UIN Sunan Ampel Surabaya
October 8, 2025

HANCUR, HANCUR, HANCUR

HANCUR, HANCUR, HANCUR

*Catatan di RS menjelang tindakan endoskopi. Oleh: Prof. Moh. Ali Aziz, M.Ag. (Guru Besar/Ketua Senat Akademik UINSA Surabaya)

Jangan salah paham. Judul ini kelihatannya menyeramkan, tapi sebenarnya justru membangkitkan semangat baru. Terjawablah sudah mengapa Allah menggerakkan hati saya sejak dua bulan yang lalu untuk membaca QS. Al Isra. “Melalui foto USG, terlihat ada batu sebesar 1 cm dalam empedu. Bismillah, kita hancurkan dengan obat X,” kata dr Tri Asih Imro’ati SpPD, K-GEH, FINASIM, dokter cerdas dan cekatan yang menangani Sirosis saya sejak awal. Kata “hancur” dalam penjelasan dokter itulah yang saya kaitkan dengan QS. Al Isra: 16, “fa dammarnaha tadmira” (maka Kami akan menghancurkan sehancur-hancurnya.)” Beberapa kali saya memimpin salat di masjid, juga dengan ayat ini. Saat menulis ini, saya juga teringat QS. Al Waqi’ah: 4-5, “wa bussatil jibalu bassa, fa kanat haba-an mumbassa (dan gunung-gunung dihancurkan sehancur-hancurnya, maka jadilah ia debu yang diterbangkan).

Demikianlah cara Allah mendidik hamba-Nya berfikir positif, “Allah dengan mudah meghancurkan penduduk satu negara, termasuk batu-batu raksasa di perut gunung. Maka, pasti, pasti, pasti lebih mudah bagi Allah menghancurkan batu semungil itu dalam empedu.”

Saya bukan Nabi atau malaikat. Maka, saya kaget mendengar berita “kedatangan tamu” dalam tubuh itu. Sebab, sirosis belum tuntas, ada penyakit baru yg datang. Tapi, kaget itu hanya sebentar karena saya hafal betul nasihat ahlul hikmah, “‘isy dhahikan mahma syaqayta. Innal juruha bishautid dhahiki talta-imu” (hiduplah dengan tawa walau engkau dalam derita. Sebab, derita akan sirna ketika mendengar keceriaan tawa Anda).”

Rabo, 8/10/25 ini jadwal saya memasuki kamar operasi yang ke-9 kalinya. “Mohon puasa 8 jam sebelum pukul 13.00 wib untuk Endoskopi,” kata dokter anastesi

Keyakinan dan optimisme adalah tauhid pangagungan Allah, sekaligus inti keimanan. Saya beruntung, dalam dua tahun terakhir mendapat tugas mengajar matakuliah tafsir. Dalam tatap muka terakhir sebelum berangkat ke RS, saya berdiskusi di kelas tentang QS. Ali Imran 190-191. Dua ayat ini menyuruh manusia menghidupkan “Twin Powers,” yaitu otak dan hati, atau pikir dan zikir. Inilah ayat yang diterima Nabi SAW melalui Jibril dengan tangisan sampai Bilal mengumandangkan azan Subuh. Hanya orang dengan keseimbangan Twin Powers yang bisa meyakini, bahwa semua kejadian dirancang Allah dengan tujuan yang jelas dan mulia, bukan main-main atau iseng Allah. “Rabbana ma khalaqta hadza bathila” itulah bunyi ujung ayat itu. Yakinilah, semua yang terjadi termasuk kecelakaan, rumah yang dijarah, tuduhan keji seseorang, penyakit, bangunan ponpes yang roboh, amputasi kaki, dan sebagainya adalah kehendak Allah untuk ekpresi kasih sayang-Nya, bukan murka-Nya. “Berat memang sampai ke tingkat ini. Tapi, ini keharusan, bukan pilihan,” jawab saya kepada mahasiswa penanya.

Saya “diingatkan” sekali lagi oleh Ibnu ‘Athaillah untuk tidak bodoh terus menerus. Ia berkata, “man dhanna infikaka luthfihi ‘an qadarih, fa dzalika liqushuri nadharih (siapa yang memandang keputusan Allah tidak berdasar kasih-Nya, maka itulah tanda kebodohannya). (RSUA Surabaya, Rabo Subuh, 8 Oktober 2025)

Spread the love

Tag Post :

Categories

Column, Column UINSA