
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya
Baru kali ini kesampaian. Keinginan sudah ada cukup lama sebetulnya. Tapi belum pernah kesampaian hingga kala itu. Yakni, pada liburan panjang akhir minggu sebelumnya (30 Mei-1 Juni 2005). Namun, pada sebuah petang di liburan panjang akhir minggu (27-29 Juni 2025), akhirnya keinginan itu terwujud. Tepatnya di Hari Jumat di libur long weekend yang kusebut terakhir itu. Aku dan keluarga kecilku akhirnya bisa menikmati kuliner yang sangat terkenal di Kota Solo. Nama tempat usaha kuliner itu adalah Selat Solo Tenda Biru. Lokasinya di Jl. Dr. Wahidin No.26, Purwosari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta. Jika Anda browsing ke internet, Anda akan dengan mudah mendapati tempat usaha kuliner yang legendaris itu.
Untung saja kala itu aku bisa mendapatkan parkir di area situ. Padahal untuk bisa mendapatkan slot parkir di depan dan sekitar tempat makan itu saja terkenal sulit. Bahkan cenderung sangat sulit sekali. Karena memang jumlah pengunjungnya sangat banyak sekali. Keluar-masuk. Satu keluar, yang lain masuk. Satu persatu datang-pergi tanpa henti. Seakan tak ada kosong-kosongnya. Padahal meja pengunjung tersedia sangat banyak. Di area depan, belakang maupun samping. Selalu penuh sekali. Tidak pagi. Tidak siang. Tidak juga petang. Tidak pula malam. Sebuah pemandangan yang bisa memastikan bahwa pengunjung tempat makan itu sangat banyak sekali. Memadati silih berganti. Hampir sepanjang waktu.
Begitu bisa memesan makanan dan minuman di situ petang itu, insting investigatifku mulai meronta-ronta. “Apa yang membuat restoran legendaris ini ramai sekali? Ini pasti ada sesuatu yang istimewa?” Begitu yang menjadi pertanyaan dalam benakku kala itu. Tak mungkin jika tak ada yang spesial. Tak mungkin jika tak ada yang istimewa. Itu yang kuyakini dari setiap melewati area restoran yang terkenal itu. Aku sangat yakin sekali dari awal bahwa pasti makanan dan minumannya khas. Dan ahaaa! benar saja. Terbukti saat akhirnya aku bisa menyantap makanan dan minuman di restoran itu. Aku pun bisa merasakan rasa nikmat yang khas dari makanan dan minuman yang kupesan petang itu. Istimewa.
Pelayanan Menawan
Ada sejumlah menu minuman dan makanan khas yang bisa kunikmati di restoran legendaris itu. Di antara sekian ragam menu minuman, ada yang menyedot perhatianku: Es Gempol Pleret. Rasanya manis dan gurih. Mantap sekali. Untuk menu makanan, ada yang namanya Selat Solo Sup Galantin. Terkenal sebagai steak ala Solo. Isinya adalah potongan daging giling yang dibentuk seperti rolade, telur, dan sejumlah sayuran. Sebut saja wortel, selada, hingga kentang. Juga ada guyuran kuah coklat yang berasa manis-asam. Intinya, menu makanan dan minuman yang kunikmati di restoran petang itu enak sekali.
Aku pun lalu sampai pada simpulan: Oooh, wajar sekali jika restoran ini legendaris dan ramai sekali, karena menu yang diperjualbelikan memberi rasa nikmat yang khas. Tapi, bukan itu yang ingin kubagikan melalui tulisan ini. Sebab, soal rasa, tentu sudah terbukti istimewa. Kalau soal menu makanan dan minuman yang ditransaksikan, aku sudah bisa bilang top. Aku pasti bisa bilang keren. Baru memulai menyantap saja, kenikmatan yang khas itu bisa kuseruput. Rasanya kurang lengkap jika di antara kita ada yang belum pernah menikmati makanan dan minuman di restoran itu. Hanya, bukan itu yang ingin kuulas dalam tulisan ini. Karena aku tak berfokus pada food review.
Alih-alih, aku ingin menuliskan pengalaman yang menarik dari bagaimana seluruh pegawai di restoran itu tampil dalam tugas pelayanan yang menawan. Pegawai bagian depan sebagai front officer selalu menyambut tamu dengan senyum yang ramah. “Untuk berapa orang?” begitu salah satu pertanyaan utama yang disampaikan. Oleh pegawai perempuan di bagian pelayanan depan itu. Setiap pengunjung yang datang selalu disapa ramah. Dan ditanya dengan pertanyaan pembuka seperti dimaksud. Lalu dia memberi petunjuk harus ke bagian ruangan dan meja yang mana pengunjung harus bergerak untuk bisa mendapatkan tempat duduk dan layanan berikutnya.
Saat kami sudah mulai menyantap makanan dan minuman yang tersaji, ada menu lagi yang ingin dipesan sebagai tambahan. “Mas, mas…” begitu teriak anakku ke sejumlah pegawai yang berada-berkerumun di bagian belakang. Tak butuh waktu lama, ada pegawai dari arah depan yang nyamperin meja kami. “Ada yang bisa dibantu?” tanya pegawai itu dengan ramahnya. Padahal, pelayan itu baru saja menyajikan makanan dan minuman yang dipesan oleh pengunjung lain di meja depan kami. Meski bukan dia yang dipanggil oleh anakku itu, tapi posisinya yang sangat dekat dengan kami membuat dia berhenti di meja kami. Lalu melayani semua pertanyaan. Termasuk segera menyiapkan makanan yang kami pesan sebagai menu tambahan.
Kejadian itu terjadi lagi. Pelayan yang kebetulan sedang berada paling dekat dengan posisi kami selalu berhenti, menanyai, dan kemudian melayani sesuai pesanan. Tak ada pernyataan yang sering kudapati di restoran lain, di antaranya seperti: “Maaf ya Pak, saya panggilkan teman saya karena ini bukan bagian saya.” Apalagi sampai kemudian ada pelayan yang berlalu begitu saja, cuek, dan tak memperhatikan sama sekali pengunjung yang sedang memiliki kebutuhan tertentu atas makanan dan minuman yang dipesan. “Ahaaa!!, keren sekali para pegawai restoran ini,” begitu bisikku dalam hati.
Terlatih dan Cakap
Di restoran itu, petang itu tak kutemukan sama sekali sikap dan perilaku ketidakramahan, ketidakcakapan dan atau semacamnya. Tak ada pemandangan janggal seperti yang tak jarang kutemukan di tempat usaha kuliner yang lain. Di restoran Selat Solo Tenda Biru itu, semua pegawai tampil melayani dengan segala keramahan yang terstandar. Masing-masing mereka juga bisa menjelaskan apa saja tentang menu makanan dan minuman yang diperdagangkan. Dan, semua jenis pelayanan itu tak menyisakan waktu untuk delay. Semua pegawai tampil cekatan.
Intinya, di restoran Selat Solo Tenda Biru itu, semua pegawai tampil dengan pelayanan maksimal. Semua pelayan bekerja dengan excellent. Di mana lalu maksimal dan excellent-nya? Aku pun menjadi saksi, semua pegawai atau pelayan restoran itu menguasai tugas pelayanan. Setiap mereka bisa menjelaskan kepada setiap pengunjung hampir apa saja yang menjadi kebutuhan konsumsi makanan dan minuman di restoran itu. Ditanya beda antara menu makanan satu dan lainnya, jawabannya keluar dengan lancarnya. Plus dengan detail uraian yang sangat eksplanatif.
Juga, setiap mereka melakukan apa saja yang menjadi kebutuhan dan tuntutan pelayanan prima dalam bisnis kuliner itu. Mulai dari penguasaan materi soal detail menu makanan dan minuman seperti dijelaskan di atas hingga kesigapan pelayanan. Hingga tak ada satupun pengunjung begitu mendapatkan tempat duduk lalu terlantarkan. Semua pengunjung pun merasa terlayani dengan baik. Begitu pengunjung duduk, pasti ada pelayan yang nyamperin dengan segala kesigapan pelayanannya. Hingga mereka pun juga merasa terpuaskan. Tinggal setelah itu menunggu pesanan datang. Itupun datangnya pesanan itu nggak pake lama.
Tampak sekali setiap pegawai restoran itu terlatih untuk cakap dalam tugasnya di aspek pelayanan. Aku harus memberi garis tebal pada dua kata itu, “terlatih” dan “cakap”. Tak mungkin setiap pegawai di restoran itu cakap dengan sendirinya. Atau tiba-tiba cakap begitu saja. Pasti tidak. Tentu ada proses yang selalu dilaksanakan oleh manajemen restoran itu. Mulai dari pelatihan, pendampingan, hingga pengawasan. Semua proses itu pasti dilakukan oleh manajemen restoran itu kepada para pegawainya. itu yang membuat mereka terlatih dalam tugas pelayanan. Hingga setiap mereka pun berada dalam kondisi cakap dalam tugas pelayanan itu.
Nah, melihat pemandangan kecakapan setiap pelayan pada Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas, aku pun lalu teringat dengan prinsip ini: Everyone is PR here. Setiap diri adalah humas di sini. PR adalah kependekan dari public relation. Dan humas adalah singkatan dari hubungan masyarakat. Prinsip ini berlaku di dunia komunikasi publik. Tentu kepentingannya bukan sekadar untuk melakukan sosialisasi dan pengenalan diri ke publik lebih luas. Melainkan juga sebaliknya, yakni untuk mempengaruhi publik agar pada akhirnya bisa dengan segala kemauannya secara suka rela jatuh hati kepada diri yang bersangkutan dengan segala yang ada padanya.
Lalu, Apa Pelajarannya?
Mempertimbangkan prinsip everyone is PR here di atas, maka ada tiga pelajaran penting bagi manajemen apapun dan dalam organsiasi apapun. Termasuk bagi perguruan tinggi. Pertama, setiap diri dalam lintasan jabatan yang panjang dalam sebuah organisasi harus memiliki pemahaman, pengetahuan dan kecakapan yang memadai atas tugas pekerjaan yang diamanahkan. Para pelayan dari Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas memberi pelajaran betapa setiap pelayan memiliki pemahaman yang sama mengenai produk kuliner yang diperjualbelikan. Setiap mereka mampu menjelaskan dan menguraikan setiap produk yang dipasarkan. Juga, setiap mereka memiliki kecakapan yang sangat memadai tentang apa yang harus dilakukan sebagai pelayan restoran.
Bahkan, para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas mempertontonkan pelajaran menarik. Begini ilustrasinya: tak perlu ada sikap dan praktik saling lempar tanggung jawab antara satu pelayan ke lainnya. Sebab, konsumen tak akan pernah tahu tugas satu pegawai atas yang lain. Yang diketahui konsumen cuma satu: semua yang berbaju kaos merah dan bertuliskan nama restoran adalah pelayan yang ditugaskan untuk melayani setiap pengunjung. Maka, memiliki pemahaman, pengetahuan dan kecakapan yang memadai atas tugas pelayanan kepada konsumen adalah prasyarat penting untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.
Yang dibutuhkan oleh konsumen cuma satu: kepentingannya terlayani. Perkara bagaimana kompleksitas terjadi dalam penyiapan dan penyelenggaraan pelayanan, itu bukan menjadi perhatian konsumen. Bahkan, mereka cenderung tak mau tahu dengan kompleksitas itu. Yang mereka inginkan, mereka datang lalu dilayani secara maksimal. Keluar pun lalu merasa puas karenanya. Hanya itu saja yang dikehendaki oleh konsumen. Persoalan ribetnya penyiapan dan penyelenggaraan layanan, itu dianggap murni dan memang menjadi kewajiban penyedia layanan. Bukan konsumen.
Sebagai pelajaran kedua, setiap individu dalam organisasi harus memastikan bahwa dirinya sudah berada dalam irama kerja organisasi yang sudah disepakati. Setiap diri harus mampu berada dalam satu nafas dan satu gerakan yang sama. Aturan organisasi adalah ukurannya. Mengapa ini penting? Karena, jika masing-masing pegawai bergerak sesukanya sendiri, maka lembaga tak akan pernah bisa berada dalam tampilan kinerja terbaik. Pasalnya, yang akan mengemuka bukan kepentingan lembaga. Melainkan kepentingan masing-masing personal yang berada di lembaga dimaksud. Para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas memberi pelajaran betapa masing-masing diri mampu berada dalam satu nafas dan satu gerakan yang sama oleh manajemen organisasi.
Memang tak mudah menjamin cara kerja seperti di atas. Tak jarang kepentingan organisasi tersandera oleh kuatnya kepentingan personal sejumlah individu pegawai di bawahnya. Akibatnya, memastikan bahwa semua individu pegawai sudah berada dalam satu nafas dan satu gerakan yang sama untuk perwujudan kepentingan lembaga memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Hanya, semua proses untuk merapikan sebanyak-banyaknya pegawai agar bisa berada dalam satu nafas dan satu gerakan itu harus dilakukan oleh sebuah kepemimpinan. Sesulit apapun tantangan dan rintangan yang harus dihadapi.
Apa yang dipertontonkan dengan pelayanan primanya oleh para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas memberi pelajaran penting bahwa kepentingan personal harus dijauhkan dari perilaku kerja setiap mereka. Kepatuhan pada target pelayanan terbaik adalah untuk sebesar-besarnya kepentingan lembaga. Tentu tak akan pernah ada pelayanan yang prima oleh para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru dimaksud jika masing-masing pegawainya sibuk dengan agenda dan kepentingan personalnya. Kepuasan pun, sebagai akibatnya, tak akan pernah dirasakan oleh pelanggan jika masing-masing pegawai tidak berada dalam satu nafas dan satu barisan seperti yang digariskan oleh manajemen restoran dimaksud.
Sebagai pelajaran ketiga, setiap pegawai agar responsif terhadap setiap kebutuhan hingga keluhan konsumen. Para pegawai di Restoran Selat Solo Tenda Biru, sebagaimana diuraikan sebelumnya, memberi kita pelajaran bahwa tak ada satu pun dari mereka yang abai, tak menanggapi, cuek, lemot, atau bahkan meremehkan konsumen yang sedang memerlukan pelayanan terbaik. Para pelayan itu memberi pelajaran penting tentang bagaimana setiap pegawai sebuah institusi harus menjaga tingkat responsiveness kepada kebutuhan dan termasuk di dalamnya keluhan konsumen.
Masing-masing dari pegawai restoran di atas merasa bahwa pelayanan terbaik adalah tanggung jawab bersama. Tak ada aksi saling lempar tanggung jawab. Tak ada praktik mengandalkan yang lain. Karena itu, siapapun pelayan restoran tersebut yang posisinya dekat dengan tempat duduk pengunjung pasti memberikan respon pelayanan yang sigap dan segera. Kesadaran sebagai tanggung jawab bersama akan sangat mempengaruhi kinerja lembaga atau manajemen restoran secara keseluruhan. Sebab, setiap pegawai di bagian terdepan pelayanan mewakili wajah manajemen. Buruknya mereka akan membuat wajah manajemen buruk pula, dan begitu pula sebaliknya.
Karena itu, kuat sekali kutangkap sebuah pesan dari para pelayan restoran di atas: jangan rusak marwah restoran tempat kita bekerja dengan praktik pelayanan buruk kepada konsumen. Itu walaupun oleh satu orang saja dari mereka. Pada level jabatan pelayanan apa saja pula. Sebab, satu saja pelayan berperilaku kerja buruk, marwah restoran secara keseluruhan akan terdampak buruk. Karena itu, mereka tampak meyakini betul bahwa kinerja pelayanan terbaik mereka adalah investasi emas. Bukan saja untuk diri mereka sendiri, melainkan juga untuk lembaga yang menjadi tempat kerja.
Ideologi Berkhidmat dan Bekerja
Mungkin saja perilaku kerja yang buruk seorang pelayan tidak langsung berdampak buruk terhadap marwah restoran. Tapi, tetap saja praktik itu tak membantu apa-apa untuk kemuliaan dan kebaikan restoran ke depan. Alih-alih, justeru perilaku kerja yang buruk itu akan mencoreng muka manajemen restoran. Karena semua kita sudah lama diingatkan oleh para leluhur negeri ini: Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Kesalahan satu pegawai, bisa berdampak buruk bagi lembaga. Karena itu setiap pegawai sebuah institusi penting untuk meneladani para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas. Yakni, bahwa semua berperilaku kerja yang prima, dan semua itu justeru untuk kepentingan lembaga. Kecuali jika memang pegawai itu ingin merusak lembaga. Pasti dia tak akan pernah berpikir marwah lembaga. Hanya kepentingan personal dirinya saja yang dikejar.
Kutangkap, para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas sedang mengirim pesan penting: Setiap pegawai harus menyadari bahwa rasa memiliki dan bertanggung jawab atas lembaga tempatnya bekerja adalah tugasnya. Skala dan besarannya memang mengikuti level jabatan dan tanggung jawab yang disandangnya. Tapi, rasa memiliki dan bertanggung jawab atas perjalanan dan nasib lembaga adalah kewajiban setiap diri pegawai yang ada di dalamnya. Maka, mementingkan agenda dan kepentingan pribadi sejatinya hanya akan membunuh nasib lembaga. Karena pasti yang akan mengemuka adalah kepentingan personalnya, lebih daripada kepentingan institusionalnya. Padahal, bekerja di sebuah lembaga sejatinya bukan untuk kepentingan personal semata, melainkan lebih-lebih juga untuk mewujudkan dan memuliakan kepentingan lembaga.
Maka, setiap diri sudah sepantasnya menghilangkan kata “berkhidmat” saat aktivitasnya di lembaga itu berkonsekuensi pada diperolehnya gaji dan segala pendapatan yang mungkin diterima. Alih-alih, kuatkanlah kata “bekerja” sebagai penggantinya. Jadikanlah “bekerja” sebagai nilai pengikat utama. Sebab, saat seseorang mengatakan “berkhidmat” sementara dia “bekerja”, maka dia bisa kehilangan profesionalisme dalam bekerja itu. Berkhidmat saja memiliki etika dan kode etik tersendiri, apalagi bekerja. Karena itu, nilai dan etika profesionalisme berlaku kuat dalam bekerja. Para pegawai Restoran Selat Solo Tenda Biru di atas telah memberi pelajaran penting bagaimana menunaikan nilai dan etika profesionalisme itu dalam bekerja.
