Prodi Pengembangan Masyarakat Islam
August 7, 2025

Integarasi Ilmu Pengetahuan dan Agama: Historitas dan Perjalanan

Integarasi Ilmu Pengetahuan dan Agama: Historitas dan Perjalanan

Integarasi Ilmu Pengetahuan dan Agama: Historitas dan Perjalanan

oleh Prof. Nur Syam, M.Si.
(Guru Besar Prodi Pengembangan Masyarakat Islam)

Salah satu di antara kelebihan Perguruan Tinggi  di bawah Kementerian Agama (Kemenag) adalah kekhususannya dalam pengembangan ilmu yang berbeda secara substansial  dibandingkan Perguruan Tinggi di bawah Kemendikbud, kini Kemendikti, dan di antara kekhususannya adalah dengan telah diselenggarakannya  integrasi ilmu yang secara kelembagaan lebih awal dibandingkan dengan PT di bawah Kemendikbud. Memang integrasi ilmu sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pengembangan ilmu, akan tetapi secara kelembagaan PT di bawah Kemenag berkembang lebih dulu.   

Di antara yang menyebabkan percepatan di dalam pengembangan ilmu yang integratif adalah perubahan status kelembagaan. Dari IAIN ke UIN. Hal ini tentu terkait dengan ciri khas yang membedakan mengapa IAIN akan bertransformasi menjadi UIN. Di antaranya adalah agar memiliki kekhasan sebagai PT yang berada di bawah Kemenag. Bukankah misalnya fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik atau Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya atau bahkan Fakultas yang membawahi Program Studi (prodi) Sains dan Teknologi. Semua brand dan image sudah dimiliki oleh PTN di bawah Kemendikti. Makanya, Universitas Islam Negeri (UIN) harus memiliki pencirian dan pencitraan yang sungguh berbeda. 

Tuntutan inilah yang menyebabkan IAIN yang akan bertansformasi menjadi UIN harus memiliki visi dan misi yang berbeda dengan program studi yang sama dengan prodi umum di PTU. Para Rektor PTKIN kala itu, IAIN Sunan Kalijaga, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, STAIN Malang, lalu berlomba-lomba mengembangan model UIN yang diimpikan, yaitu dengan mengusung integrasi ilmu yang secara substansial sama tetapi secara tekstual berbeda. IAIN Yogyakarta melalui Prof. Amin Abdullah mengusung model “jaring laba-laba: Integrasi dan Interkoneksi”, lalu IAIN Jakarta dengan Prof. Azyumardi Azra dengan program “integrasi Ilmu Dialogis” dan STAIN Malang melalui Prof. Imam Suprayogo dengan model “Pohon Ilmu”.  

IAIN lain juga berupaya untuk menjadi UIN, misalnya IAIN Bandung di bawah kepemimpinan Prof. Nanat Fatah Nashir, IAIN Alauddin Makasar di bawah kepemimpinan Prof. M. Azar Arsyad, dan IAIN Sultan Syarif Qasim Riau di bawah kepemimpinan Prof. M. Nazir. Mereka berenam yang akhirnya memperoleh pengesahan sebagai UIN untuk tahap pertama dan kedua. 

Di kala Menteri Agama, DR. Mohammad M. Basuni sebagai Menag, maka untuk sementara dilakukan moratorium atas transformasi dari IAIN ke UIN. Harus dilakukan evaluasi apakah perubahan status dengan konsekuensi menambah prodi umum tidak akan menggerus atau bahkan mematikan ilmu agama yang selama itu menjadi core business  PTKIN. Nyaris selama lima tahun  tidak terjadi perubahan status dari IAIN ke UIN. IAIN lainnya yang ingin menjadi UIN harus tahan nafas dahulu. Bagaimana dengan IAIN Sunan Ampel? Nanti dulu.

Suatu ketika sebagai Rektor IAIN Sunan Ampel , tahun 2010, saya mengundang para kyai se Jawa Timur dan dihadiri oleh Pak Maftuh, Menag, dengan harapan agar ada kelonggaran untuk bisa melakukan transformasi, akan tetapi hal tersebut tidak terlaksana, sebab kendala untuk mengubah status masih sangat kuat. Artinya, bahwa IAIN Sunan Ampel belum diperkenankan untuk bertransformasi. Pada saat Pak Suryadharma Ali menjadi Menteri Agama, maka cahaya untuk melakukan perubahan status menjadi keniscayaan. Di tangan Beliaulah perubahan IAIN ke UIN terjadi dimulai dengan IAIN Sunan Ampel dan IAIN Ar Raniri Aceh, tahun 2014.  Proses panjang dari tahun 2011 dan berhasil pada tahun 2014. Prof. Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional,  yang menandatangani perubahan status tersebut. 

Berkaitan dengan perubahan status dari IAIN Ke UIN, juga  berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan Loan dari Islamic Development Bank atau IDB. Mereka berenam menjadi kampus yang gagah. Suatu kesempatan Prof. Azyumardi menyatakan bahwa bangunan megah di UIN Jakarta itu seperti beyond belief. Enam PTKIN ini memang megah secara infrastuktur dan mentereng dari kelembagaannya. Sungguh membuat iri semua IAIN. Pernah saya sampaikan, jika Rektor UIN bisa tidur sendirian di kamar hotel di Jakarta dalam raker, sedangkan yang rector IAIN harus berdua di kamar. Bukan diskriminasi tetapi penghargaan.  

IAIN Sunan Ampel tentu berupaya untuk mendapatkan Loan IDB dengan catatan bahwa asset yang berupa tanah harus kurang lebih 20 hektar. Oleh karena itu, agar keinginan untuk mengikuti Loan IDB, maka tanah harus disediakan. IAIN Sunan Ampel memiliki tanah seluas Sembilan hektar di Jalan Ahmad Yani dan juga tanah di Wiyung seluas enam hektar. Masih kurang, maka solusinya adalah gerilya ke Kemenag Pusat agar bisa membeli tanah. Gayung bersambut, dan akhirnya IAIN Sunan Ampel dapat membeli tanah di jalan menuju ke Bandara Juanda, tepatnya di Gunung Anyar. Dari Bandara Juanda di sebelah kanan. Sekarang tanah hasil pembelian pada tahun 2011 itu telah menjadi Gedung Megah dengan lambang dan tulisan UINSA. Cita-cita untuk memiliki bangunan megah di atas tanah sendiri sudah terpenuhi. Keluar masuk ke Bandara Juanda akan melihat Gedung megah UINSA. Perjuangan untuk mendapatkan bangunan ini tentu tidak mudah,  sebab dana dari IDB berstatus cancellation. Bukan tunda tetapi gagal. Berkat  kerja sama dengan Kemenkeu, Prof. Mardiasmo, Wamenkeu, maka diputuskan untuk penggantinya adalah Surat Berharga Sukuk Negara (SBSN). UINSA termasuk salah satu yang mendapatkan skema pembiayaan ini dari lima PTKIN lainnya. 

Usaha keras untuk mewujudkan Twin Towers di Jalan Utama A. Yani akhirnya berhasil. Ada dua orang yang saya kira harus dikenang jasanya, yaitu Dr. Budi Waskito dan Bu Subandriyah. Pak Budi ini yang merumuskan proposal ke IDB dan Bu Subandriyah yang memuluskan jalan di Kemenkeu dan Bappenas. Di Bappenas ada nama Pak Dewobroto dan Pak Zainal Arifin dan dari Representatif IDB Asia Tenggara, Pak Makhlani. Nama-nama  pejabat   tersebut  begitu besar pengaruhnya untuk loan IDB. Nama ini sengaja saya tulis untuk mengingat jasa-jasanya yang besar bagi perkembangan  fisikal UINSA. Selain itu juga ada nama Pak Tatang, yang sandalnya hilang di masjid IAIN pada saat melakukan monitoring perkembangan program IDB.   

Ada dua sekaligus yang dipersiapkan proposalnya, yaitu perubahan status ke UIN dan proposal loan ke IDB. Melalui kerja keras yang luar biasa, maka keduanya berhasil diperoleh oleh IAIN Sunan Ampel. Di kala mengajukan proposal ke Kementerian Agama, Kemenpan dan Kemendikbud, maka konsep Twin Towers itu dijadikan sebagai model pengembangan ilmu di kala sudah menjadi UIN. Konsep ini diperkenalkan di dalam fit and Popertest calon rektor di hadapan Senat IAIN Sunan Ampel. Konsep Twin Towers pertama kali saya ungkapkan di dalam rapat Senat, tahun 2008, untuk pemilihan carek IAIN Sunan Ampel. Akan tetapi secara formal baru dijadikan sebagai visi pengembangan IAIN pada tahun 2010 melalui kehadiran buku “Arah baru Pengembangan Ilmu Keislaman Multidisipliner” yang diterbitkan oleh IAIN Press, 2010.    

Konsep Twin Towers telah menjadi model dari pengembangan Islamic studies di UINSA. Konsep ini telah dikembangkan dengan sangat baik oleh para pimpinan dan dosen di UINSA. Sayangnya perdebatan mengenai Twin Towers di jajaran akademik masih terbatas. Namun demikian implementasinya di dalam tesis dan disertasi sudah sangat kentara. Nyaris semua disertasi di UINSA sudah menerapkan konsep ini, baik dalam coraknya yang interdisipliner, crossdisipliner dan multidisipliner. (Nur Syam, Integrasi Ilmu Madzhab Indonesia, Studi Interdisipliner, crossdisiplier, multidisiplier dan transdisipliner”, 2023). 

Bahkan Program Pascasarjana sudah memiliki agenda tahunan Seminar internasional tentang kajian multidisipiner dan kemudian ditindaklanjuti dengan penerapan kurikulum program Strata I untuk mendalami perspektif integrasi ilmu pada tahun 2025. Sebuah langkah maju dalam kerangka untuk semakin memperkuat positioning integrasi Ilmu di UINSA. 

Wallahu a’lam bi al shawab.

NB. Artikel ini diuanggah ulang dari laman 
https://nursyamcentre.com/artikel/kelas_sosiologi/integrasi_ilmu_pengetahuan_dan_agama_historitas_dan_perjalanan_/1

Spread the love

Tag Post :

#suarafdk, Agama, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Historis, Ilmu Pengetahuan, Integrasi, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam

Categories

Column, Column UINSA