SURABAYA (18/11) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) sukses menyelenggarakan kuliah tamu (Public Lecture) bertajuk “When One Door Closes, Another Opens: Indonesian-Sino-Vietnamese Normalization and the End of the Asian Cold War” pada Senin, 17 November 2025. Bertempat di Auditorium Lantai 5 Gedung FISIP UINSA, acara ini menghadirkan sejarawan Dan McCoy, Ph.D., alumni Program Studi Sejarah Northern Illinois University, Amerika Serikat. Kegiatan ini dipandu oleh Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional UINSA, Nur Luthfi Hidayatullah, S.IP., M.Hub.Int., dan dihadiri oleh ratusan peserta yang terdiri dari dosen serta mahasiswa.
Pentingnya Memahami Sejarah Geopolitik Asia
Acara dimulai pukul 08.00 WIB dengan registrasi peserta, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne UINSA. Dalam sambutannya (Welcoming Speech), Dekan FISIP UINSA, Prof. Dr. Abd. Chalik, M.Ag., menekankan pentingnya forum akademik semacam ini untuk memperluas wawasan mahasiswa mengenai dinamika politik global yang membentuk kawasan Asia Pasifik hari ini.
Rekonsiliasi Tiga Kekuatan Menengah
Dalam paparan utamanya, Dan McCoy, Ph.D., mengajak audiens menelusuri kembali bagaimana Perang Dingin berakhir di Asia Pasifik, yang memiliki karakteristik sangat berbeda dibandingkan dengan Eropa.
“Jika di Eropa Perang Dingin berakhir melalui gerakan sosiopolitik dramatis dan pertemuan puncak AS-Soviet, di Asia, perakhirannya justru terjadi secara ‘senyap’ namun monumental melalui manuver politik internasional,” jelas McCoy.
McCoy menyoroti peran krusial normalisasi hubungan trilateral antara Indonesia, Vietnam, dan Tiongkok. Ketiga negara ini, yang sebelumnya terjebak dalam rivalitas ideologis dan dilema keamanan, berhasil melakukan rekonsiliasi yang mengubah arah Asia Pasifik dari konfrontasi menuju multilateralisme progresif. Menurut McCoy, transisi dari era Perang Dingin menuju pasca-Perang Dingin di kawasan ini sangat bergantung pada terobosan rekonsiliasi dari ketiga middle powers (kekuatan menengah) tersebut. Hal ini menandai pergeseran di mana kepentingan nasional melebur dengan aspirasi bersama untuk otonomi regional yang lebih kuat.
Diskusi Hangat: Dari Soeharto hingga Isu Laut Tiongkok Selatan
Sesi tanya jawab (Q&A) berlangsung dinamis dengan antusiasme tinggi dari peserta. Salah satu pertanyaan menarik datang dari Muhammad Anwar Ibrahim, mahasiswa Ilmu Politik semester 3. Ia menanyakan peran Indonesia dalam mendorong perdamaian di Myanmar serta paradoks Presiden Soeharto yang menciptakan perdamaian regional namun keras terhadap PKI di dalam negeri. Menanggapi hal tersebut, McCoy menyinggung upaya Menlu Retno Marsudi pada tahun 2022, namun mencatat tantangan diplomasi saat ini karena hilangnya quiet diplomacy (saluran belakang) ke Tatmadaw. Terkait Soeharto, McCoy mencatat ambisi internasionalnya yang hampir menjadi Sekjen PBB, namun terhalang oleh penanganan tragedi 1991.
Isu geopolitik kontemporer juga menjadi sorotan. Penanya lain, Kusmawardhani, mengangkat isu rantai pasok (supply chain) dan Laut Tiongkok Selatan di tengah persaingan AS dan Tiongkok sebagai rising power. Sementara itu, Kaprodi Hubungan Internasional UINSA, Rizki Rahmadini Nurika, M.A. menyoroti keseimbangan ekonomi Vietnam-Tiongkok yang justru semakin erat akibat kebijakan tarif Amerika Serikat.
Penutup dan Podcast Eksklusif
Rangkaian Public Lecture ditutup pukul 10.30 WIB dengan menyanyikan lagu “Bagimu Negeri”, penyerahan sertifikat apresiasi kepada pembicara, dan sesi foto bersama. Namun, diskusi tidak berhenti di situ. Agenda dilanjutkan dengan sesi rekaman Podcast bersama Dan McCoy pada pukul 10.30 hingga 11.30 WIB, yang akan mengupas lebih dalam materi kuliah umum untuk disebarluaskan melalui kanal digital FISIP UINSA.