Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya telah sukses menyelenggarakan kegiatan Muktamar Ilmu Qira’at bertema “Reaktualisasi Ilmu Qira’at: Jejak Sejarah dan Arah Baru Pengembangannya di Indonesia” pada hari Rabu (05/11/2025). Bertempat di Ruang Rapat Tower Ismail Ya’kub lantai 9, kegiatan yang merupakan implementasi wacana “menghidupkan kembali ilmu-ilmu Islam klasik” ini dihadiri oleh ratusan peserta yang berasal dari perguruan tinggi, pesantren dan lembaga yang memiliki takhaṣṣuṣ al-Qur’an.
Muktamar dibuka secara resmi oleh Rektor UINSA Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.St., Ph.D. Dalam sambutannya, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., selaku Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya menyinggung relasi antara dua kata kunci penting yang tidak pernah lepas dari kajian Islam, yaitu al-aṣālah dan al-ḥadāthah. Beliau berpesan, “Jangan sampai kemudian tarikan al-ḥadāthah-nya kuat lalu al-aṣālah-nya melemah. Ini yang tidak boleh terjadi. Al-Aṣālah-nya kuat al-ḥadathah-nya melemah, ini menjadi repot bagi kita. Nah, bagaimana supaya mempertemukan al-aṣālah wa al-ḥadāthah pada pergerakan yang berseiring menjadi penting.” Menurutnya, salah satu nilai penting ilmu Qirā’at ialah menjaga al-aṣālah.
Kegiatan Muktamar Ilmu Qira’at ini dibagi menjadi dua sesi, yaitu pagi dan siang dengan menghadirkan dua narasumber pada masing-masing sesi. Pada sesi pertama, Dr. KH. A. Musta’in Syafi’I (Mudir Madrasatul Qur’an Jombang) dan KH. Ahmad Fathoni Dimyathi, Lc. (Pengasuh PP Darul Qur’an Mojogeneng) tampil sebagai narasumber pertama dan kedua. Kyai Musta’in memaparkan pentingnya ilmu qirā’ah dan implikasinya terhadap penafsiran al-Qur’an. Ia menekankan bahwa ilmu Qira’at adalah ilmu riwāyah meskipun bisa dikaji secara dirāyah. Sementara itu, Kyai Fathoni lebih menjelaskan tentang Qira’at al-Sab’ mulai dari definisi, sejarah, persebaran, serta hikmah dan ciri khas masing-masing qira’ah.
Sementara pada sesi kedua, Dr. Hj. Romlah Widayati, M.Ag. (Wakil Rektor I IIQ Jakarta) dan Dr. Hj. Iffah, M.Ag. menjadi narasumber ketiga dan keempat. Keduanya sama-sama memaparkan sejarah perkembangan qirā’āt namun dengan fokus yang berbeda. Dr. Romlah lebih banyak menguraikan memaparkan sejarah panjang ilmu qira’at dari masa Rasulullah SAW hingga penyebarannya ke Nusantara. Sementara itu, Dr. Iffah menyoroti pentingnya pelestarian berbagai riwayat bacaan Al-Qur’an mutawatir agar tidak punah, sebagaimana ditegaskan oleh keputusan Al-Azhar dan Majelis Ulama Indonesia.
Selain mengulas sejarah dan teori, forum ini merekomendasikan agar perguruan tinggi dan pesantren memperkuat kolaborasi dalam pengajaran ilmu qira’at, bahkan membuka Program Studi Ilmu Qira’at di tingkat universitas. Hal ini dinilai penting untuk menjaga kesinambungan sanad bacaan dan melahirkan generasi ahli qira’at di Indonesia.
Dengan terlaksananya kegiatan ini, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UINSA menegaskan komitmennya untuk menjadi pusat kajian keislaman yang mengintegrasikan tradisi keilmuan pesantren dan perguruan tinggi dalam semangat Twin Towers of Knowledge.
Penulis: Faris Maulana Akbar