
Bojonegoro, 2 November 2025 — Suasana hangat dan penuh semangat mewarnai Hall Andrawina, Hotel Aston Bojonegoro, ketika lebih dari empat ratus peserta dari berbagai daerah memenuhi ruangan sejak pagi. Mereka datang dengan antusias, menghadiri kegiatan bertema “Kurikulum Cinta: Sinergi Orang Tua dan Madrasah dalam Membangun Generasi Berakhlak.”
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Peningkatan Mutu Pendidikan Islam yang diinisiasi oleh Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, bekerja sama dengan UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai panitia penyelenggara.
Acara dibuka secara resmi oleh Prof. Dr. Hj. Husniyatus Salamah Zainiyati, M.Ag., Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam sambutannya, Prof. Husniyah menyampaikan pentingnya menghadirkan cinta dalam setiap proses pendidikan.
“Pedoman umat Islam adalah al-Qur’an. Jika al-Qur’an disarikan, maka akan terkumpul pada surah al-Fatihah. Jika al-Fatihah disarikan, maka akan terkumpul dalam basamalah. Sedangkan basmalah mementingkan aspek kasih sayang dan cinta” ujarnya disambut dengan tepuk tangan riuh para peserta.
Sorotan pertama datang dari pemateri utama, H. Abidin Fikri, S.H., M.H., Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI. Dengan gaya tutur yang tegas namun menyentuh, Abidin Fikri mengajak peserta untuk memahami “Kurikulum Cinta” bukan hanya sebagai konsep, melainkan sebagai semangat yang menjiwai seluruh proses pendidikan Islam.
“Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi proses menumbuhkan hati. Kurikulum cinta mengajarkan kita bahwa hubungan antara guru, orang tua, dan anak harus dibangun atas dasar kasih sayang dan saling percaya. Dari situlah lahir generasi berkarakter kuat,” ungkapnya di tengah perhatian penuh ratusan peserta.

Abidin juga menegaskan bahwa DPR RI terus mendukung upaya Kementerian Agama dalam memperkuat mutu madrasah di seluruh Indonesia. “Kami ingin memastikan madrasah tidak hanya menjadi lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga pusat pembentukan karakter bangsa,” tambahnya.
Memasuki sesi kedua, suasana menjadi semakin dinamis ketika Dr. Mufarrihul Hazin mamaparkan materinya yang bertajuk, ‘Implementasi Kurikulum Cinta dalam Pembelajaran di Madrasah dan Lingkungan Keluarga’. “Kita mengajak para guru untuk lebih humanis di dalam melakukan pengajaran dan mengajak orang tua ikut serta dalam membina akhlak anaknya, sebab generasi muda adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya guru, tetapi juga orang tua” Ujar Mufarihul yang disambut dengan tepuk tangan hangat.
Hall Andrawina pun seolah bergetar oleh semangat para peserta. Terdengar gelak tawa dan gemuruh tepuk tangan setiap kali narasumber menyampaikan gagasan inspiratif. Guru-guru RA, MI, MTs, dan MA, para kepala madrasah, wali murid, serta tokoh masyarakat penggerak tampak larut dalam suasana penuh kebersamaan.
Tak hanya menjadi forum ilmiah, kegiatan ini juga menjadi ruang refleksi bersama tentang arti pendidikan Islam yang sejati—pendidikan yang menumbuhkan cinta, bukan hanya menanamkan pengetahuan. Cinta yang menautkan hati guru dan orang tua, menghidupkan semangat anak-anak, dan menumbuhkan akhlak mulia di setiap langkah pembelajaran.
Menutup acara, panitia dari UIN Sunan Ampel Surabaya menyampaikan apresiasi atas partisipasi aktif seluruh peserta. Mereka berharap kegiatan semacam ini menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam memperkuat sinergi antara madrasah, orang tua, dan masyarakat.
“Jika cinta menjadi dasar dalam mendidik, maka setiap anak akan tumbuh dengan bahagia dan berakhlak. Dari sinilah pendidikan Islam menemukan maknanya yang sejati,” ujar moderator menutup kegiatan dengan nada optimistis.
Dengan antusiasme yang begitu besar, kegiatan Kurikulum Cinta di Bojonegoro bukan hanya meninggalkan kesan mendalam, tetapi juga menegaskan bahwa pendidikan berakar dari hati—dan cinta adalah kurikulum terbaik untuk membangun generasi berakhlak mulia.