Magister Pendidikan Agama Islam
November 16, 2025

Islam Wasathiyah versus Radikalisme Agama

Islam Wasathiyah versus Radikalisme Agama

Diskursus radikalisme kembali menjadi sorotan setelah sejumlah data menunjukkan meningkatnya kecenderungan intoleransi di kalangan remaja. Pendekatan Islam Wasathiyah atau moderasi beragama menjadi instrumen untuk mengurangi risiko penyebaran ideologi ekstrem, terutama pada kelompok usia muda yang dinilai semakin rentan.

Dalam sebuah acara “Edukasi Islam Wasathiyah untuk Mitigasi Radikalisme Agama bagi Komunitas Muslim Perumahan Kedungturi Permai 1 Taman Sidoarjo“, Sabtu, 15/11/2025, dipaparkan bahwa lebih dari 22 persen siswa SMA saat ini berada pada kategori intoleran pasif, sementara 5 persen sudah masuk kategori intoleran aktif. Lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat peningkatan jumlah remaja yang berpotensi terpapar paham radikal. Perubahan tren dalam beberapa tahun terakhir ini dinilai sebagai sinyal perlunya intervensi lebih serius, baik dari institusi pendidikan maupun keluarga.

Dalam sambutannya, Ketua RW 11 Perum Kedungturi Permai 1 Taman Sidoarjo, Bapak Naf’an, SH, menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setingi-tingginya atas acara yang diselenggarakan di Balai RW 11 oleh Tim Dosen UINSA dalam pengabdian kepada masyarakat Majelis Ta’lim Al Muhajirin dan Khusnul Khatimah yang dikemas dalam acara ‘Edukasi Islam Wasathiyah‘ ini. Beliau mengatakan bahwa edukasi semacam ini penting untuk mendidik masyarakat agar semakin kuat pagarnya untuk menangkal paham dan gerakan radikalisme agama.

Para pelaku radikalisme dan teror -saat ini- banyak dari kalangan usia remaja. Komposisi usia pelaku teror menguatkan kekhawatiran terkait keterlibatan generasi muda. Sejumlah kasus yang terjadi sejak 2009 hingga 2022 memperlihatkan keterlibatan pelaku berusia 18 hingga 30-an tahun dalam berbagai aksi, mulai dari bom bunuh diri hingga penyerangan aparat keamanan. Sehingga kewaspadaan terhadap generasi muda perlu ditingkatkan.

Dalam pada itu, Ketua Tim Pengabdian UINSA, Prof. Ali Mas’ud, menyampaikan bahwa banyak faktor yang menyebabkan seseorang terpapar paham radikal. Selain faktor sosial dan psikologis, penyebaran buku-buku bermuatan radikalisme juga mendapatkan perhatian karena bisa menjadi faktor penyebab. Sejak 2023, lebih dari 245 judul buku dan puluhan majalah berhasil dihimpun untuk dianalisis oleh BNPT dengan melibatkan para ahli dan mantan narapidana terorisme. Banyak dari bahan bacaan tersebut memuat ajaran eksklusif, paham takfiri, hingga seruan penolakan terhadap sistem kebangsaan, yang dapat memengaruhi pembaca muda.

Dalam konteks inilah Islam Wasathiyah bisa menjadi strategi beragama yang relevan untuk memperkuat ketahanan masyarakat dalam rangka mitigasi radikalisme agama. Islam Wasathiyah atau Islam yang moderat dan toleran menjadi praktik keberagamaan yang menjaga keseimbangan, menolak ekstremisme, serta mengutamakan penghormatan terhadap keberagaman. Pendekatan ini menekankan prinsip-prinsip seperti komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, serta penerimaan terhadap budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran pokok agama.

Tim Pengabdian UINSA yang lain, Dr. Syaifuddin menyatakan bahwa ada sejumlah ayat Al-Quran dan hadith yang menjadi landasan teologis yang menegaskan pentingnya hidup berdampingan dalam perbedaan. Para tokoh agama dinilai memiliki posisi strategis untuk memberikan teladan, misalnya, melalui dakwah yang santun, penyampaian pesan keberagamaan yang menyejukkan, serta keterlibatan dalam kegiatan sosial lintas agama.

Masyarakat dapat berperan dengan aktif menjaga ruang sosial dari ujaran kebencian dan tindakan intoleran. Pemerintah sendiri diharapkan memperkuat kurikulum moderasi beragama, meningkatkan pengawasan terhadap organisasi yang berpotensi menyebarkan paham ekstrem, serta memperluas pendidikan toleransi sejak dini.

Sementara itu, dalam kesempatan yang lain, Petugas Lapangan Pengabdian, Dr. Muhammad Fahmi, menegaskan masih ada tantangan besar dalam penyebaran ajaran Islam Wasathiyah. Penyebaran paham ekstrem melalui media sosial, politisasi agama, serta minimnya pemahaman agama yang menyeluruh disebut sebagai hambatan utama. Meski demikian, pendekatan Islam Wasathiyah atau moderasi beragama diyakini dapat menjadi fondasi untuk membangun masyarakat yang damai dan resilien.

Deskripsi di atas, dikuatkan oleh Narasumber acara yang menyatakan bahwa perlu ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin agar bisa mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keseimbangan dalam beragama. Islam Wasathiyah dipandang mampu menjadi bagian penting dari upaya nasional untuk mewujudkan semua itu dan dalam rangka menekan radikalisme serta menjaga keutuhan kehidupan berbangsa.

Spread the love

Tag Post :

Categories

Berita