dan didukung oleh rutinitas yang sama di rumah.
Sebagai bagian akhir program ini adalah dengen menyerahkan set lengkap media visual PERISAI kepada PAUD Melati Inklusi dan Kenzho Learning Centre, termasuk kepada wali murid. Penyerahan media visual PERISAI ini menjamin keberlanjutan intervensi secara mandiri, dan memperkuat kolaborasi antara sekolah dan orang tua.
Dengan demikian, media visual PERISAI bukan hanya sekadar kartu bergambar, melainkan sebuah model pengembangan karakter berbasis nilai Islam yang telah teruji efektivitasnya dalam meningkatkan perilaku Islami pada anak dengan gangguan spektrum autisme. Keberhasilan ini membuka jalan bagi penelitian dan pengembangan media lebih lanjut, memastikan bahwa setiap anak, terlepas dari tantangan komunikasi mereka, memiliki kesempatan untuk mengenal dan mengamalkan ajaran agama dengan cara yang paling sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
Penulis: Dr. Mierrina, M.Si. Psikolog dan Ummy Chairiyah, M.I.Kom.