Prodi Pengembangan Masyarakat Islam
September 2, 2025

Integrasi Sains dan Ilmu Agama: Sastra Transendental

Integrasi Sains dan Ilmu Agama: Sastra Transendental

INTEGRASI SAINS DAN ILMU AGAMA: SASTRA TRANSEDENTAL

oleh Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si.
(Guru Besar Prodi Pengembangan Masyarakat Islam)

Karya sastra merupakan produk karya yang kreatif dengan menggunakan bahasa  sebagai wujud ekspressinya dalam kerangka mengungkapkan gagasan, ide, perasaan, pengalaman manusia dalam relasinya dengan alam keseluruhan, makro kosmos dan mikro kosmos. Oleh karena itu dikenal adanya karya sastra religius yang berbasis kesakralan dan karya sastra nonreligius yang berbasis profanitas. 

Sastra tersebut dapat berupa: prosa, puisi, novel, cerpen, esai dan drama. Masing-masing memiliki ciri khasnya, yang membedakan satu dengan lainnya. Dunia sastra dapat memengaruhi terhadap kehidupan manusia. Baik yang bercorak sakral maupun profan. Dunia kesusastraan memiliki peran besar di dalam proses islamisasi di Nusantara. Salah satu kelebihan para penyebar Islam atau para walisanga itu memiliki talenta yang hebat di dalam dunia seni dan sastra. Selain itu juga didapati adanya sastra pedalaman dan sastra pesisiran. 

Sastra Pesisiran merupakan ungkapan ide dan gagasan yang diwujudkan dalam lesan atau manuskrip atau teks tertulis yang memiliki relasi dengan konteks sosial, budaya, agama dan politik pada masanya. Dikenal ada sastra lesan, yaitu ungkapan ide atau gagasan yang diturunkan dari zaman ke zaman secara sambung menyambung dari satu generasi ke generasi lainnya melalui penuturan. Sastra tulis adalah ungkapan ide dan gagasan yang diwujudkan dalam tulisan. Baik sastra lesan atau tulisan memiliki konteksnya masing-masing dan relevan dengan zamannya. Misalnya konteks agama, social, budaya dan politik.   

Ada berbagai varian di dalam sastra, yaitu: Cerita rakyat merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi di masa lalu penuh dengan misteri dan tindakan magis yang melingkupi cerita tersebut. Dongeng Bajo yang sangat terkenal di Sulawesi Selatan. Masyarakat Bajo sebagai masyarakat pesisir memiliki cerita tentang bagaimana masyarakat ini menjelajah lautan untuk menemukan wilayah lain. Suku Bajo dikenal sebagai bangsa pelaut, sehingga suku Bajo bisa berada di wilayah perairan, termasuk di pesisir Muncar Jawa Timur. (Heddy Shri Ahimsa Putra, Strukturalisme Levy Strauss, Mitos dan Karya Sastra, 2001). 

Sastra suluk pesisiran merupakan karya sastra yang berisi tentang ajaran Islam dalam coraknya yang esoteris. Berbeda dengan kitab-kitab Fiqih yang berisi pedoman untuk melakukan ritual dan perilaku sosial lainnya, maka suluk merupakan karya ulama ahli tasawuf. Suluk berasal dari Bahasa Arab salakayaslukusulukan. Lalu di dalam konteks Jawa disebut sebagai suluk. Bermakna pencarian. Salik adalah pencari atau lebih tepatnya para pencari jalan kepada Tuhan. Suluk ada kaitannya dengan tarekat adalah  jalan spiritual untuk berdekatan bahkan menyatu dalam Tuhan.

Yang  bercerita tentang kekuasaan adalah Babad. Karya Babad biasanya bercerita tentang kekuasaan. Yang diceritakan merupakan rangkaian peristiwa dari generasi ke generasi dalam dinamika kekuasaan di suatu wilayah. Indonesia sangat kaya dengan sastra dalam bentuk Babad ini, dan menjadi salah satu acuan dalam studi-studi sejarah mengenai kekuasaan. Di antaranya adalah Babad Tanah Jawa, yang mengungkap tentang asal-usul para raja di Jawa, bahkan sampai memasuki dunia pewayangan dan Nabi Muhammad SAW. Dikenal juga misalnya Babad Tuban. Babad Tuban diterbitkan pada tahun 1936 cetakan ke III oleh Boekh  Tan Khoen Swie Kediri, dan dialihaksarakan menggunakan tulisan dalam huruf Jawa dan menggunakan Bahasa Jawa Halus atau Kromo Inggil. Judulnya setelah dialihbahasakan adalah Sejarahipun Para Bupati ing Nagari Tuban. (Zenit Lalu Januar, SSIT, 2017).  

Termasuk sastra tulis adalah serat. Serat adalah hasil penuangan ide ke dalam teks atau tulisan yang berisi tentang pemikiran kontemplatif penulisnya. Sebagai karya yang berbasis kontemplatif maka yang dituangkan adalah ide-ide tentang hal-hal yang bercorak mikro dan makro kosmos. Dunia alam kemanusian dan alamnya dan dunia ketuhanan yang terkait dengan aspek eskatologis. Serat Cebolek merupakan rangkaian cerita tentang pertarungan antara tradisi lokal dengan tradisi Islam lokal. Di dalam serat ini digambarkan pertarungan antara Islam dengan budaya Jawa tetapi justru menghasilkan konsep Raja-Sufi, di mana kekuasaan ideal adalah di kala seorang raja memiliki kekuasaan terhadap dimensi duniawi dan juga dimensi ukhrawi khususnya ajaran tasawuf. Serat ini muncul pada saat Raja Pakubuwono II di Surakarta. (Achmad Chodjim, Serat Centini, 2019).  

Contoh lain adalah Serat Dewa Ruci merupakan kitab yang membahas tentang cara-cara untuk menuju kepada kesempurnaan hidup. Kitab ini telah digunakan oleh Sunan Kajijaga di dalam pengajaran Islam terhadap para santrinya. Kitab ini berupa ajaran untuk mencapai maqam tarekat atau tasawuf yang mengajarkan “kesatuan” antara manusia dengan Tuhan. Masuknya Bima ke dalam tubuh Dewa Ruci menggambarkan penyatuan manusia ke dalam Tuhan atau masuk ke dalam alam lahut. Atau konsep wahdatul wujud. Serat Dewa Ruci terkait dengan Kitab Arsy al-Muwahhidun karya Syekh Mutamakin. Naskah ini berisi tentang ajaran Islam yang sangat mendasar, misalnya relasi antara Islam, Iman dan Syahadat. Secara umum kitab ini membahas aspek fiqh di dalam Islam dan juga ajaran tasawuf.  (Abdul Milal Bizawie, Agama Rakyat, 2008).  

Yang menarik adalah novel sejarah. di antara yang piawai menulis Novel Sejarah adalah Pramudia Ananta Toer. Saya termasuk penggemar karya-karya Beliau dan membacanya meskipun tidak selalu tuntas. Bukunya yang terkait dengan kajian tentang pesisiran adalah “Arus Balik” yang menceritakan tentang Tuban dan sekitarnya. Dan seperti kebiasaannya, Pram selalu menampilkan seorang hero yang dia bukan dari trah keraton atau trah bangsawan tetapi dari rakyat biasa. Dibumbui dengan kisah cinta yang menarik. Umar Kayam, menulis buku “Para Priyayi”. Novel ini bersetting social-budaya pedalaman yaitu wilayah Mataraman. Ngawi. Buku yang sangat menarik dan menggambarkan bahwa kaum priyayi sebenarnya bukan hanya sebagai struktur social budaya tetapi yang lebih penting adalah tindakannya.

Karya Agus Sunyoto berjudul  “Suluk Syekh Abdul Jalil” sebanyak 7 jilid. Bercerita tentang Islamisasi kultural yang dilakukan oleh para Wali dimulai dengan setting Tlatah Giri Amparan di Banten (sekarang) dengan tokoh sentralnya Syekh Datuk Kahfi yang masih keturunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan menurunkan banyak penyebar Islam, termasuk Syekh Abdul Jalil atau Syekh Lemah Abang. Islamisasi di pesisiran yang dilakukan oleh para wali itu menggunakan pendekatan tasawuf atau mistisisme Islam. Islam disebarkan lewat pendekatan esoteris dengan menggunakan system Pendidikan pesantren dan kemudian memasuki area kekuasaan. Islam tersebar di wilayah Banten dan Jawa Barat semenjak kekuasaan masih berada di tangan Raja Pajajaran berkuasa. (nursyamcentre.com 14/11/2020).

Dari perspektif integrasi ilmu, maka akademisi bisa menghubungkan antara sastra sebagai rumpun humaniora dengan ilmu keislaman dalam rumpun ilmu agama. Teks sastra dapat dijadikan sebagai subyek sasaran dan teori ilmu lainnya dapat dijadikan sebagai pendekatan. Karya Abdul Milal Bizawie (2008) dapat dinyatakan sebagai karya sastra integratif, sebab menjadikan Kitab Muwahhidun yang bercorak Fiqih dan mengaitkannya dengan tasawuf. Keduanya berada di dalam interdisipliner, sesama berada di dalam rumpun ilmu agama.  

Di antara teori-teori yang berpengaruh atas kajian sastra, misalnya teori strukturalisme, yaitu teori yang mengkaji atas struktur dan pola di dalam sastra dan dalam relasinya dengan teks sastra. Teori ini dikaitkan dengan Ferdinand de Saussure atau Noam Chomsky (nursyamcentre, 19/10/2022). Teori poststrukturalisme dengan asumsi bahwa diperlukan dekonstruksi dan kritik secara memadai atas struktur dan pola di dalam sastra. Di antara tokohnya adalah J. Derrida. Teori lainnya yang juga dapat dijadikan sebagai perspektif di dalam studi sastra adalah teori feminisme yang berasumsi bahwa diperlukan analisis kritis atas teks sastra dari perspektif Perempuan dan fungsi atau peran yang dapat dimainkan di dalamnya. Di antara tokohnya adalah E. Showalter dan teori Marxisme di dalam analisis sastra. Asumsi teori menyatakan bahwa di dalam teks sastra terdapat dunia konfliktual karena struktur dan peran yang dimainkan oleh para tokohnya. Sebagaimana teori Marxism maka asumsi generiknya bahwa terdapat konflik di dalam dunia sosial yang dipicu oleh  ketidakadilan struktur, majikan dan pekerja atau konflik otoritas dan konflik di dalam masyarakat secara umum. (Nur Syam, Model Analisis Teori Sosial, 2023). 

  

Kajian integrasi ilmu antara sastra dan agama akan menghasilkan banyak ragam dalam dunia sastra, misalnya sosiologi sastra, antropologi sastra, sastra tasawuf, bahkan fiqih sastra. Perkembangan ini tidak dapat dihasilkan jika kajian itu bercorak monodisipliner. Kajian dengan pendekatan integratif akan menghasilkan misalnya “Sastra Transendental”.

   

Wallahu a’lam bi al shawab.  

NB. Artikel ini diuanggah ulang dari laman 
https://nursyamcentre.com/artikel/opini/integrasi_sains_dan_ilmu_agama_sastra_transendental_/1#  

Spread the love

Tag Post :

#suarafdk, Fakuktas Dakwah dan Komunikasi, Integrasi ilmu, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, sains dan agama, sastra, transedental

Categories

Articles, Artikel, Column, Column UINSA