Prodi Teknik Sipil
October 25, 2025

Material Kayu Lokal, Kekuatan yang Sering Diremehkan

Material Kayu Lokal, Kekuatan yang Sering Diremehkan

Oleh: Efa Suriani, M.Eng

Pada saat kita membicarakan tentang bahan material bangunan, maka kebanyakan dari kita akan langsung berfikir material baja ringan, beton bertulang, atau bata ringan. Sangat jarang sekali orang mengingat material kayu lokal sebagai bahan material alternatif yang kuat, murah, dan ramah lingkungan. Padahal, di negara Indonesia yang hampir setiap daerah memiliki hutan, kayu seharusnya dapat menjadi sumber daya unggulan dalam pembangunan. Akan tetapi, pendapat Masyarakat sering kali keliru. Material kayu dianggap sebagai bahan lama yang mudah lapuk, kurang kuat, dan tidak tahan lama. Apalagi jika tidak direkayasa atau diawetkan. Padahal hasil penelitian terbaru kami menunjukkan beberapa jenis kayu lokal memiliki kekuatan tarik yang mengejutkan bahkan cukup digunakan sebagai konstruksi ringan sampai dengan menengah.

Kekuatan dari Jenis Kayu Sengon

Penelitian yang Kami lakukan berfokus pada jenis kayu lunak yang sangat mudah ditemukan di toko bahan bangunan: Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai kayu lunak atau softwood.

Tujuannya sederhana : Menilai kuat tarik kayu sejajar serat pada kayu lokal tanpa pengawetan, sebagaimana kondisi yang umumnya dijual dipasaran.

Dari hasil uji laboratorium, kayu sengon menunjukkan rata – rata kuat tarik sejajar sebesar 47,182 MPa. Nilai terendah sekitar 10,925 MPa, dan yang tertinggi mencapai 84,418 Mpa. Jika dibandingkan, nilai ini tidak jauh berbeda dari kayu komersial yang digunakan dalam konstruksi ringan yang ada di luar negeri. Memberikan pengeringan dan perlakuan yang tepat, kekuatan sifat mekaniknya dapat meningkat secara signifikan.

Pengertian Angka?

Bagi Masyarakat umum, angka sebesar “47 MPa” mungkin terdengar sangat abstrak. Untuk memberi Gambaran pemahaman, 1 MPa setara dengan gaya tekan sekitar 10 kilogram per sentimeter persegi. Jadi, kayu Sengon dengan kuat tarik sejajar serat 47 MPa berarti mampu menahan gaya tarik sekitar 470 kilogram per cm2, hal ini cukup besar untuk bahan material yang tumbuh di hutan rakyat. Artinya, kayu lokal bukan hanya layak, tapi potensial. Penggunaan struktur bangunan seperti atap rumah, plafond, kuda-kuda, atau bahkan elemen dekoratif struktural, kayu Sengon menjadi alternatif ekonomis sekaligus berkelanjutan.

Ramah Lingkungan dan Ekonomi Rakyat

Selain kuat, kayu lokal memiliki keunggulan antara lain: ramah lingkungan dan mendukung ekonomi desa. Jenis kayu Sengon misalnya, dapat tumbuh cepat sekitar hanya 5 sampai dengan 7 tahun sudah dapat ditebang. Penggunaan kayu lokal juga mengurangi jejak karbon disbanding baja atau beton. Produksi semen dan baja menghasilkan emisi CO2 sangat tinggi, sedangkan material kayu justru menyerap karbon selama masa pertumbuhannya. Dalam konteks Pembangunan hijau, ini keuntungan besar.

Permasalahan : Persepsi dan Perlakuan

Sayangnya, potensi besar ini sering terhambat oleh dua hal utama yaitu, persepsi Masyarakat dan kurangnya perlakuan material. Banyak yang masih memiliki anggapan kayu merupakan bahan “kampung” dan tidak tahan lama karena mudah dimakan rayap atau retak. Padahal, masalah bukan pada jenis kayunya, tetapi cara penanganan. Kayu yang baru ditebang seharusnya dikeringkan hingga kadar airnya sekitar 12 sampai 15 persen sebelum digunakan. Selain itu, penyimpanan dan perlindungan dari kelembapan juga sangat berpengaruh. Dengan prosedur sederhana misalnya dikeringkan alami selama beberapa minggu maka daya tahannya meningkat drastis tanpa perlu bahan kimia pengawet. Beberapa tukang tradisional sebenarnya sudah tahu hal ini.  Mereka menjamur kayu dibawah sinar matahari atau diruang terbuka hingga terasa ringan, Akan tetapi, di era Pembangunan cepat hal ini kadang diabaikan. Akibatnya, kayu yang langsung dipasang masih lembab dan cepat rusak.

Kayu Lokal di Era Modern

Negara – negara maju seperti negara Jepang dan Swedia kini justru Kembali mengandalkan material kayu rekayasa (engineered wood) untuk konstruksi bangunan tinggi. Mereka memanfaatkan teknologi seperti cross laminated timber (CLT) yang menyatukan potongan kayu kecil menjadi struktur besar, kuat dan tahan api. Indonesia sebetulnya bisa menuju ke arah sana akan tetapi haru dimulai dari pengakuan terhadap kekuatan kayu lokal itu sendiri. Penelitian yang kami lakukan merupakan hal kecil untuk membuka mata bahwa material alami ini masih sangat relevan di abad ke 21.  Dengan riset lebih lanjut, pengembangan produk kayu rekayasa berbasis kayu lunak yaitu, kayu Sengon bukan hal yang mustahil. Bayangkan saja jika rumah-rumah didesa dibangun dengan material hasil produksi Masyarakat sendiri, murah, kuat dan sekaligus berkelanjutan.

Dari Laboratorium ke Masyarakat.

Tulisan ini ingin mengajak kita semua dari akademisi, praktisi, hingga pemerintah daerah untuk Kembali menengok potensi bahan lokal. Kekuatan tidak selalu datang dari pabrikan besar. Kadang, ia tumbuh diam-diam di kebun belakang rumah, dalam bentuk batang kayu sederhana yang siap memberi manfaat besar jika kita mau memahaminya. Pembangunan berkelanjutan tidak hanya soal gedung tinggi atau infrastruktur megah, akan tetapi juga bagaimana kita mengoptimalkan sumber daya lokal tanpa merusaknya. Kayu lokal tanpa pengawetan, seperti kayu sengon membuktikan bahwa sains dapat berpihak pada kemandirian dan keberlanjutan.

Penutup.

Dalam setiap serat kayu lokal tersimpan cerita tentang alam, manusia, dan pengetahuan yang menyatu. Tugas kita sebagai akademisi bukan hanya meneliti, akan tetapi juga menceritakan temuan itu Kembali kepada Masyarakat dengan bahasa yang membumi. Sebab, ilmu yang tidak dibagikan, sama saja seperti pohon yang tumbuh tinggi namun tidak pernah berbuah.

(Uji Kuat Tarik Kayu di Laboratorium Prodi Teknik Sipil UINSA Surabaya)

Spread the love

Tag Post :

Categories

Artikel