Fakultas Ushuludin & Filsafat
September 9, 2025

Harta-Kekuasaan Sebagai Surplus Pembentuk Kejahatan Sosial

Harta-Kekuasaan Sebagai Surplus Pembentuk Kejahatan Sosial

Dr. Slamet Muliono Redjosari

Harta dan kekuasaan berpotensi besar membentuk watak buruk seseorang hingga membuatnya berbuat melampaui batas. Dikatakan berbuat melampaui batas karena keduanya  merupakan surplus yang sangat mudah mengubah perilaku manusia. Ketika seseorang hidup dalam kesederhanaan, maka perilakunya bersahaya dan apa adanya. Namun ketika harta dan kekuasaan menempel, maka pola dan gaya hidupnya berubah, serta sulit dikendalikan. Tidak jarang, perilakunya menimbulkan kerusakan di muka bumi. Al-Qur’an pun mendorong kepada kaum muslimin melihat perilaku mereka yang berharta dan memegang kekuasaan.

Ujian Harta

Allah menciptakan manusia dengan beberapa keutamaan dan kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Keutamaan dan kelebihan itu di antaranya memiliki akal. Akal  bisa dimanfaatkan untuk kepentingan hidupnya. Namun akal yang sehat itu akan terhenti fungsinya, ketika manusia memiliki harta dan kekuasaan.

Manusia yang sebelumnya diciptakan dengan kemuliaan diharapkan bisa memberi manfaat kepada pihak di luar dirinya. Namun hal itu sirna ketika harta dan kekuasaan menguasanya. Fungsi akal pun bisa hilang dan mengalami disfungsi. Bahkan akal bisa menjadi alat pembenar atas perilaku merusak yang melampaui batas. Hal ini sebagaimana dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firma-Nya :

وَلَوۡ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزۡقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٖ مَّا يَشَآءُ ۚ إِنَّهُۥ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرُۢ بَصِيرٞ

Artinya:

Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (QS. Asy-Syūraá : 27)

Al-Qur’an secara spesifik menyebutkan bahwa ketika manusia berkuasa, umumnya melakukan berbagai manuver yang ujungnya melakukan kerusakan di muka bumi. Surplus kekuasaan tidak dimanfaatkan untuk kebaikan umum, tetapi justru untuk mengembangkan eksistensi dirinya. Hal ini justru mempercepat dan memperluas eskalasi kerusakan. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ

Artinya:

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS. Muĥammad : 22)

Para elite politik bisa dijadikan sebagai contoh untuk menggambarkan betapa rusaknya negara ketika bergelimang harta dan kekuasaan. Sebelum menjabat, visinya jernih dan bersih. Namun ketika berkuasa visinya justru hilang. Kekuasaan telah memporakporandakan apa yang seharusnya diperbaiki. Bukannya memuliakan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan tetapi justru dikotori oleh permainan culas, korupsi dan penyalahugunaan kekuasaan lainnya.

Oleh karenanya, Al-Qur’an mendorong untuk melakukan pengamatan dan mengadakan perjalanan di berbagai penjuru dunia. Hal ini untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh kekuasaan yang disimpangkan. Mereka pun sudah diberikan peringatan agar menjauhkan diri dari berbagai praktek penyimpangan, namun mereka masa bodoh. Hal itu ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

أَوَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ ۚ كَانُوٓاْ أَشَدَّ مِنۡهُمۡ قُوَّةٗ وَأَثَارُواْ ٱلۡأَرۡضَ وَعَمَرُوهَآ أَكۡثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَآءَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ۖ فَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ

Artinya:

Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka, rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. (QS. Ar-Rūm : 9)

Tipu Daya Dunia

Dunia yang dipenuhi dengan berbagai kenikmatan telah memperdaya manusia hingga  tercipta kedzaliman. Mereka tertipu oleh gemerlap dunia, sehingga membuatnya terperosok dalam lubang kerusakan. Manusia telah melalaikan janji Allah yang akan memuliakan dengan harta dan kekuasaannya. Namun manusia justru tergoda dengannya hingga berbuat nista dan hina.

Allah telah menjanjikan dengan kehidupan yang lebih baik bilamana bisa menahan diri dari berbagai penyimpangan ketika memiliki harta dan kekuasaan. Namun manusia tergoda setan yang berhasil menciptakan angan-angan kosong. Kilau dunia telah menutup hati atas janji Allah yang akan mendapatkan kebahagiaan yang jauh lebih kekal ketika berperilaku lurus saat berharta dan berkuasa. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :  

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ

Artinya:

Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah. (QS. Fāţir : 5)

Manusia terhipnotis dengan bujuk rayu setan tentang dunia, hingga melupakan kehidupan abadi dan kekal. Dengan dunia yang gemerlap menjadikan manusia pada derajat yang serendah-rendahnya, dan hina sehina-hinanya. Allah pun mensugesti kita untuk membandingkan seorang yang diberikan janji surga hingga berjuang meraihnya, dengan orang yang diberikan janji palsu oleh setan yang berhasil menyeretnya ke neraka. Hal ini sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an berikut : 

أَفَمَن وَعَدۡنَٰهُ وَعۡدًا حَسَنٗا فَهُوَ لَٰقِيهِ كَمَن مَّتَّعۡنَٰهُ مَتَٰعَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا ثُمَّ هُوَ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ مِنَ ٱلۡمُحۡضَرِينَ

Artinya:

Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga), lalu ia memperolehnya sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi, kemudian dia pada hari kiamat termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)? (QS. Al-Qaşaş : 61)

Nabi Sulaiman merupakan sosok raja yang menggunakan harta dan kekuasaan untuk meraih berbagai amal kebaikan. Kehidupannya sangat mulia di sisi Allah karena mengagungkan-Nya. Apakah hal ini sama dengan Fir’aun, sosok raja yang menyalahgunakan harta dan kekuasaannya hingga mengaku dirinya sebagai tuhan ? Tentu saja sangat berbeda.  Nabi Sulaiman ditempatkan Allah di surga, sementara Fir’aun dijebloskan Allah dan terhina di  dalam neraka.

Surabaya, 8 September 2025

Spread the love

Tag Post :

Categories

Articles, Artikel, Column, Column UINSA